Share

Mulai Penasaran

Penulis: CitraAurora
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-02 14:21:54

Di pagi harinya Arga bangun terlebih dahulu. Dia yang hendak bangun merasa terkejut dengan keberadaan sang istri yang tidur dengan posisi duduk di samping tempat tidurnya.

Wajah Lalita terlihat begitu lelah.

“Kenapa dia tidur di sini?” batin Arga, sebelum memorinya memutar kembali kejadian semalam di kala dia kesakitan.

Beberapa saat kemudian pria itu tersenyum. Tangan pria itu tergerak menyentuh puncak kepala Lalita. “Demi merawatku, wanita ini rela tidak tidur.”

Merasakan sentuhan lembut, mata Lalita terlihat mengerjap-ngerjap.

Tak ingin tertangkap basah, Arga segera mengembalikan posisi serta ekspresinya.

Saat Lalita membuka mata, hal yang pertama dia pastikan adalah keadaan Arga. "Perut anda apa masih sakit pak?" Tanyanya dengan raut wajah yang khawatir dan ada rasa payah yang juga nampak.

“Sedikit.” Tanpa menatap wanita yang berada di sampingnya itu.

“Syukurlah Pak,” sahut Lalita senang. "Kalau begitu, saya akan segera siapkan sarapan."

Wanita itu segera berjalan menuju pintu, karena pagi ini dia harus memasak kembali untuk suaminya.

Berbeda dengan kemarin-kemarin, kali ini Lalita hanya memasak bubur saja, sedangkan makan pagi Kakek biar disiapkan oleh koki dan pelayan rumah.

Setelah siap, Lalita kembali ke atas untuk melayani suaminya.

“Pak, mari sarapan,” katanya sambil membawa semangkuk bubur di tangan.

Dengan telaten Lalita menyuapi suaminya, Arga juga nampak menurut.

Usai makan, Lalita mengusap mulut suaminya dengan tisu tak lupa dia juga menyiapkan obat pria itu.

“Pak saya harus ke kantor, anda tidak apa-apa kan bila dirawat pelayan?” Wanita itu kembali menatap suaminya, berharap Sang suami tidak mempersulitnya pagi ini.

“Pergilah,” ujarnya yang membuat Lalita tersenyum senang.

Usai itu, Lalita segera menuju kamar mandi dan bersiap.

Semua persiapan telah selesai, dan sebelum berangkat wanita itu tak lupa berpamitan pada sang suami. “Pak saya berangkat dulu.”

Wanita itu nampak menjulurkan tangannya, sama seperti yang dia lakukan kepada Kakek dan juga ibunya.

Ragu-ragu Arga menjulurkan tangan pula, dan kemudian apa yang Lalita lakukan membuatnya merasakan sesuatu. Bahkan, ketika Lalita sudah pergi dari kamar, Arga masih menatap punggung tangannya yang dicium oleh sang istri.

Berangkat lebih siang, Lalita memilih menggunakan motor bututnya. Sebenarnya Kakek sudah meminta sopir untuk mengantarnya, tetapi wanita itu menolak.

Setibanya di kantor, seperti biasa Lalita ke loker ganti pakaian, kemudian mengambil peralatan kerjanya.

Tidak ada Arga membuat Lalita lebih santai, tidak perlu terlalu kerja keras dalam bersih-bersih, dia juga tidak perlu membuat kopi dan sebagainya.

Alhasil Lalita kembali ke ruang OB sangat cepat, bahkan wanita itu sempat memainkan ponsel miliknya, yang mana jika hari-hari biasa hal itu mustahil terjadi.

Salah satu teman sejawatnya merasa kesal karena ketika semua masih sibuk kerja Lalita malah santai-santai.

Tak terima dia segera mendatangi Lalita dan memintanya untuk membantu.

“Hey, Lalita. Daripada kamu cengar-cengar sendiri, lebih baik membantu aku membersihkan toilet!”

Lalita menoleh sekilas, “Bukannya tidak mau membantu, tapi, itu bukan pekerjaanku!” tolak Lalita dengan sopan dan tegas.

Tak terima permintaannya ditolak, temannya itu malah mengolok Lalita, “Dasar pemakan gaji buta!”

Sontak Lalita marah dengan temannya itu. Dia membela diri, hingga kemudian cekcok di antara mereka tak terhindarkan.

Akibat perbuatan mereka, kepala OB turun tangan langsung untuk menginterogasi keduanya. "Lalita! Bella! Apa-apaan kalian!!"

Untuk mendapatkan pembelaan dari kepala OB, Bella mengarang cerita epik bahkan dia memfitnah Lalita tidak melakukan pekerjaannya dengan baik ketika CEO tidak masuk atau tidak ada di kantor.

Alhasil, kepala OB terpedaya. Namun untungnya wanita paruh baya itu cukup bijak, dia tetap memberikan surat peringatan untuk keduanya dan sebagai sanksinya kedua OB itu dihukum setelah jam kerja selesai.

Mau tidak mau, Lalita menerima sanksi dari atasannya itu meski dia agak was-was karena Arga pasti marah apabila dirinya pulang telat.

Sepulang jam kerja, seharusnya Bella menyelesaikan hukumannya, justru kembali mencari masalah. Melihat Lalita yang sudah siap dan bahkan sudah mulai mengerjakan hukuman, Bella justru menghampirinya.

"Hey, gadis jelek! Bersihkan juga hukumanku! Aku sudah ada janji dengan pacarku."

Setelahnya, Bella melemparkan semua peralatan kebersihan miliknya pada Lalita. Semula, tentu saja Lalita ingin marah, akan tetapi, mengingat dia berpacu pada waktu, dia pun tidak punya pilihan lain.

Mengerjakan hukuman sendirian, hingga matahari tenggelam, Lalita masih belum selesai. Untunglah ada satpam yang tengah bertugas di jam malam, sehingga Lalita tidak takut.

Tepat pukul tujuh, wanita itu baru merampungkan pekerjaannya. Segera dia mengembalikan peralatan kerjanya lalu pulang.

Sesampainya di rumah, Lalita yang kelelahan merebahkan diri sejenak di sofa empuknya, tanpa memperdulikan sepasang mata yang menatapnya sedari dia masuk ke dalam kamar.

“Kenapa jam segini baru pulang?” Suara dingin Arga menusuk telinganya.

Dengan malas wanita itu bangkit, kemudian menatap sang suami yang duduk sambil bersandar di kepala tempat tidurnya. “Itu karena saya dihukum Pak.”

Arga mengerutkan alisnya, dihukum? Pikirnya.

“Apa yang kamu lakukan sehingga mendapatkan hukuman?” Entah mengapa pria itu penasaran dengan apa yang terjadi pada sang istri.

Lalita menghela nafas, kemudian menceritakan semua apa yang terjadi kepada suaminya. Melihat ekspresi datar Arga ketika dia bercerita kesulitannya hari ini, Lalita berdecak.

"Sepertinya percuma saja saya bercerita."

Arga tetap tidak merespons, tetapi pria itu justru memberikan perintah, “Siapkan makanan untukku."

“Sudah kuduga!” Dengan lemas dia mengiyakan perintah suaminya yang dianggap masih sakit itu. "Baiklah, Tuan Pemaksa."

Beberapa saat kemudian, Lalita kembali dengan makanan di tangannya, dia juga menyuapi sang suami.

“Pak apa masih sakit?” Wanita itu curiga pasalnya Arga terlihat segar bahkan dia tidak menunjukan ekspresi sakit sama sekali.

“Masih,” jawab Arga.

Arga sudah sembuh, tapi entah mengapa pria itu tidak mengatakan kesembuhannya kepada sang istri.

Lalita mengambilkan obat suaminya, kemudian dia kembali ke sofa untuk istirahat. Namun baru saja hendak duduk, Arga sudah memanggilnya kembali.

“Lalita.”

Wanita itu menoleh, “Ada apa Pak?”

“Terima kasih,” ucapnya lirih.

“Apa Pak?” Lalita melongo.

Rasanya tak mungkin pria arogan itu tahu arti terima kasih.

Namun karena terlalu gengsi Arga tidak menggubris pertanyaan Lalita. Pria itu justru terlihat sibuk dengan ponselnya.

Tanpa Lalita tahu, di balik kediaman Arga, pria itu tengah menghubungi asistennya.

“Cari tahu apa yang terjadi di divisi kebersihan hari ini.”

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mirasih
lanjutkan Arga
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
cihui...sedikit lagi......
goodnovel comment avatar
Elena
yang mulai penasaran sama istrinya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Siapa yang Menjual Tubuh Ke CEO?

    Pagi harinya, kantor dibuat heboh karena kedatangan Damar, asisten Arga ke divisi kebersihan.“Kenapa asisten CEO yang datang sendiri untuk memecatnya?”“Aku juga heran. Seharusnya, CEO tidak perlu turun tangan untuk hal seperti ini.”Lalita yang saat itu tengah mengambil seragam sempat mendengar kalimat-kalimat keheranan dari rekan kerjanya.Tubuh Lalita bergeming, seiring dengan pikirannya yang terus sibuk. Apakah ini ada kaitannya dengan rekannya yang kemarin merundung dia?Namun, melihat ketidakpedulian Arga dan sikapnya yang buruk, Lalita tentu saja sanksi jika ini semua dilakukan pria itu. Apalagi, hanya karena dirinya.Akan tetapi, alangkah terkejutnya Lalita, ketika dia justru mendapati keterangan yang bertolak belakang dari si empunya perintah langsung.“Teman yang merundungmu kemarin sudah dipecat.” Sontak Lalita menoleh, tatapan heran terlempar begitu saja ke arah sang suami. “Jadi, benar Anda yang memecatnya?” Berbanding terbalik dengan Lalita, saat ini Arga justru terli

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-03
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Ini Bukan Cinta, Aku Hanya Kasian

    “Kemarin, kami melihatmu masuk mobil Pak CEO, pasti ingin memberikan pelayanan, kan?”Lalita sontak terdiam. Kemarahan yang semula menggebu-gebu kini hanya tertahan di dada.Dari sekian banyak kata yang bisa Lalita ucap untuk membela diri, karena terhalang oleh perjanjian menutup rapat status pernikahannya … dia hanya mampu berkata, “Aku bukan seperti yang kalian kira!”Dia jelas tidak mungkin mengatakan apabila dia adalah istri CEO-nya. Tidak mungkin juga beralasan Arga mengantarnya pulang, mengingat status mereka di sini hanyalah atasan dan bawahan.“Ya, kami kira semula kamu hanyalah gadis polos!” Sahutan sinis penuh kebencian kembali terdengar. “Tahunya, sungguh wanita murahan!”Setelah memaki dan membuat sakit hati Lalita, rekan-rekannya pun pergi. Air mata wanita itu kemudian mengalir tanpa bisa dicegah. Akan tetapi, karena tidak ingin terlihat lemah dan membenarkan rumor miring itu, dia cepat-cepat menghapus jejak kesedihan di wajah.Rumor yang mencuat dari divisi kebersihan te

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Tantrum

    “Tidak! Kenapa aku ada di sini?!”Di pagi harinya, Lalita begitu panik ketika mendapati tubuhnya berada di atas tempat tidur empuk milik sang suami.Buru-buru wanita itu mengecek pakaiannya. Bukan apa-apa, dia takut sesuatu telah terjadi."Syukurlah," ucapnya lega setelah melihat dirinya masih berpakaian lengkap.Merasa aneh dengan apa yang terjadi, dia pun mengingat-ingat alasan yang membawa tubuhnya berada di sini. Padahal, dia ingat, kemarin dia tidur di sofa.Tak mendapatkan jawaban apapun, akhirnya Lalita bangkit dari tempat tidur cepat-cepat. Saat bersamaan, Arga keluar dari kamar mandi sudah dengan pakaian lengkapnya."Bagaimana rasanya tidur di ranjang mahal?" Pria itu menatap sang istri yang terlihat kebingungan.Dengan gugup, Lalita berujar cepat, "Saya tidak tahu Pak kenapa saya bisa tidur di ranjang anda.""Mungkin kamu bermimpi dan pindah ke ranjangku," sahutnya dengan tersenyum licik.Wanita itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, apa mungkin? pikirnya."Kenapa anda ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-04
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Bertemu Teman Lama

    Arga terdiam. Melihat kefrustrasian di wajah sang cucu, kakek kembali berucap, “Atau, jadikan saja dia sekretarismu.”Di saat seperti ini, Arga tidak dapat berpikir jernih. “Entahlah Kek.” Cinta adalah hal remeh, tapi mampu membuat orang yang baru merasakannya terombang-ambing tak karuan. “Kakek tau kamu ingin melindungi Lalita, tapi, pikirkan seribu kali langkah yang akan kamu ambil.” Napas panjang nan lelah yang keluar dari bibir Arga menjadi jawaban kemudian. “Baik Kek.” Selepas berbicara dengan kakeknya, pria itu pergi ke kamar. Tidak dipungkiri, usai berbincang dengan kakeknya, ketantrumannya berkurang. Lalita yang tadinya was-was Arga semakin meradang, kini bernapas lega karena wajah pria itu tidak setegang sebelumnya.Keesokan harinya, pria itu mengajak Lalita untuk berangkat bersama, namun kali ini dia menurunkan istrinya tepat di samping gerbang kantor.Wanita itu berdecak, kesal. Pasalnya, karena sudah di wilayah kantor, dia jadi harus waspada sebelum turun dari mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Apa Dia Jadi Aneh?

    Selepas keluar dari ruangan sang CEO, Lalita buru-buru turun untuk menemui Mario yang diminta untuk menunggu di luar gerbang kantor."Kenapa harus menunggu di luar gerbang kantor sih, Ta? Kan bisa bareng dari parkiran?" Pria itu sungguh heran dengan sikap temannya."Kalau CEO tahu kita bisa dipecat," bisiknya lagi, mengulangi kalimat yang serupa dengan kalimat siang tadi."Astaga, sungguh CEO perusahaan ini sudah gila sampai membuat peraturan yang tidak masuk akal," cicitnya pelan-pelan.Lalita tidak menanggapi ucapan sahabatnya itu, dan segera mendorong tubuh Mario agar bergegas. Kalau kelamaan, bisa-bisa mereka benar-benar terpergok Arga!Sementara kedua sahabat itu tengah mengenang kebersamaan, di sebuah restoran mewah, terlihat Arga yang melamun ketika kliennya berbicara.Pikiran pria itu melayang jauh ke sang istri, teringat kembali sikap lucu istrinya. Tak sampai di situ, pria itu bahkan senyum-senyum sendiri.Melihat sikap aneh CEO-nya, Damar yang peka itu mendekatkan diri, kem

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-05
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Suamiku Memanggil?

    “Berikan ponselmu.”Arga mengulurkan tangannya ke arah Lalita. Lalita merogoh tasnya. Namun, karena terburu-buru, dia jadi bertindak ceroboh hingga membuat ponselnya jatuh.Layar ponsel pintar berlayar sentuh yang modelnya sudah jadul itu terlihat pecah. Wajah Lalita langsung mendung. Dia memungut ponselnya dengan helaan napas panjang.Arga yang melihat hal itu merasa iba tapi juga sedikit kesal. Lalita terlihat begitu sedih, padahal hanya ponsel yang pecah."Kenapa sesedih itu? Bukankah itu ponsel murahan?" Arga pun berkomentar pedas.Wanita itu menatap suaminya kesal. Bagi Arga mungkin ponsel itu tidak berharga dan barang murah. Akan tetapi, baginya… ponsel itu adalah benda berharga yang ia beli dengan penuh perjuangan.“Murah untuk Anda, tetapi berharga untuk saya, Pak!” sahut Lalita bersungut.Dia jadi kesal, dan langsung pergi ke kamar, meninggalkan Arga yang terpaku sendirian.Nomor ponsel tidak didapat, pria itu justru mendapati kekesalan sang istri. Merasa bersalah, Arga pun

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Belikan Tiket Nonton

    “Apa-apaan dia, menuliskan namanya begini?!”Sebuah kalimat protes langsung Lalita lontarkan tanpa bisa dicegah.Sadar suaranya cukup kencang ketika berkata demikian, dia pun celingukan, memastikan sekitarnya aman, sebelum mengangkat panggilan itu.“Iya, Pak–”“Kenapa lama sekali mengangkat teleponnya?!” Baru saja diangkat suara dingin pria itu menusuk telinganya. Lalita sampai menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga.“M-maaf Pak, saya tidak tahu,” jawabnya tidak memperpanjang omelan Arga. “Ada apa, Pak?” tanyanya lagi.“Tidak ada apa-apa. Aku hanya mengecek, kalau kamu mengerti cara menggunakan ponsel baru itu.”Dua bola mata Lalita berputar. Dia langsung membatin, kesal, karena dengan kata lain Arga pikir dia terlalu bodoh dan gaptek.“Tapi, Pak, sebetulnya tidak perlu membelikan kartu baru. Saya–”“Buang saja kartu lamamu, dan pakai kartu yang aku berikan.” Arga memotong kalimat Lalita dengan cepat.Lalita mengangguk, meski Arga tak bisa melihat. Teringat nama yang tertulis di

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-06
  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Nonton Bersama

    E-tiket yang dipesan Damar sudah di tangan Arga. Pria itu jadi tidak sabar menunggu malam tiba. Dia sudah membayangkan keseruannya dengan Lalita.Senyum di wajah dingin itu bahkan terus-terusan merekah. Sungguh satu hal aneh, tetapi ajaib yang kini terjadi pada Arga.“Arga, kenapa kamu gila begini.” Dia bermonolog dengan dirinya sendiri.Saat jam pulang akan tiba, Lalita memasuki ruangan Arga. “Setelah pekerjaanmu selesai, duduklah. Ada yang ingin aku sampaikan.”Meski heran, Lalita menurut. Wanita itu hanya menebak, paling atasannya itu akan memberinya pekerjaan tambahan. “Ada yang perlu saya kerjakan lagi, Pak?”Usai pekerjaannya merapikan ruangan Arga rampung, gadis itu segera melapor. “Duduklah.” Arga bertitah dengan lembut, lalu satu tangannya terjulur memberikan sebuah kotak. “Pakai ini kemudian bersiaplah karena aku akan mengajak kamu menonton.” Kembali Lalita dibuat melongo dengan ucapan Arga, Menonton? Sesaat kemudian wanita itu menatap Arga dan terlontarlah pertanyaan, “

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-07

Bab terbaru

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Akhirnya

    "Pak Rangga kenapa anda disini?" Vina nampak terkejut, pikirannya kemana-mana. Apa dia sudah tau jika yang tidur dengannya malam itu adolah Amira? "Tentu mengunjungi calon istri aku." Rangga malas untuk berdrama lagi, dia ingin segera mengungkap semua kebenarannya. "Mas...." Amira mengkode Rangga agar bisa menahan diri tapi pria itu sudah muak pada Vina terlebih Vina telah membunuh calon bayinya. "Apa anda sudah tau semuanya?" Ucap Vina gugup. "Menurutmu!" Sahut Rangga. Wajah Vina menjadi pucat pasi, tak ada harapan lagi akhirnya dia meminta maaf. Wanita itu juga memohon pada Amira agar dimaafkan. "Aku sangat mencintai Pak Rangga Mir mangkanya aku berbohong." Vina memegang tangan Amira. Namun Amira yang sudah kecewa dan sakit hati pada sahabatnya dengan segera melepas tangan Vina. "Amira kita kan sahabat." Vina kembali berekspresi sedih berharap Amira berubah pikiran namun Amira tidak mau tertipu lagi. Mungkin jika dia hanya ingin bersama Rangga tidak masalah tapi

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kamu Salah

    Sore itu sepulang dari kantor, Rangga pergi ke Villa untuk menemui Vina, dia tidak bisa mengulur waktu lagi untuk mengungkap kedok wanita jahat itu. Rencananya dia akan menjebak Vina agar mengakui semua di hadapannya dan Amira. Melihat kedatangan Rangga, Vina sangat senang. Dia langsung menyambut mantan atasannya itu. "Sore Pak Rangga." Sapanya dengan tersenyum manis. Rangga membalas senyuman Vina. meski sebenarnya hatinya enggan bersikap manis terhadap wanita yang telah membunuh calon bayinya. "Sore." Dia duduk lalu menyandarkan kepalanya dia sofa. "Vina, waktu itu di club aku tidak memakai pengaman apa kamu tidak merasakan tanda-tanda kehamilan?" Pertanyaan Rangga membuat Vina berpikir, bagaimana bisa hamil sedangkan yang tidur dengan Rangga adalah Amira. "Memangnya kenapa Pak?" tanya Vina was-was. "Tidak apa-apa, aku ingin mengumumkan pernikhaan secepatnya." Jawaban Rangga membuat Vina senang, saking bahagianya dia segera memeluk CEO itu. "Sudah lepas,

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Vina lagi Vina lagi!

    Dari rumah sakit Rangga kembali ke kontrakan Amira lagi, dia mengkonfirmasi Amira terkeit obat penggugur kandungan. Mendengar ucapan Rangga, Amira sangat shock. Bagaimana bisa vitamin menjadi obat penggugur kandungan? "Aku sungguh tidak tahu." Dengan raut wajah sedih Amira menunduk. Sementara Rangga berpikir keras, secara logika tidak mungkin ada dokter yang sengaja memberikan obat penggugur kandungan, pihak farmasi juga tidak mungkin melakukan kelalaian yang fatal jadi permasalahannya di Amira. Apakah obat itu tertukar atau gimana? "Apa ada yang kesini sebelum kamu keguguran?" Tanya Rangga dengan menatap sang wanita. Amira terperangah menatap Rangga, dia baru menyadari kedatangan Vina beberapa hari lalu. "Mas Vina datang kesini, dia menginap juga." Ucapan Amira membuat Rangga mengepalkan tangan, dia yakin Vina lah yang membunuh calon bayinya. "Beraninya dia melenyapkan calon bayiku." Ujar Rangga. Rangga bangkit, dia ingin membuat perhitungan dengan Vina, dia

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Keguguran

    Amira terus kesakitan, dia mencoba menghubungi Rangga tapi Pria itu tidak mengangkat panggilannya. Berkali-kali Amira menghubungi Rangga tapi tetap sama, Rangga tidak menerima satu pun panggilan darinya. Sakit yang semakin menusuk membuat Amira tak tahan. Saat bersamaan terdengar pintu diketuk. Sambil menahan rasa sakit, wanita itu membukakan pintu. "Andi." Kata Amira pelan. Melihat sahabatnya yang sangat pucat dan kesakitan membuat Andi khawatir, "Kamu kenapa Amira?" tanyanya panik. "Perut aku sakit." Jawabnya. Tak tahan akan sakit di perutnya, Amira lalu pingsan. Andi sempat kebingungan hingga akhirnya dia membawa Amira ke rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, dengan tangannya Andi membawa tubuh Amira masuk ke dalam. "Dokter Dokter! " Teriak Andi. Beberapa dokter yang mendengar teriakan segera sigap, lalu menggiring Andi ke ruang gawat darurat.Tau jika pasien mengalami keguguran, Dokter segera melakukan tindakan. "Bagaimana keadaannya Dok?" tanya Andi cem

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kedatangan Vina

    Tatapan Lalita kini mengarah ke Amira, dia tersenyum melihat Rangga datang dengan seorang wanita. "Kekasih kamu ya Mas." Goda Lalita. Rangga tersenyum lalu mengangguk. Lalita cukup senang akhirnya Rangga sudah menemukan wanita. Masih mempertahankan senyumannya Lalita duduk di samping Amira. "Hay, aku Lalita." Dia menyodorkan tangan pada Amira. "Hay, saya Amira." Amira melakukan hal yang sama. Lalita dan Amira mengobrol, dan bersamaan dokter keluar dari ruang operasi. "Bagaimana keadaan istri saya Dok?" Damar segera bertanya. "Baik, kedua bayinya juga sehat." Ucapan Dokter membuat Damar menitikkan air mata, kini statusnya berubah menjadi seorang ayah. Rangga yang melihat teman serta rekan kerjanya bahagia pun turut bahagia, dia dapat merasakan kebahagian Damar. "Selamat atas kelahiran anak kamu." Ujarnya dengan senyuman hangatnya. "Terima kasih Pak Rangga." Pria itu memeluk Rangga. Tak selang lama, dua orang suster keluar membawa dua bayi mungil,

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kania Di Opersi

    Mual dan muntah semakin parah, hingga Amira ijin tidak masuk karena lemas. "Apa yang kamu perlukan Amira? akan aku belikan." Vina menunjukkan wajah khawatirnya. Bukan khawatir karena sahabatnya sakit tapi dia khawatir jikalau Amira hamil. "Tidak perlu Vin, terima kasih." Ujar Amira. Karena harus kembali ke villa, Vina pun pamit dan sebelum pergi dia bilang jika akan datang lagi. Amira mengangguk, meski dia sedikit heran dengan sikap Vina yang tiba-tiba berubah jadi perhatian. Tak ingin ambil pusing, Amira mengabaikan kecurigaannya.Di sisi lain, Rangga yang mendengar kabar jika Amira sakit jadi panik, dia segera pergi ke kontrakan Amira untuk menjenguk kekasihnya itu. "Pak Rangga." Kedua bola mata Amira membulat melihat kedatangan sang pria. "Masih saya panggil Pak." Rangga menjentikkan jarinya pelan dia dahi sang wanita. Amira menggosok dahinya dengan tangan, meski jentikn tangga Rangga tidak sakit tapi dia sedikit lebay di hadapan CEO itu. "Iya Mas." Ujarnya. Ingat akan

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Gagal Total

    "Sa-saya.... " Belum sempat melanjutkan kata-katanya Rangga sudah menjatuhkan bibirnya, hal ini membuat Amira terkejut lalu mendorong tubuh Rangga. "Pak, jangan seperti ini." Katanya dengan marah. "Kamu telah membohongi aku Amira." Rangga menatap sendu Amira. Melihat tatapan Rangga, Amira nampak iba. Dia tahu dia berbohong tapi mereka tidak ada hubungan apa-apa. "Dimana letak salahnya Pak, kita juga tidak ada hubungan apa-apa." Ujar Amira. Pria itu mematung, memang benar mereka tidak ada hubungan apa-apa tapi apa yang telah dia lakukan seharusnya Amira paham jika itu adalah bentuk dari rasa cintanya. "Meskipun tidak diungkap, seharusnya kamu bisa merasakan gelagatku Amira," ungkap Rangga. "Iya Pak," cicit Amira pelan. Untuk mengikat Amira, akhirnya Rangga mengungkap perasaannya, dia juga mengajak wanita itu untuk melanjutkan ke tahap yang serius mengingat ucapannya dulu jika dia akan bertanggung jawab. #### Hari ini semua bagian desain sangat sibuk, terlebih Moni

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Ketahuan

    "Hubungi Amira suruh datang ke pameran." Titah Rangga. "Tapi kita masih disini Pak." Gilang mencoba protes. Rangga hanya melempar tatapannya. Tak ingin membantah asisten itu menuruti kemauan sang CEO. Niat awalnya, Rangga ingin datang ke Villa untuk mengambil sesuatu tapi setelah melihat Amira dan Andi, pria itu meminta Gilang putar balik dan kembali. Sementara itu, Amira tidak membuka pesan yang Gilang kirim dia juga tidak menerima panggilan dari asisten CEO-nya itu. Setelah susah payah mencari akhirnya Amira dan Andi, berhasil menemukan alamat Vina. "Pantas nggak ketemu," kata andi. Amira segera memencet bel lalu seorang satpam membukakan pagar. Setelah memberi tahu tujuannya, satpam meminta mereka masuk. Di depan rumah, Andi dan Amira menunggu Vina. Tak selang lama Vina keluar. "Kalian!" Mata Vina terbelalak melihat kedua sahabatnya datang. Dengan wajah gugup dia mendekat. "Bagaimana bisa kalian mendapatkan alamat Villa ini?" tanya Vina dengan menatap A

  • Hasrat Big Boss: Dari Upik Abu, Jadi Milikmu    Kenapa Berbohong?

    "Masih di atas tempat tidur, Rangga dan Amira berbincang tentang langkah selanjutnya, apa langsung meminta Vina mengaku? atau membuat permainan dan mengikuti alur Vina? " Bagaimana menurut kamu Amira?" tanya Rangga. "Kita lihat saja rencana Vina Pak Rangga setelah Anda tidak bisa menikahinya, tapi anda jangan bilang kalau saya sudah mengakui semua." Pinta Amira. Rangga mengangguk, jika itu yang Amira minta. Kalau sebenarnya dari dia pribadi ingin langsung mengusir Vina. Keesokannya, sepulang dari kerja Andi menemui Amira kembali bahkan kali ini Andi ikut Amira pulang. Di kontrakan, mereka berbincang kembali tentang Vina. "Andi apa Vina pernah dendam atau sakit hati padaku?" Dengan wajah nanar Amira menatap Andi yang duduk di sebelahnya. "Dendam gimana maksud kamu?" tanya Andi. "Barangkali aku pernah menyakitinya sehingga dia pergi dan seolah tidak menganggap aku temannya padahal selama ini kita selalu bersama." Jawab Amira. Andi menggeleng, dia tidak tahu. Selama

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status