Adsila terkekeh sambil berkata, "Karena foto pernikahan kalian sudah keluar! Tante, foto pernikahan itu memang seharusnya diperlihatkan di upacara pernikahan, tapi upacara pernikahan kalian 'kan sudah lewat, sedangkan foto pernikahan baru menyusul. Jadi aku mengundang semua orang untuk melihatnya! Kalau nggak, sia-sia dong foto pernikahannya!"Sudut mulut Pamela terangkat.Sejak awal, pengambilan foto pernikahan memang bukan niat Pamela, Adsila yang menyeretnya. Tadinya Pamela berpikir boleh juga foto pernikahannya dijadikan kenang-kenangan, tak disangka malah diperlihatkan pada semua orang ....Derry yang duduk di sofa mengangkat tangan, melambai dengan malas sembari bercanda, "Agam, kamu dan Pamela selaku pemeran utama selalu datang paling lambat. Nggak bisa, kamu harus dihukum!"Agam berjalan mendekat, ikut duduk di sofa, kemudian menjawab, "Aku nggak senggang sepertimu!"Derry mengangkat bahu acuh tak acuh, kemudian berkata, "Iya, aku si jomblo, tentu banyak waktu senggang!"Eric m
Agam menatap dingin Derry yang banyak bicara, tapi tidak membantah, yang bisa dianggap sebagai persetujuan.Adsila yang lelet baru menyadari dan mengangguk sembari berkata, "Hm, benar juga! Menurutku juga Tante aslinya lebih cantik, dia bisa mengalahkan wanita cantik lain tanpa perlu riasan, pokoknya nggak terkalahkan!"Pamela mengernyitkan bibir, dia dibuat canggung oleh pujian berlebihan keponakannya ini.Masih ada beberapa gadis yang duduk di ruang tamu itu, entah mereka teman wanita yang dibawa Derry dan lainnya atau temannya Adsila.Sejak Pamela dan Agam masuk, mereka terus menatap Agam, juga mengamati wajah dan pakaian Pamela tanpa henti.Hari ini, Pamela datang bukan untuk memamerkan kecantikannya.Pamela bangkit, lalu berkata, "Kalian mengobrollah, aku tinggal dulu sebentar. Adsila, ayo kita ngobrol di kamarmu."Kebetulan ada yang mau Adsila bicarakan, dia mengangguk sembari berkata, "Iya, Tante, ayo ikut aku."Pamela mengikuti Adsila ke kamarnya.Adsila menarik sofa lesehannya
Adsila tertegun, dia mengerutkan kening kebingungan, lalu bertanya, "Kenapa?"Dia mengira Tante pasti akan mendukung hubungan barunya dan memberikan restu.Pamela menjawab, "Kalian nggak cocok, kalau kalian bersama, kamu akan terluka secara fisik dan mental."Adsila mengerutkan kening sambil berkata, "Tante, kok sepertinya kamu begitu berprasangka buruk pada Marlon? Dia menghargaimu sebagai keluarganya yang paling penting, kamu malah menganggapnya bajingan?"Pamela menghela napas, lalu berkata, "Aku bukan berprasangka buruk padanya, tapi memahami dia! Aku melihatnya sejak kecil, aku paling tahu dia orang seperti apa, pernah punya berapa wanita. Dia juga orang yang penting bagiku sebagai teman dan keluarga, tapi sama sekali bukan pasangan nikah yang baik."Adsila tercengang, dia berkedip tak percaya, lalu bertanya, "Apa dulu dia punya banyak wanita?"Pamela mengangguk, "Sangat banyak."Adsila bertanya lagi, "Kira-kira berapa banyak?"Pamela mencubit keningnya sembari menjawab, "Umurnya
Adsila tampak tercerahkan setelah mendengar tuturan Pamela, kemudian dia bertanya, "Tante, aku juga nggak tahu apa aku bisa melakukannya. Tapi aku sangat menyukai Marlon, aku nggak ingin menyerah .... Bisa nggak kamu ajari aku bagaimana cara melepaskan?"Pamela tak berdaya, mengetahui tak bisa menghentikannya lagi, dia menepuk pundak Adsila sembari berkata, "Kalau kamu begitu menyukainya, jangan takut terluka! Melepaskan perasaan itu tergantung pada diri sendiri, aku nggak bisa mengajarimu."Sebenarnya, bahkan Pamela sendiri ragu apa dirinya bisa melepaskan perasaannya."Sudahlah, ikuti saja kata hatimu."Setelah bicara, Pamela bangkit dari duduknya, bermaksud keluar untuk menelepon Marlon dan memarahinya habis-habisan.Sudah berkali-kali Pamela mengingatkan, jangan memprovokasi Adsila, sekarang Marlon malah melamarnya, jelas-jelas dia sengaja!Setelah keluar dari kamar, Pamela hendak mencari tempat yang tenang untuk menelepon, tapi dia justru melihat sosok pria tampan dan tinggi sedan
Karena Adsila selalu baik padanya dengan tulus, jadi dia tak tega melihat Adsila terluka.Setelah keluar dari kamar mandi, Pamela kembali ke ruang tamu untuk mencari Agam.Belum turun, Pamela sudah melihat adegan yang terjadi di ruang tamu ....Agam sudah mengganti tempat duduknya.Sebelum dia dan Adsila naik ke atas, Agam duduk sendirian di sofa tunggal. Sekarang, Agam duduk di tengah sofa yang bisa diduduki tiga orang, karena di sebelah kirinya ada teman baiknya, Eric. Sementara sebelah kanannya ada seorang wanita yang duduk dekat dengan Agam.Karena tempat duduk Agam sudah berubah, jadi bisa memastikan kalau tadi Agam ada naik ke atas, tapi dia turun lagi.Pamela menyipitkan matanya karena merasa tidak senang ketika melihat ada wanita yang dekat dengan prianya.Pamela berjalan ke sana dengan langkah pelan, sehingga tak ada yang menyadari dia sedang berjalan ke sana ....Wanita yang duduk di samping Agam mengeluarkan ponsel, lalu menarik napas untuk mengumpulkan nyalinya, baru mendek
Pamela menguap. "Nggak apa-apa, aku lihat ada tempat kosong di sebelahmu dan lebih luas. Pak Andra nggak keberatan kalau aku duduk di sebelahmu, 'kan?"Andra tersenyum saat menjawab, "Aku tentu nggak keberatan, tapi mungkin ada yang keberatan."Andra mengangkat alis seraya menoleh ke arah Agam.Namun, Agam tidak mendongakkan kepala. Agam menopang dagu menggunakan satu tangan sambil melihat ponsel dengan santai.Pamela melirik Agam sekilas, lalu mengambil kue di meja dan makan.Film fiksi ilmiah yang entah dipilih oleh siapa sedang diputar di televisi, tetapi tidak ada yang menonton televisi.Pamela memiringkan badan, makan kue sambil menonton televisi, tetapi Pamela termenung.Derry duduk di sandaran tangan sofa, mengobrol dengan para gadis sambil tersenyum. Sesekali, Derry berbalik badan dan mengobrol dengan Eric.Suasana tampak harmonis, tetapi samar-samar menyiratkan ketegangan."Lala, aku sudah lihat albummu. Kamu sangat cantik kalau pakai gaun pengantin. Sayangnya, aku hanya bisa
Derry juga bertanya, "Pamela, apa berita-berita ini benar? Kalau benar, Perusahaan DirgantaraAndra juga menatap Pamela dengan penuh perhatian seraya bertanya, "Lala, apa kamu baik-baik saja?"Pamela tidak menjawab, melainkan menatap lurus pada Agam karena ingin melihat apa reaksinya. Akan tetapi, Agam tidak mendongakkan kepala dan tidak merespons apa pun.Menurut dugaan Pamela, mungkin ibu dan anak yang pergi ke rumah Keluarga Dirgantara untuk membuat onar hari ini tidak mendapat keuntungan sehingga "mengekspos" hal itu pada media.Mereka yang hanyalah rakyat jelata tidak mungkin bisa menimbulkan kehebohan di internet dan media dalam negeri tidak berani sembarangan merilis berita tentang Perusahaan Dirgantara. Pasti ada campur tangan dari pihak lain."Eh? Topik hangat sudah hilang!"Seorang gadis di ruang tamu tiba-tiba berseru.Gadis-gadis lain segera mengecek ponsel."Benaran hilang!""Aneh sekali! Topik hangat yang terkait tiba-tiba hilang semua!""Ya, aku nggak bisa menemukannya d
Agam memegang dagu Pamela dengan kasar dan bertanya, "Aku siapamu?"Pamela tidak bisa berkata-kata.Melihat Pamela terdiam, Agam bertanya lagi dengan suara tegas, "Jawab! Aku siapamu?"Pamela menjawab dengan ragu, "Kamu ... pacarku."Agam merapatkan bibir dan tersenyum sinis. "Kita pun sudah punya anak, tapi aku hanya pacar bagimu?"Pamela mengernyit karena hubungan mereka sulit dinilai.Agam memegang dagu Pamela, lalu tiba-tiba mendekat dan menggigit telinga Pamela. "Pamela, bukan begitu kamu panggil aku saat di ranjang!"Gigitan itu tidak sakit, tetapi wajah Pamela memerah karena malu. Pamela ingin mendorong Agam. "Agam, apa yang kamu lakukan?"Agam langsung memegang tangan Pamela di dadanya sehingga Pamela tidak dapat mendorongnya. Kemudian, Agam menatap mata Pamela seraya berkata, "Kamu pikir aku akan menyalahkanmu karena masalah kecil begini dan minta kamu ganti rugi? Pamela, kamu tetap menganggapku sebagai orang luar, tapi aku nggak!"Pamela tercengang. "Aku hanya nggak suka mere
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen