Eric bertanya lagi, "Siapa yang mengemudi?"Agam menoleh pada Adsila yang barusan memberi usulan berlutut di atas durian. "Sila.""Hadir!" Adsila bergegas mendekat.Agam langsung melemparkan kunci mobil pada Adsila.Adsila hanya minum jus hari ini, tidak berani minum bir karena ada Agam.Adsila mengambil kunci mobil dan memutar mata. "Paman baru akan kepikiran aku kalau ada hal begini!"Agam menyeletuk, "Jangan basa-basi. Di luar berangin, kemudikan mobil ke depan aula!""Oh!" Adsila dengan patuh berjalan ke luar membawa kunci mobil.Adsila sangat memaklumi kekhawatiran Agam bahwa Pamela akan kedinginan karena angin malam.Wah! Sungguh mengharukan! Tak disangka Agam yang cuek bisa menjadi begitu lembut dan perhatian setelah menemui cinta sejati!Sebelumnya, Adsila justru khawatir Agam akan melajang seumur hidup!Adsila mengemudikan mobil ke depan aula dan membunyikan klakson untuk mengingatkan orang-orang di dalam.Setelah mengangguk pada Eric dan yang lain, Agam merangkul Pamela seray
Pamela menguap dan berujar acuh tak acuh, "Kamu sendiri sudah bilang, itu anak adopsi, bukan anak kandung.""Setahuku, kamu yang memohon suamiku untuk menemanimu mengadopsi anak. Kamu juga bilang dia nggak perlu urus yang lain sesudah mengadopsi anak itu.""Secara logika, kamulah yang harus bertanggung jawab! Suamiku tetap bersedia untuk membantumu merawat anak itu karena baik hati, bukan karena tanggung jawab!""Nona Kalana nggak bisa menganggap kebaikan hati suamiku sebagai suatu hal yang sudah semestinya!"Kalana kalah dalam adu mulut sehingga berpura-pura ingin menangis seakan-akan baru saja dianiaya."Kak Pamela, aku hanya ... hanya ingin Agam tengok anak kami yang sedang sakit lagi. Kenapa kamu berbicara dengan ketus dan mengataiku seolah-olah aku adalah orang jahat?"Pamela tersenyum seraya maju, dengan erat memegang dagu Kalana yang berpura-pura kasihan."Aku ketus? Kalau berbicara dengan logis adalah ketus menurutmu, aku beri tahu sekali lagi dengan ketus. Mulai hari ini, kala
"Jadi, kalau kamu butuh bantuan di kemudian hari, cari aku saja, jangan langsung cari dia. Tanpa perlu aku beri tahu, Nona Kalana harusnya tahu mengapa perlu jaga jarak antara pria dan wanita."Nada bicara Pamela santai, tetapi ucapannya tak terbantahkan.Selain itu, Pamela dengan pengertian meraih satu tangan Kalana dan memakaikan gelang itu. "Sudah. Kalau Nona Kalana butuh bantuan, kamu bebas cari aku kapan saja. Kita sama-sama adalah wanita, lebih enak cari aku daripada cari dia!"Kalana terpaksa menerima keputusan Pamela yang terkesan sangat pengertian.Tak disangka Pamela akan bertindak seperti itu. Pamela memutuskan kesempatan bagi Kalana untuk menghubungi Agam secara pribadi lagi.Pamela sungguh licik!Pamela lelah setelah berbicara panjang lebar. Setelah memakaikan gelang ke tangan Kalana, Pamela merenggangkan tangan dan pinggang. "Ayo, Agam. Aku mengantuk, kita pulang dan tidur!"Agam yang tersenyum dari tadi pun menyahut. Pamela yang tegas sekaligus sopan sungguh imut!Selama
Kalana menatap Andra dengan tatapan polos. "Kak Andra suka Pamela, 'kan?"Andra terbengong di tempat. "Kenapa kamu berpikir begitu?"Kalana menjawab, "Saat aku baru turun, aku kebetulan lihat Kak Andra sedang lihat galeri foto di ponsel. Aku lihat Kak Andra khusus memotong gambar Pamela dan menyimpannya ke album rahasia. Kalau nggak suka Pamela, kenapa Kak Andra menyimpan gambar Pamela sendiri?"Andra tercengang, lalu mengaku, "Ya, aku memang suka Pamela, tapi dia sudah menikah. Apa boleh buat?"Kalana menggelengkan kepala. "Selama kamu cukup menyukainya, ada banyak solusinya! Kak Andra, ayo kita kerja sama!"Andra menatap Kalana dengan penuh minat seraya tersenyum. "Kerja sama? Kalana, kerja sama apa?"...Di dalam mobil.Di kursi depan, Adsila mengemudi sambil mendengarkan musik rock.Di kursi belakang, Agam masih menggenggam tangan Pamela sampai sekarang.Agam mengusap kepala Pamela dan berkata dengan nada seperti memuji anak kecil, "Tindakanmu bagus barusan, kamu membelaku."Pamela
Agam tertawa geli. "Hebat sekali? Mulai sekarang, akhirnya ada yang bisa melindungiku!"Pamela memelototi Agam. "Apa yang kamu tertawakan? Aku serius! Hanya aku yang boleh menganiaya suamiku!"Agam tercengang dan terhibur oleh Pamela yang protektif sehingga mencium Pamela. Agam menimang wajah Pamela seraya berkata dengan pelan, "Sudah, jangan khawatir, itu kejadian bertahun-tahun yang lalu. Aku baik-baik saja, nggak akan biarkan kamu jadi wanita janda."Ciuman mendadak itu membuat wajah Pamela memerah. Pamela membenamkan wajahnya ke dada Agam karena tersipu. "Aku serius, kenapa kamu tiba-tiba cium aku? Curang!"Agam tersenyum seraya mengelus kepala Pamela. "Maaf, aku akan berusaha tahan lain kali."Pamela terdiam.Pamela bersandar dalam pelukan Agam. Setelah kembali tenang, Pamela mulai memikirkan pedesaan di Kota Sinur yang disebut oleh Agam.Pamela juga pernah berkunjung ke sana.Waktu kecil, Pamela mengikuti Petapa Sujan pergi ke sana untuk mencari bahan obat berharga sehingga tingg
Pamela tersadarkan. Menatap wajah Agam yang makin terasa familier, Pamela merasa sungguh ajaib.Ternyata dia telah bertemu dengan Agam di tahun silam dan secara kebetulan menyelamatkan nyawa Agam!Pamela masih ingat bahwa Agam adalah pemuda yang berkulit putih dan kurus pada saat itu. Wajahnya pucat dan lesu karena terluka dan digigit ular berbisa, tetapi masih sangat tampan!Sekarang, Agam sudah menjadi dewasa, bugar dan beraura dingin.Tidak heran Pamela tidak dapat mengenali Agam sebelumnya!Agam mengernyit karena ditatapi Pamela. "Kenapa lihat aku? Ada sesuatu di mukaku?"Pamela mengedipkan mata, lalu mengangguk. "Ya, ada sesuatu!"Agam mengangkat alis seraya berucap, "Ada apa? Bantu aku buang."Pamela menggelengkan kepala. "Nggak bisa dibuang."Agam kebingungan. "Ada apa memangnya?"Pamela berkata dengan sungguh-sungguh, "Ketampanan!"Agam tercengang, lalu tertawa geli.Kemudian, Agam menempelkan hidungnya dengan hidung Pamela. "Benarkah? Kalau aku tampan, kamu nggak ingin cium ak
Sikap Agam yang tegas berubah dalam sekejap, menjadi lembut saat berbicara pada Pamela.Pamela menguap, lalu menjawab, "Dia nggak bisa, makanya harus belajar dan latihan. Kalau adikmu nggak bisa apa-apa, bisa jadi dia nggak dapat jodoh!"Agam mengangguk seraya mengusap kepala Pamela. "Ya, dia memang harus latihan."Dimas tidak bisa berkata-kata.Ternyata Agam begitu tidak memiliki pendirian.Agam menolehkan kepala dan senyumannya menghilang. Agam bertanya dengan suara dingin, "Di mana dia? Suruh dia ke sini!"Dimas menjawab dengan hormat, "Nona Olivia sedang cuci piring di dapur ...."Sebelum Dimas selesai berbicara, terdengar serangkaian suara piring pecah dari dapur yang memekakkan telinga!Dimas berkata lagi dengan waswas, "Aku panggil Nona Olivia!"Setelah berbicara, Dimas bergegas pergi ke dapur.Tak lama kemudian, Olivia berjalan keluar dari dapur dengan lesu dan gelisah. "Kakak sudah pulang?"Agam memicingkan mata saat menatap adiknya dan merasa sakit kepala. Agam menegur dengan
Pamela tersenyum sambil menatap Olivia yang tetap begitu menjengkelkan walau sudah diberi makan."Olivia, aku terpaksa mengakuimu sebagai adik ipar demi kakakmu sehingga nggak bisa memberimu pelajaran seperti memberi pelajaran pada orang luar. Tapi, jangan pikir aku nggak berani memberimu pelajaran!"Olivia merasa jengkel karena mendengar peringatan itu, lalu meletakkan sendok. "Hmph! Memberiku pelajaran? Kamu hanya bisa ancam aku dengan menyuruh kakakku mengusirku dari rumah, 'kan? Pamela, kamu bisa apa selain memanfaatkan kakakku?""Menyuruh kakakmu mengusirmu dari rumah adalah ide terburuk. Sebelum itu, aku punya ratusan cara untuk memberimu pelajaran.""Hahaha! Konyol sekali! Ratusan cara? Coba katakan apa saja ide bagus yang kamu punya, lihat aku takut atau nggak!"Pamela tersenyum. "Misalnya, tempel nilai rapormu dari kecil di papan buletin Universitas Padalamang, biar teman-temanmu tahu bagaimana cara kamu masuk ke Universitas Padalamang dengan memanfaatkan koneksi Keluarga Dirg
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen