Pamela pun dipeluk dari belakang. Sebelum sempat memprotes, Pamela diputarbalik, lalu mencium wangi sabun dari Agam yang habis mandi.Agam mencondongkan tubuh ke arah lemari pakaian dan mencium Pamela dengan semangat."Uhm ...."Pamela mengira dirinya akan jatuh ke belakang karena dicium Agam, tetapi Agam menahan pinggang Pamela dengan lembut untuk melindunginya. Ciuman Agam penuh dengan asmara.Ketika akhirnya bisa bernapas, mata Pamela yang linglung menjadi berkaca-kaca. Pamela memprotes, "Agam, kamu bilang kamu nggak akan macam-macam hari ini!"Tatapan Agam sangat lembut. Agam agak terengah-engah saat berkata dengan suara rendah, "Nggak macam-macam, hanya cium."Saat Agam hendak mencium lagi, Pamela bergegas membekap mulut Agam. "Cukup, aku lelah."Agam mengernyit, lalu memindahkan tangan Pamela. "Kenapa?"Pamela memutar mata. "Nggak kenapa-napa. Lelah ya lelah!"Agam membelai pipi Pamela dengan tak berdaya. "Pamela, kenapa kamu nggak bisa nafsu padaku seperti aku nafsu padamu? Kena
Agam berjongkok sehingga lebih rendah daripada Pamela yang duduk di pinggir ranjang. Tatapannya pada Pamela sangat tulus dan penuh rasa cinta. "Nggak akan."Pamela bertanya lagi, "Kalau mereka ancam kamu harus berpisah denganku?"Agam tertawa. "Selain kamu, nggak ada bisa yang ancam aku."Pamela memprotes, "Aku bisa ancam kamu apa? Omongan pria memang nggak bisa dipercaya!"Agam tidak bercanda, melainkan berujar dengan serius, "Jujur saja, kalau dari awal tahu kamu adalah putri sulung Keluarga Yanuar, aku nggak akan cari kamu. Tapi sekarang aku nggak akan melepaskanmu, nggak akan pernah."Pamela tercengang. Melihat tatapan Agam yang penuh rasa cinta, Pamela tiba-tiba ingin mencium mata Agam.Pamela tahu jika dia mencium mata Agam, itu tidak hanya sebatas ciuman saja!Jadi, Pamela menahan diri. "Uhm, Agam, aku sudah beri tahu kamu. Aku pergi mandi dulu."Agam bertanya dengan suara lembut, "Kamu sudah lelah, 'kan? Bagaimana kalau aku mandikan?"Pamela mengernyit dan menatap Agam dengan p
Johan berdeham canggung karena isi pikirannya ketahuan. "Bukan, bukan. Kakek ingin ajak kamu makan di rumah karena mau mengungkapkan rasa terima kasih padamu. Nenek Anisa juga ingin ketemu kamu dan berterima kasih padamu karena telah menyelamatkanku!"Pamela berpikir sejenak. "Jam berapa?"Johan segera menjawab, "Terserah jam berapa hari ini."Jika pergi ke rumah Keluarga Yanuar di pagi hari, Jason tidak berada di rumah, sedangkan Kalana sibuk merawat anaknya yang sakit. Dia mungkin berkesempatan untuk menyelidiki kasus tuduhan ibunya di tahun silam.Jadi, Pamela mengiakan dan berkata, "Kakek Johan, kalian nggak perlu berterima kasih padaku. Tapi karena kalian antusias untuk mengajakku datang, nggak sopan kalau aku tolak terus. Aku akan pergi untuk menengok kalian."Johan pun bergembira. "Bagus, baguslah! Kakek akan kirim mobil ke rumah Keluarga Dirgantara untuk jemput kamu."Pamela menyanggupi, "Ya, oke."Setelah menutup telepon, Pamela melihat pesan yang dikirim oleh Agam tadi pagi:
Di rumah Keluarga Yanuar.Heru, pengurus rumah Keluarga Yanuar, diperintahkan oleh tuan rumah agar menunggu di depan pintu bersama para pelayan untuk menyambut tamu.Begitu mobil berhenti, Pamela hendak membuka pintu dan keluar. Namun, Heru langsung membukakan pintu dan membungkuk hormat. "Nona Pamela, selamat datang. Pak Johan sedang menunggu di dalam."Pamela tidak bisa berkata-kata.Pamela sungguh tidak terbiasa menghadapi sambutan meriah seperti itu.Pamela mengikuti Heru ke ruang tamu. Johan yang sedang minum langsung meletakkan cangkir ke meja dan tersenyum girang. "Pamela sudah datang? Ayo duduk!"Pamela berjalan ke sana dan berucap dengan sopan, "Kakek Johan sebenarnya nggak perlu menyuruh orang menyambutku di depan pintu. Aku hanya datang untuk menengok Kakek Johan."Johan sangat ramah, tetapi juga keras kepala seperti orang lansia pada umumnya. "Penyelamat hidupku datang, mana bisa nggak disambut? Tentu saja harus disambut dengan meriah! Pamela, jangan sungkan dengan Kakek, a
Pamela menggeleng dengan rendah hati. "Itu bukan apa-apa, Kakek Johan terlalu memujiku."Anisa sangat menyukai gadis yang sopan dan rendah hati itu. Mandi bertanya sambil tersenyum ramah, "Pamela, Nenek mau tanya, berapa umurmu?"Pamela menjawab, "Dua puluh."Anisa merenung sambil menghitung dengan jarinya. Kemudian, Anisa bertanya lagi, "Di bulan berapa?"Pamela tertegun sejenak dan timbul kewaspadaan dalam hati. Mengapa Anisa tiba-tiba menanyakan bulan kelahirannya? Mungkinkah Anisa menyadari sesuatu?Setelah dipikir-pikir, Pamela menjawab dengan tenang, "Sejak nggak ada ibuku, nggak ada yang rayakan ulang tahunku lagi. Aku juga nggak tahu di bulan berapa."Kecurigaan dalam tatapan Anisa makin kuat. "Nak, ibumu sudah nggak ada saat kamu masih kecil? Ibumu meninggal atau pergi ke tempat lain dan nggak pulang?"Pamela terdiam dan ekspresinya menjadi suram.Pertanyaan Anisa membuat Pamela merasa jengkel. Mengapa dia sudah kehilangan ibu di usia kecil?Bukankah karena ketidakpercayaan Ke
"Tuan Muda, gawat!"Karlo buru-buru masuk ke kamar sehingga mengganggu Justin yang sedang mengerjakan soal latihan dengan galau. Justin menyeletuk dengan jengkel, "Ada apa? Karlo, kalau kamu teriak-teriak lagi, kupukul kamu!"Karlo berseru, "Tuan Muda, ini serius! Aku baru saja lihat ada tamu yang datang. Pak Johan dan Nyonya Anisa menyambutnya dengan antusias!"Justin makin kesal. "Memangnya kenapa? Selalu ada tamu yang datang, pasti teman-teman Kakek dan Nenek. Wajar sekali!"Karlo menggelengkan kepala. "Bukan! Kali ini bukan teman Pak Johan dan Nyonya Anisa, tapi seorang gadis muda. Tuan Muda juga kenal!"Justin mengernyit. "Gadis muda? Aku juga kenal? Siapa? Karlo, bisa nggak kamu langsung katakan semuanya?"Karlo berucap, "Itu Nyonya Pamela yang selalu Tuan Muda targetkan sebelumnya!"Justin meletakkan pensil dan mendongak dengan kaget. "Pamela?"Karlo mengangguk. "Ya, Pamela Alister! Tuan Muda nggak merasa ada yang aneh? Sudah bertahun-tahun Keluarga Yanuar dan Dirgantara nggak a
Johan mengangguk. "Baiklah. Pamela, kamu jalan-jalan sendiri dulu. Kalau sudah lelah, cari Kakek!"Pamela mengiakan, "Ya, baik!"Kemudian, pelayan membawa Johan ke mobil listrik di samping untuk segera kembali ke rumah dan minum obat.Setelah Johan pergi, Pamela menoleh pada bebungaan di depan.Unik sekali bunga itu. Pamela lupa menanyakan apa jenis bunga itu kepada Johan.Pamela berjalan ke arah bebungaan dan membungkuk untuk mencium aroma bunga. Di tengah wangi semerbak, ada sedikit bau asam yang aneh.Ternyata bunga secantik itu bau?Pamela yang merenung dikejutkan oleh seorang pria paruh baya yang tiba-tiba muncul di tengah bebungaan!Pria paruh baya itu berdiri tegak di tengah bebungaan. Kedua tangannya kotor dan banyak pasir.Pamela mundur secara refleks dan menatap pria itu dengan kaget!Pria paruh baya tersenyum. "Maaf membuatmu kaget, aku sedang memupuk bunga barusan."Pria itu berjalan menuju keran air di dekat bebungaan untuk mencuci tangan. "Kamu tamu hari ini?"Pamela meng
Bulan?Nama bunga ini sangat indah.Warna bunga ini memang mirip rembulan di malam hari.Pamela tidak pernah mendengar jenis bunga itu, mungkin sangat langka.Pamela melamun sesaat saat melihat bebungaan itu. Kemudian, Pamela bertanya dengan heran, "Kenapa Tuan Marko memupuk bunga sendiri? Harusnya ada tukang kebun, 'kan?"Marko menjawab, "Ini bunga kesukaan istriku. Bunga ini sulit dirawat karena memiliki persyaratan tertentu terhadap suhu, kelembapan dan kondisi tanah. Aku nggak memercayakan orang lain untuk merawatnya."Istri?Hmph! Istri Marko sekarang adalah ibunya Kalana!Pria bajingan ini telah mengkhianati istri pertama, tetapi begitu menyayangi bunga kesukaan istri sekarang, sungguh ironis!Jangan-jangan Marko berpikir hal itu akan membuatnya terlihat setia?Munafik!Teringat pada tuduhan, pengkhianatan dan pengkhianatan yang mungkin telah dialami oleh Ibu di rumah Keluarga Yanuar, Pamela kesulitan untuk mengendalikan perasaan.Terlepas dari yang lain, Marko adalah pria yang p
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen