Sebelum Jovita berjalan keluar dari pintu Kediaman Dirgantara, dia menoleh dan melihat adegan ini, sehingga amarahnya hampir meledak!Atas dasar apa Pamela yang tumbuh di desa bisa mendapatkan kasih sayang dari Agam?!Awalnya, jika bukan karena gangguan Pamela, sekarang, orang yang bermanjaan dalam pelukan Agam adalah Jovita!'Tunggu saja. Masalah hari ini nggak akan berakhir seperti ini! Kalau aku nggak bisa hidup senang, jangan harap Pamela juga bisa hidup senang!' pikir Jovita....Agam menggendong Pamela ke lantai atas. Frida tersenyum sambil menatap mereka dari lantai bawah, dia pun tidak bisa menahan diri dari berkata dengan penuh emosi, "Memang benar, semua orang ada kelemahannya. Dulu, aku sama sekali nggak akan menyangka bahwa Agam juga bisa bersikap seperti ini!"Olivia mengangkat bahunya karena dia sudah lama terbiasa dengan hal itu!Selama ini, kakaknya tergila-gila dengan Pamela dan memang sudah berubah drastis.Pada saat ini, Tomi duduk di kursi roda sambil bergerak denga
Akhir-akhir ini, Pamela menyadari sebuah kebenaran, yaitu tidak boleh bersaing kekuasaan dengan pria di atas ranjang. Oleh karena itu, Pamela tidak menanggapi ucapan pria itu. Dia berkata, "Paman, jangan berulah lagi! Adsila masih menunggu panggilan dariku! Mungkin saja ada masalah mendesak. Cepat berdiri! Nanti, kita baru bahas urusanmu lagi."Kata-kata Pamela membuat pikiran Agam melayang-layang.Agam juga tidak ingin gadis ini memikirkan hal lain saat mereka sedang melakukannya. Dia pun berdiri dan melepaskan gadis ini untuk sementara.Pamela bergegas berdiri dan mencari ponselnya. Dia berlari ke kamar mandi dan mengunci pintunya, lalu menghubungi Adsila.Jika dia tidak mengunci pintu, Agam pasti akan masuk dan menyerangnya.Panggilan ini langsung terhubung. Suara Adsila terdengar sangat bersemangat, seakan-akan dia terus menunggu panggilan Pamela. "Bibi, tadi kamu ngapain? Aku sudah menghubungimu berkali-kali, tapi kamu nggak menerima panggilanku!""Aku meninggalkan ponselku di kam
Pamela tersipu oleh kata-kata penuh arti pria itu, "Agam, kamu ...."Agam mencondongkan badan menyentuh dahi Pamela sembari bertanya, "Aku kenapa? Hm?"Pamela memelototinya, "Kamu ... jangan keterlaluan! Kalau begini terus, aku benar-benar akan marah!" bentaknya.Pria itu mencium lembut ujung hidung Pamela, tangan besarnya menyentuh kepala kecil Pamela sembari berkata, "Baiklah, nggak aku ganggu lagi. Sana, ganti baju. Malam hari sangat dingin di luar, pakai yang tebal. Paman antar ke rumah Keluarga Andonis.""Gitu dong!" Pamela menghela napas, berjalan melewati pria itu menuju lemari pakaian untuk mengambil baju ganti.Saat hendak melepaskan kaus dan menggantinya dengan sweter, ketika bajunya terangkat sampai pinggang, dia merasakan seorang pria dalam kamar itu terus menatapnya.Pamela berbalik menatap Agam, dia mengerutkan kening berseru, "Paman, berbaliklah!""Segan amat?" komentar Agam, dia berdiri dengan malas, kedua tangan dalam saku celana, menatap Pamela sambil tersenyum.Mante
Adsila terkekeh sambil berkata, "Karena foto pernikahan kalian sudah keluar! Tante, foto pernikahan itu memang seharusnya diperlihatkan di upacara pernikahan, tapi upacara pernikahan kalian 'kan sudah lewat, sedangkan foto pernikahan baru menyusul. Jadi aku mengundang semua orang untuk melihatnya! Kalau nggak, sia-sia dong foto pernikahannya!"Sudut mulut Pamela terangkat.Sejak awal, pengambilan foto pernikahan memang bukan niat Pamela, Adsila yang menyeretnya. Tadinya Pamela berpikir boleh juga foto pernikahannya dijadikan kenang-kenangan, tak disangka malah diperlihatkan pada semua orang ....Derry yang duduk di sofa mengangkat tangan, melambai dengan malas sembari bercanda, "Agam, kamu dan Pamela selaku pemeran utama selalu datang paling lambat. Nggak bisa, kamu harus dihukum!"Agam berjalan mendekat, ikut duduk di sofa, kemudian menjawab, "Aku nggak senggang sepertimu!"Derry mengangkat bahu acuh tak acuh, kemudian berkata, "Iya, aku si jomblo, tentu banyak waktu senggang!"Eric m
Agam menatap dingin Derry yang banyak bicara, tapi tidak membantah, yang bisa dianggap sebagai persetujuan.Adsila yang lelet baru menyadari dan mengangguk sembari berkata, "Hm, benar juga! Menurutku juga Tante aslinya lebih cantik, dia bisa mengalahkan wanita cantik lain tanpa perlu riasan, pokoknya nggak terkalahkan!"Pamela mengernyitkan bibir, dia dibuat canggung oleh pujian berlebihan keponakannya ini.Masih ada beberapa gadis yang duduk di ruang tamu itu, entah mereka teman wanita yang dibawa Derry dan lainnya atau temannya Adsila.Sejak Pamela dan Agam masuk, mereka terus menatap Agam, juga mengamati wajah dan pakaian Pamela tanpa henti.Hari ini, Pamela datang bukan untuk memamerkan kecantikannya.Pamela bangkit, lalu berkata, "Kalian mengobrollah, aku tinggal dulu sebentar. Adsila, ayo kita ngobrol di kamarmu."Kebetulan ada yang mau Adsila bicarakan, dia mengangguk sembari berkata, "Iya, Tante, ayo ikut aku."Pamela mengikuti Adsila ke kamarnya.Adsila menarik sofa lesehannya
Adsila tertegun, dia mengerutkan kening kebingungan, lalu bertanya, "Kenapa?"Dia mengira Tante pasti akan mendukung hubungan barunya dan memberikan restu.Pamela menjawab, "Kalian nggak cocok, kalau kalian bersama, kamu akan terluka secara fisik dan mental."Adsila mengerutkan kening sambil berkata, "Tante, kok sepertinya kamu begitu berprasangka buruk pada Marlon? Dia menghargaimu sebagai keluarganya yang paling penting, kamu malah menganggapnya bajingan?"Pamela menghela napas, lalu berkata, "Aku bukan berprasangka buruk padanya, tapi memahami dia! Aku melihatnya sejak kecil, aku paling tahu dia orang seperti apa, pernah punya berapa wanita. Dia juga orang yang penting bagiku sebagai teman dan keluarga, tapi sama sekali bukan pasangan nikah yang baik."Adsila tercengang, dia berkedip tak percaya, lalu bertanya, "Apa dulu dia punya banyak wanita?"Pamela mengangguk, "Sangat banyak."Adsila bertanya lagi, "Kira-kira berapa banyak?"Pamela mencubit keningnya sembari menjawab, "Umurnya
Adsila tampak tercerahkan setelah mendengar tuturan Pamela, kemudian dia bertanya, "Tante, aku juga nggak tahu apa aku bisa melakukannya. Tapi aku sangat menyukai Marlon, aku nggak ingin menyerah .... Bisa nggak kamu ajari aku bagaimana cara melepaskan?"Pamela tak berdaya, mengetahui tak bisa menghentikannya lagi, dia menepuk pundak Adsila sembari berkata, "Kalau kamu begitu menyukainya, jangan takut terluka! Melepaskan perasaan itu tergantung pada diri sendiri, aku nggak bisa mengajarimu."Sebenarnya, bahkan Pamela sendiri ragu apa dirinya bisa melepaskan perasaannya."Sudahlah, ikuti saja kata hatimu."Setelah bicara, Pamela bangkit dari duduknya, bermaksud keluar untuk menelepon Marlon dan memarahinya habis-habisan.Sudah berkali-kali Pamela mengingatkan, jangan memprovokasi Adsila, sekarang Marlon malah melamarnya, jelas-jelas dia sengaja!Setelah keluar dari kamar, Pamela hendak mencari tempat yang tenang untuk menelepon, tapi dia justru melihat sosok pria tampan dan tinggi sedan
Karena Adsila selalu baik padanya dengan tulus, jadi dia tak tega melihat Adsila terluka.Setelah keluar dari kamar mandi, Pamela kembali ke ruang tamu untuk mencari Agam.Belum turun, Pamela sudah melihat adegan yang terjadi di ruang tamu ....Agam sudah mengganti tempat duduknya.Sebelum dia dan Adsila naik ke atas, Agam duduk sendirian di sofa tunggal. Sekarang, Agam duduk di tengah sofa yang bisa diduduki tiga orang, karena di sebelah kirinya ada teman baiknya, Eric. Sementara sebelah kanannya ada seorang wanita yang duduk dekat dengan Agam.Karena tempat duduk Agam sudah berubah, jadi bisa memastikan kalau tadi Agam ada naik ke atas, tapi dia turun lagi.Pamela menyipitkan matanya karena merasa tidak senang ketika melihat ada wanita yang dekat dengan prianya.Pamela berjalan ke sana dengan langkah pelan, sehingga tak ada yang menyadari dia sedang berjalan ke sana ....Wanita yang duduk di samping Agam mengeluarkan ponsel, lalu menarik napas untuk mengumpulkan nyalinya, baru mendek