Pamela tersadarkan. Menatap wajah Agam yang makin terasa familier, Pamela merasa sungguh ajaib.Ternyata dia telah bertemu dengan Agam di tahun silam dan secara kebetulan menyelamatkan nyawa Agam!Pamela masih ingat bahwa Agam adalah pemuda yang berkulit putih dan kurus pada saat itu. Wajahnya pucat dan lesu karena terluka dan digigit ular berbisa, tetapi masih sangat tampan!Sekarang, Agam sudah menjadi dewasa, bugar dan beraura dingin.Tidak heran Pamela tidak dapat mengenali Agam sebelumnya!Agam mengernyit karena ditatapi Pamela. "Kenapa lihat aku? Ada sesuatu di mukaku?"Pamela mengedipkan mata, lalu mengangguk. "Ya, ada sesuatu!"Agam mengangkat alis seraya berucap, "Ada apa? Bantu aku buang."Pamela menggelengkan kepala. "Nggak bisa dibuang."Agam kebingungan. "Ada apa memangnya?"Pamela berkata dengan sungguh-sungguh, "Ketampanan!"Agam tercengang, lalu tertawa geli.Kemudian, Agam menempelkan hidungnya dengan hidung Pamela. "Benarkah? Kalau aku tampan, kamu nggak ingin cium ak
Sikap Agam yang tegas berubah dalam sekejap, menjadi lembut saat berbicara pada Pamela.Pamela menguap, lalu menjawab, "Dia nggak bisa, makanya harus belajar dan latihan. Kalau adikmu nggak bisa apa-apa, bisa jadi dia nggak dapat jodoh!"Agam mengangguk seraya mengusap kepala Pamela. "Ya, dia memang harus latihan."Dimas tidak bisa berkata-kata.Ternyata Agam begitu tidak memiliki pendirian.Agam menolehkan kepala dan senyumannya menghilang. Agam bertanya dengan suara dingin, "Di mana dia? Suruh dia ke sini!"Dimas menjawab dengan hormat, "Nona Olivia sedang cuci piring di dapur ...."Sebelum Dimas selesai berbicara, terdengar serangkaian suara piring pecah dari dapur yang memekakkan telinga!Dimas berkata lagi dengan waswas, "Aku panggil Nona Olivia!"Setelah berbicara, Dimas bergegas pergi ke dapur.Tak lama kemudian, Olivia berjalan keluar dari dapur dengan lesu dan gelisah. "Kakak sudah pulang?"Agam memicingkan mata saat menatap adiknya dan merasa sakit kepala. Agam menegur dengan
Pamela tersenyum sambil menatap Olivia yang tetap begitu menjengkelkan walau sudah diberi makan."Olivia, aku terpaksa mengakuimu sebagai adik ipar demi kakakmu sehingga nggak bisa memberimu pelajaran seperti memberi pelajaran pada orang luar. Tapi, jangan pikir aku nggak berani memberimu pelajaran!"Olivia merasa jengkel karena mendengar peringatan itu, lalu meletakkan sendok. "Hmph! Memberiku pelajaran? Kamu hanya bisa ancam aku dengan menyuruh kakakku mengusirku dari rumah, 'kan? Pamela, kamu bisa apa selain memanfaatkan kakakku?""Menyuruh kakakmu mengusirmu dari rumah adalah ide terburuk. Sebelum itu, aku punya ratusan cara untuk memberimu pelajaran.""Hahaha! Konyol sekali! Ratusan cara? Coba katakan apa saja ide bagus yang kamu punya, lihat aku takut atau nggak!"Pamela tersenyum. "Misalnya, tempel nilai rapormu dari kecil di papan buletin Universitas Padalamang, biar teman-temanmu tahu bagaimana cara kamu masuk ke Universitas Padalamang dengan memanfaatkan koneksi Keluarga Dirg
Olivia menggerutu dengan sombong, "Cih, kamu sudah mempermainkan aku, nggak usah pura-pura baik hati."Pamela memandang sekeliling ruang tamu yang berantakan. "Aku suruh kamu bersih-bersih rumah hari ini karena kamu mencoba untuk menyuruhku melakukan hal yang sama. Sekarang kamu tahu itu nggak enak? Jangan memaksakan orang lain!"Ketegasan Olivia menurun, tetapi Olivia enggan mengalah karena harga diri. "Ka, kamu ... jangan ceramahi aku. Kamu pikir siapa kamu?"Pamela pun tidak marah. "Kamu umur berapa tahun ini?"Olivia memutar mata. "Dua puluh satu, kenapa?"Pamela berujar, "Hhmm, setahun lebih tua dariku, tapi masih meminta uang pada keluarga! Pada umumnya, orang seumuran kamu sudah magang dan bekerja."Olivia acuh tak acuh. "Aku nggak perlu bekerja seperti orang lain. Aku nggak kekurangan uang!"Pamela mengangguk. "Ya, dengan latar belakang keluargamu, kamu memang nggak perlu khawatir tentang kehidupan di masa depan. Tapi, kalau kamu sudah punya pacar, menurutmu apa yang akan dia s
Pamela menyeruput air hangat yang diantarkan oleh Dimas. "Kalau begitu, coba katakan kenapa kamu ingin Kalana jadi kakak iparmu."Olivia menjawab secara spontan, "Karena Kak Kalana cantik dan baik hati, dia baik padaku!"Cantik dan baik hati? Menurut Pamela, itu adalah istilah yang sangat konyol untuk menggambarkan Kalana."Hhmm, baik bagaimana?"Olivia langsung mengungkapkan kesukaannya pada Kalana. "Setiap kali lihat ada tas cantik, Kak Kalana selalu membelikan satu untukku! Kalau itu edisi terbatas, Kak Kalana pasti membelikannya untukku walau dia sendiri sangat suka. Intinya, orang miskin sepertimu nggak bisa dibandingkan dengan Kak Kalana!"Pamela mengangguk acuh tak acuh. "Aku memang nggak akan membelikan tas bermerek untukmu, aku sendiri juga nggak akan beli. Menurutku, barang-barang mewah seperti itu hanyalah jebakan pemasaran dan sebagian besar nggak setimpal dengan harganya."Olivia memutar mata dengan jijik. "Cih, dasar orang kampungan!"Pamela tersenyum. "Apa pernah terpiki
Pamela pun dipeluk dari belakang. Sebelum sempat memprotes, Pamela diputarbalik, lalu mencium wangi sabun dari Agam yang habis mandi.Agam mencondongkan tubuh ke arah lemari pakaian dan mencium Pamela dengan semangat."Uhm ...."Pamela mengira dirinya akan jatuh ke belakang karena dicium Agam, tetapi Agam menahan pinggang Pamela dengan lembut untuk melindunginya. Ciuman Agam penuh dengan asmara.Ketika akhirnya bisa bernapas, mata Pamela yang linglung menjadi berkaca-kaca. Pamela memprotes, "Agam, kamu bilang kamu nggak akan macam-macam hari ini!"Tatapan Agam sangat lembut. Agam agak terengah-engah saat berkata dengan suara rendah, "Nggak macam-macam, hanya cium."Saat Agam hendak mencium lagi, Pamela bergegas membekap mulut Agam. "Cukup, aku lelah."Agam mengernyit, lalu memindahkan tangan Pamela. "Kenapa?"Pamela memutar mata. "Nggak kenapa-napa. Lelah ya lelah!"Agam membelai pipi Pamela dengan tak berdaya. "Pamela, kenapa kamu nggak bisa nafsu padaku seperti aku nafsu padamu? Kena
Agam berjongkok sehingga lebih rendah daripada Pamela yang duduk di pinggir ranjang. Tatapannya pada Pamela sangat tulus dan penuh rasa cinta. "Nggak akan."Pamela bertanya lagi, "Kalau mereka ancam kamu harus berpisah denganku?"Agam tertawa. "Selain kamu, nggak ada bisa yang ancam aku."Pamela memprotes, "Aku bisa ancam kamu apa? Omongan pria memang nggak bisa dipercaya!"Agam tidak bercanda, melainkan berujar dengan serius, "Jujur saja, kalau dari awal tahu kamu adalah putri sulung Keluarga Yanuar, aku nggak akan cari kamu. Tapi sekarang aku nggak akan melepaskanmu, nggak akan pernah."Pamela tercengang. Melihat tatapan Agam yang penuh rasa cinta, Pamela tiba-tiba ingin mencium mata Agam.Pamela tahu jika dia mencium mata Agam, itu tidak hanya sebatas ciuman saja!Jadi, Pamela menahan diri. "Uhm, Agam, aku sudah beri tahu kamu. Aku pergi mandi dulu."Agam bertanya dengan suara lembut, "Kamu sudah lelah, 'kan? Bagaimana kalau aku mandikan?"Pamela mengernyit dan menatap Agam dengan p
Johan berdeham canggung karena isi pikirannya ketahuan. "Bukan, bukan. Kakek ingin ajak kamu makan di rumah karena mau mengungkapkan rasa terima kasih padamu. Nenek Anisa juga ingin ketemu kamu dan berterima kasih padamu karena telah menyelamatkanku!"Pamela berpikir sejenak. "Jam berapa?"Johan segera menjawab, "Terserah jam berapa hari ini."Jika pergi ke rumah Keluarga Yanuar di pagi hari, Jason tidak berada di rumah, sedangkan Kalana sibuk merawat anaknya yang sakit. Dia mungkin berkesempatan untuk menyelidiki kasus tuduhan ibunya di tahun silam.Jadi, Pamela mengiakan dan berkata, "Kakek Johan, kalian nggak perlu berterima kasih padaku. Tapi karena kalian antusias untuk mengajakku datang, nggak sopan kalau aku tolak terus. Aku akan pergi untuk menengok kalian."Johan pun bergembira. "Bagus, baguslah! Kakek akan kirim mobil ke rumah Keluarga Dirgantara untuk jemput kamu."Pamela menyanggupi, "Ya, oke."Setelah menutup telepon, Pamela melihat pesan yang dikirim oleh Agam tadi pagi: