Share

Mulai Penasaran

Di pagi harinya Arga bangun terlebih dahulu. Dia yang hendak bangun merasa terkejut dengan keberadaan sang istri yang tidur dengan posisi duduk di samping tempat tidurnya.

Wajah Lalita terlihat begitu lelah.

“Kenapa dia tidur di sini?” batin Arga, sebelum memorinya memutar kembali kejadian semalam di kala dia kesakitan.

Beberapa saat kemudian pria itu tersenyum. Tangan pria itu tergerak menyentuh puncak kepala Lalita. “Demi merawatku, wanita ini rela tidak tidur.”

Merasakan sentuhan lembut, mata Lalita terlihat mengerjap-ngerjap.

Tak ingin tertangkap basah, Arga segera mengembalikan posisi serta ekspresinya.

Saat Lalita membuka mata, hal yang pertama dia pastikan adalah keadaan Arga. "Perut anda apa masih sakit pak?" Tanyanya dengan raut wajah yang khawatir dan ada rasa payah yang juga nampak.

“Sedikit.” Tanpa menatap wanita yang berada di sampingnya itu.

“Syukurlah Pak,” sahut Lalita senang. "Kalau begitu, saya akan segera siapkan sarapan."

Wanita itu segera berjalan menuju pintu, karena pagi ini dia harus memasak kembali untuk suaminya.

Berbeda dengan kemarin-kemarin, kali ini Lalita hanya memasak bubur saja, sedangkan makan pagi Kakek biar disiapkan oleh koki dan pelayan rumah.

Setelah siap, Lalita kembali ke atas untuk melayani suaminya.

“Pak, mari sarapan,” katanya sambil membawa semangkuk bubur di tangan.

Dengan telaten Lalita menyuapi suaminya, Arga juga nampak menurut.

Usai makan, Lalita mengusap mulut suaminya dengan tisu tak lupa dia juga menyiapkan obat pria itu.

“Pak saya harus ke kantor, anda tidak apa-apa kan bila dirawat pelayan?” Wanita itu kembali menatap suaminya, berharap Sang suami tidak mempersulitnya pagi ini.

“Pergilah,” ujarnya yang membuat Lalita tersenyum senang.

Usai itu, Lalita segera menuju kamar mandi dan bersiap.

Semua persiapan telah selesai, dan sebelum berangkat wanita itu tak lupa berpamitan pada sang suami. “Pak saya berangkat dulu.”

Wanita itu nampak menjulurkan tangannya, sama seperti yang dia lakukan kepada Kakek dan juga ibunya.

Ragu-ragu Arga menjulurkan tangan pula, dan kemudian apa yang Lalita lakukan membuatnya merasakan sesuatu. Bahkan, ketika Lalita sudah pergi dari kamar, Arga masih menatap punggung tangannya yang dicium oleh sang istri.

Berangkat lebih siang, Lalita memilih menggunakan motor bututnya. Sebenarnya Kakek sudah meminta sopir untuk mengantarnya, tetapi wanita itu menolak.

Setibanya di kantor, seperti biasa Lalita ke loker ganti pakaian, kemudian mengambil peralatan kerjanya.

Tidak ada Arga membuat Lalita lebih santai, tidak perlu terlalu kerja keras dalam bersih-bersih, dia juga tidak perlu membuat kopi dan sebagainya.

Alhasil Lalita kembali ke ruang OB sangat cepat, bahkan wanita itu sempat memainkan ponsel miliknya, yang mana jika hari-hari biasa hal itu mustahil terjadi.

Salah satu teman sejawatnya merasa kesal karena ketika semua masih sibuk kerja Lalita malah santai-santai.

Tak terima dia segera mendatangi Lalita dan memintanya untuk membantu.

“Hey, Lalita. Daripada kamu cengar-cengar sendiri, lebih baik membantu aku membersihkan toilet!”

Lalita menoleh sekilas, “Bukannya tidak mau membantu, tapi, itu bukan pekerjaanku!” tolak Lalita dengan sopan dan tegas.

Tak terima permintaannya ditolak, temannya itu malah mengolok Lalita, “Dasar pemakan gaji buta!”

Sontak Lalita marah dengan temannya itu. Dia membela diri, hingga kemudian cekcok di antara mereka tak terhindarkan.

Akibat perbuatan mereka, kepala OB turun tangan langsung untuk menginterogasi keduanya. "Lalita! Bella! Apa-apaan kalian!!"

Untuk mendapatkan pembelaan dari kepala OB, Bella mengarang cerita epik bahkan dia memfitnah Lalita tidak melakukan pekerjaannya dengan baik ketika CEO tidak masuk atau tidak ada di kantor.

Alhasil, kepala OB terpedaya. Namun untungnya wanita paruh baya itu cukup bijak, dia tetap memberikan surat peringatan untuk keduanya dan sebagai sanksinya kedua OB itu dihukum setelah jam kerja selesai.

Mau tidak mau, Lalita menerima sanksi dari atasannya itu meski dia agak was-was karena Arga pasti marah apabila dirinya pulang telat.

Sepulang jam kerja, seharusnya Bella menyelesaikan hukumannya, justru kembali mencari masalah. Melihat Lalita yang sudah siap dan bahkan sudah mulai mengerjakan hukuman, Bella justru menghampirinya.

"Hey, gadis jelek! Bersihkan juga hukumanku! Aku sudah ada janji dengan pacarku."

Setelahnya, Bella melemparkan semua peralatan kebersihan miliknya pada Lalita. Semula, tentu saja Lalita ingin marah, akan tetapi, mengingat dia berpacu pada waktu, dia pun tidak punya pilihan lain.

Mengerjakan hukuman sendirian, hingga matahari tenggelam, Lalita masih belum selesai. Untunglah ada satpam yang tengah bertugas di jam malam, sehingga Lalita tidak takut.

Tepat pukul tujuh, wanita itu baru merampungkan pekerjaannya. Segera dia mengembalikan peralatan kerjanya lalu pulang.

Sesampainya di rumah, Lalita yang kelelahan merebahkan diri sejenak di sofa empuknya, tanpa memperdulikan sepasang mata yang menatapnya sedari dia masuk ke dalam kamar.

“Kenapa jam segini baru pulang?” Suara dingin Arga menusuk telinganya.

Dengan malas wanita itu bangkit, kemudian menatap sang suami yang duduk sambil bersandar di kepala tempat tidurnya. “Itu karena saya dihukum Pak.”

Arga mengerutkan alisnya, dihukum? Pikirnya.

“Apa yang kamu lakukan sehingga mendapatkan hukuman?” Entah mengapa pria itu penasaran dengan apa yang terjadi pada sang istri.

Lalita menghela nafas, kemudian menceritakan semua apa yang terjadi kepada suaminya. Melihat ekspresi datar Arga ketika dia bercerita kesulitannya hari ini, Lalita berdecak.

"Sepertinya percuma saja saya bercerita."

Arga tetap tidak merespons, tetapi pria itu justru memberikan perintah, “Siapkan makanan untukku."

“Sudah kuduga!” Dengan lemas dia mengiyakan perintah suaminya yang dianggap masih sakit itu. "Baiklah, Tuan Pemaksa."

Beberapa saat kemudian, Lalita kembali dengan makanan di tangannya, dia juga menyuapi sang suami.

“Pak apa masih sakit?” Wanita itu curiga pasalnya Arga terlihat segar bahkan dia tidak menunjukan ekspresi sakit sama sekali.

“Masih,” jawab Arga.

Arga sudah sembuh, tapi entah mengapa pria itu tidak mengatakan kesembuhannya kepada sang istri.

Lalita mengambilkan obat suaminya, kemudian dia kembali ke sofa untuk istirahat. Namun baru saja hendak duduk, Arga sudah memanggilnya kembali.

“Lalita.”

Wanita itu menoleh, “Ada apa Pak?”

“Terima kasih,” ucapnya lirih.

“Apa Pak?” Lalita melongo.

Rasanya tak mungkin pria arogan itu tahu arti terima kasih.

Namun karena terlalu gengsi Arga tidak menggubris pertanyaan Lalita. Pria itu justru terlihat sibuk dengan ponselnya.

Tanpa Lalita tahu, di balik kediaman Arga, pria itu tengah menghubungi asistennya.

“Cari tahu apa yang terjadi di divisi kebersihan hari ini.”

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Fenty Izzi
cihui...sedikit lagi......
goodnovel comment avatar
Elena
yang mulai penasaran sama istrinya
goodnovel comment avatar
Lano
Ya tuhan semoga bucin pake banget
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status