"Jadi, kalau kamu butuh bantuan di kemudian hari, cari aku saja, jangan langsung cari dia. Tanpa perlu aku beri tahu, Nona Kalana harusnya tahu mengapa perlu jaga jarak antara pria dan wanita."Nada bicara Pamela santai, tetapi ucapannya tak terbantahkan.Selain itu, Pamela dengan pengertian meraih satu tangan Kalana dan memakaikan gelang itu. "Sudah. Kalau Nona Kalana butuh bantuan, kamu bebas cari aku kapan saja. Kita sama-sama adalah wanita, lebih enak cari aku daripada cari dia!"Kalana terpaksa menerima keputusan Pamela yang terkesan sangat pengertian.Tak disangka Pamela akan bertindak seperti itu. Pamela memutuskan kesempatan bagi Kalana untuk menghubungi Agam secara pribadi lagi.Pamela sungguh licik!Pamela lelah setelah berbicara panjang lebar. Setelah memakaikan gelang ke tangan Kalana, Pamela merenggangkan tangan dan pinggang. "Ayo, Agam. Aku mengantuk, kita pulang dan tidur!"Agam yang tersenyum dari tadi pun menyahut. Pamela yang tegas sekaligus sopan sungguh imut!Selama
Kalana menatap Andra dengan tatapan polos. "Kak Andra suka Pamela, 'kan?"Andra terbengong di tempat. "Kenapa kamu berpikir begitu?"Kalana menjawab, "Saat aku baru turun, aku kebetulan lihat Kak Andra sedang lihat galeri foto di ponsel. Aku lihat Kak Andra khusus memotong gambar Pamela dan menyimpannya ke album rahasia. Kalau nggak suka Pamela, kenapa Kak Andra menyimpan gambar Pamela sendiri?"Andra tercengang, lalu mengaku, "Ya, aku memang suka Pamela, tapi dia sudah menikah. Apa boleh buat?"Kalana menggelengkan kepala. "Selama kamu cukup menyukainya, ada banyak solusinya! Kak Andra, ayo kita kerja sama!"Andra menatap Kalana dengan penuh minat seraya tersenyum. "Kerja sama? Kalana, kerja sama apa?"...Di dalam mobil.Di kursi depan, Adsila mengemudi sambil mendengarkan musik rock.Di kursi belakang, Agam masih menggenggam tangan Pamela sampai sekarang.Agam mengusap kepala Pamela dan berkata dengan nada seperti memuji anak kecil, "Tindakanmu bagus barusan, kamu membelaku."Pamela
Agam tertawa geli. "Hebat sekali? Mulai sekarang, akhirnya ada yang bisa melindungiku!"Pamela memelototi Agam. "Apa yang kamu tertawakan? Aku serius! Hanya aku yang boleh menganiaya suamiku!"Agam tercengang dan terhibur oleh Pamela yang protektif sehingga mencium Pamela. Agam menimang wajah Pamela seraya berkata dengan pelan, "Sudah, jangan khawatir, itu kejadian bertahun-tahun yang lalu. Aku baik-baik saja, nggak akan biarkan kamu jadi wanita janda."Ciuman mendadak itu membuat wajah Pamela memerah. Pamela membenamkan wajahnya ke dada Agam karena tersipu. "Aku serius, kenapa kamu tiba-tiba cium aku? Curang!"Agam tersenyum seraya mengelus kepala Pamela. "Maaf, aku akan berusaha tahan lain kali."Pamela terdiam.Pamela bersandar dalam pelukan Agam. Setelah kembali tenang, Pamela mulai memikirkan pedesaan di Kota Sinur yang disebut oleh Agam.Pamela juga pernah berkunjung ke sana.Waktu kecil, Pamela mengikuti Petapa Sujan pergi ke sana untuk mencari bahan obat berharga sehingga tingg
Pamela tersadarkan. Menatap wajah Agam yang makin terasa familier, Pamela merasa sungguh ajaib.Ternyata dia telah bertemu dengan Agam di tahun silam dan secara kebetulan menyelamatkan nyawa Agam!Pamela masih ingat bahwa Agam adalah pemuda yang berkulit putih dan kurus pada saat itu. Wajahnya pucat dan lesu karena terluka dan digigit ular berbisa, tetapi masih sangat tampan!Sekarang, Agam sudah menjadi dewasa, bugar dan beraura dingin.Tidak heran Pamela tidak dapat mengenali Agam sebelumnya!Agam mengernyit karena ditatapi Pamela. "Kenapa lihat aku? Ada sesuatu di mukaku?"Pamela mengedipkan mata, lalu mengangguk. "Ya, ada sesuatu!"Agam mengangkat alis seraya berucap, "Ada apa? Bantu aku buang."Pamela menggelengkan kepala. "Nggak bisa dibuang."Agam kebingungan. "Ada apa memangnya?"Pamela berkata dengan sungguh-sungguh, "Ketampanan!"Agam tercengang, lalu tertawa geli.Kemudian, Agam menempelkan hidungnya dengan hidung Pamela. "Benarkah? Kalau aku tampan, kamu nggak ingin cium ak
Sikap Agam yang tegas berubah dalam sekejap, menjadi lembut saat berbicara pada Pamela.Pamela menguap, lalu menjawab, "Dia nggak bisa, makanya harus belajar dan latihan. Kalau adikmu nggak bisa apa-apa, bisa jadi dia nggak dapat jodoh!"Agam mengangguk seraya mengusap kepala Pamela. "Ya, dia memang harus latihan."Dimas tidak bisa berkata-kata.Ternyata Agam begitu tidak memiliki pendirian.Agam menolehkan kepala dan senyumannya menghilang. Agam bertanya dengan suara dingin, "Di mana dia? Suruh dia ke sini!"Dimas menjawab dengan hormat, "Nona Olivia sedang cuci piring di dapur ...."Sebelum Dimas selesai berbicara, terdengar serangkaian suara piring pecah dari dapur yang memekakkan telinga!Dimas berkata lagi dengan waswas, "Aku panggil Nona Olivia!"Setelah berbicara, Dimas bergegas pergi ke dapur.Tak lama kemudian, Olivia berjalan keluar dari dapur dengan lesu dan gelisah. "Kakak sudah pulang?"Agam memicingkan mata saat menatap adiknya dan merasa sakit kepala. Agam menegur dengan
Pamela tersenyum sambil menatap Olivia yang tetap begitu menjengkelkan walau sudah diberi makan."Olivia, aku terpaksa mengakuimu sebagai adik ipar demi kakakmu sehingga nggak bisa memberimu pelajaran seperti memberi pelajaran pada orang luar. Tapi, jangan pikir aku nggak berani memberimu pelajaran!"Olivia merasa jengkel karena mendengar peringatan itu, lalu meletakkan sendok. "Hmph! Memberiku pelajaran? Kamu hanya bisa ancam aku dengan menyuruh kakakku mengusirku dari rumah, 'kan? Pamela, kamu bisa apa selain memanfaatkan kakakku?""Menyuruh kakakmu mengusirmu dari rumah adalah ide terburuk. Sebelum itu, aku punya ratusan cara untuk memberimu pelajaran.""Hahaha! Konyol sekali! Ratusan cara? Coba katakan apa saja ide bagus yang kamu punya, lihat aku takut atau nggak!"Pamela tersenyum. "Misalnya, tempel nilai rapormu dari kecil di papan buletin Universitas Padalamang, biar teman-temanmu tahu bagaimana cara kamu masuk ke Universitas Padalamang dengan memanfaatkan koneksi Keluarga Dirg
Olivia menggerutu dengan sombong, "Cih, kamu sudah mempermainkan aku, nggak usah pura-pura baik hati."Pamela memandang sekeliling ruang tamu yang berantakan. "Aku suruh kamu bersih-bersih rumah hari ini karena kamu mencoba untuk menyuruhku melakukan hal yang sama. Sekarang kamu tahu itu nggak enak? Jangan memaksakan orang lain!"Ketegasan Olivia menurun, tetapi Olivia enggan mengalah karena harga diri. "Ka, kamu ... jangan ceramahi aku. Kamu pikir siapa kamu?"Pamela pun tidak marah. "Kamu umur berapa tahun ini?"Olivia memutar mata. "Dua puluh satu, kenapa?"Pamela berujar, "Hhmm, setahun lebih tua dariku, tapi masih meminta uang pada keluarga! Pada umumnya, orang seumuran kamu sudah magang dan bekerja."Olivia acuh tak acuh. "Aku nggak perlu bekerja seperti orang lain. Aku nggak kekurangan uang!"Pamela mengangguk. "Ya, dengan latar belakang keluargamu, kamu memang nggak perlu khawatir tentang kehidupan di masa depan. Tapi, kalau kamu sudah punya pacar, menurutmu apa yang akan dia s
Pamela menyeruput air hangat yang diantarkan oleh Dimas. "Kalau begitu, coba katakan kenapa kamu ingin Kalana jadi kakak iparmu."Olivia menjawab secara spontan, "Karena Kak Kalana cantik dan baik hati, dia baik padaku!"Cantik dan baik hati? Menurut Pamela, itu adalah istilah yang sangat konyol untuk menggambarkan Kalana."Hhmm, baik bagaimana?"Olivia langsung mengungkapkan kesukaannya pada Kalana. "Setiap kali lihat ada tas cantik, Kak Kalana selalu membelikan satu untukku! Kalau itu edisi terbatas, Kak Kalana pasti membelikannya untukku walau dia sendiri sangat suka. Intinya, orang miskin sepertimu nggak bisa dibandingkan dengan Kak Kalana!"Pamela mengangguk acuh tak acuh. "Aku memang nggak akan membelikan tas bermerek untukmu, aku sendiri juga nggak akan beli. Menurutku, barang-barang mewah seperti itu hanyalah jebakan pemasaran dan sebagian besar nggak setimpal dengan harganya."Olivia memutar mata dengan jijik. "Cih, dasar orang kampungan!"Pamela tersenyum. "Apa pernah terpiki