Pamela juga sama sekali tidak khawatir Wulan dan Jovita akan merusak lukisan ibunya.Pertama, Wulan dan Jovita tidak tahu bahwa Berenice adalah ibunya karena Darius menjaga rahasia ini dengan sangat baik.Kedua, kalaupun mereka mengetahuinya, mereka juga tidak bisa melakukan apa pun pada lukisan ibunya.Meskipun kedua orang itu tidak menyukai keberadaan ibunya, mereka tergila-gila dengan uang. Mereka tentu saja akan sangat menghargai lukisan seharga 100 miliar itu....Setelah keluar dari kediaman Keluarga Alister, Pamela berjalan sendirian ke terminal bus terdekat dan menunggu bus untuk pulang ke kediaman Keluarga Dirgantara.Pada saat ini, sebuah mobil Mercedes-Benz melaju secara perlahan dan berhenti di hadapannya.Itu mobilnya Agam!Wah, bagaimana dia bisa bertemu dengan Agam di luar?! Apakah ini namanya jodoh?Ervin turun dari jok penumpang dan membuka pintu belakang mobil untuk Pamela sambil berkata dengan sopan, "Nona Pamela, silakan naik mobil. Pak Agam memintaku untuk datang m
Di depan pintu restoran hot pot.Agam turun dari mobil dan berjalan memasuki restoran itu bersama Pamela ....Ervin berdiri di samping mobil dengan hormat sambil memandang sosok Agam dengan tatapan tidak percaya.Setelah Pamela mengusulkan untuk makan hot pot, dia hanya menelepon Agam sebagai sebuah formalitas. Namun, dia tidak menyangka bahwa Agam malah benar-benar setuju untuk membatalkan reservasi di restoran barat dan pergi makan hot pot dengan Pamela.Sikap Agam terhadap Pamela memang agak berbeda.Namun, seharusnya Agam tidak terbiasa dengan makanan seperti ini, deh?...Di dalam restoran, udaranya dipenuhi dengan aroma kuah pedas.Pamela duduk di dekat jendela sambil memesan makanan yang dia inginkan. Kemudian, dengan sangat natural, dia mengangkat kepalanya dan bertanya, "Paman bisa makan pedas?"Agam yang duduk di hadapannya mengangguk dengan cuek dan menjawab, "Bisa."Pamela pun memesan dua kuah yang pedas.Di restoran ini, jarak antara satu meja ke meja lainnya sangat dekat,
Adsila menatap Pamela dengan tatapan hormat dan kagum sambil berkata, "Bibi, idolaku, ternyata hanya kamu yang bisa membuat pamanku lebih merendah dan mencoba makanan manusia!"Pamela hanya tersenyum paksa.Bukan dia yang hebat, tetapi Agam memerlukannya untuk bersandiwara bahwa mereka saling mencintai di hadapan Frida, jadi Agam berbelas kasih dan mentraktirnya makan.Agam menatap Adsila dengan tatapan dingin dan berkata, "Bukankah aku menyuruhmu untuk introspeksi diri di rumah? Siapa yang mengizinkanmu keluar?"Adsila mengerutkan bibirnya dan menjulurkan lidahnya, lalu berkata, "Aku nggak mau introspeksi diri! Aku diselingkuhi dan gagal menikah, jadi aku sudah cukup sedih! Kenapa Paman masih tega menyuruhku introspeksi diri di rumah?!"Agam tidak menghiraukan gadis itu, dia mengangkat kepalanya dan melihat wanita dengan rambut bergelombang dan pemuda yang berada di samping.Justin menatap Agam dengan tatapan penuh rasa hormat dan menyapa Agam. "Kak Agam."Agam sedikit menundukkan kep
"Bibi, aku juga mau ikut!" Adsila berdiri dan ingin pergi dengan Pamela, tetapi Justin malah meletakkan kakinya di atas kursi dan sengaja menghalangi jalan Adsila.Adsila pun memarahinya dengan kesal, "Justin, kamu gila, ya?! Minggir sana!"Justin tersenyum dengan usil sambil berkata, "Kamu mau lewat sini? Kalau begitu, coba lompat!"Adsila menjulingkan matanya dan berkata, "Paman, lihat dia ...."Agam mengalihkan tatapannya dari punggung Pamela, lalu menatap kedua orang ini dengan tatapan dingin. Mereka pun langsung terdiam....Di kamar mandi.Pamela keluar dari kamar mandi dan pergi mencuci tangannya.Melihatnya keluar, Stevi berjalan menghampiri Pamela dan menyodorkan jaket yang baru dia lepas pada Pamela. Dia berkata dengan agak malu, "Pamela, bisa bantu pegang jaketku sebentar, nggak? Aku baru sadar, kamar mandi di sini nggak ada gantungannya."Pamela menganggukkan kepalanya dan mengelap tangannya dengan tisu, lalu mengambil jaket Stevi.Tidak lama kemudian, Stevi juga keluar dar
Adsila merasa bersimpati, dia pun berkata, "Apa? Kalau begitu, jangan khawatir, biar kami bantu cari lagi!"Pamela memicingkan matanya, dia tiba-tiba merasakan firasat buruk.Justin juga ikut mencari. Tiba-tiba, dia teringat akan sesuatu. Dia pun menatap Pamela dengan tatapan curiga dan bertanya, "Hei! Tadi, kamu yang membawa jaket Kak Stevi kembali, 'kan?"Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Benar, terus kenapa?"Tatapan Justin tampak menghina. "Kalau begitu, cepat kembalikan jam tangan Kak Stevi!" katanya.Dengan ekspresi datar, Pamela membalas, "Aku nggak mengambilnya, apa yang harus kukembalikan?"Justin langsung meraih lengan Pamela, seakan-akan Pamela adalah pencuri dan dia takut Pamela akan melarikan diri. "Dari awal sampai sekarang, hanya kamu yang menyentuh jaket Kak Stevi. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang mengambilnya?!"Pamela tetap berkata dengan sangat tenang, "Saat kami pergi ke kamar mandi, dialah yang meminta bantuanku untuk memegang jaketnya sebentar, jadi ak
Jika Agam bertanya seperti ini, apakah Agam juga mencurigai Pamela seperti Justin dan yang lainnya?Jika dipikir-pikir, Pamela dan Agam memang hanya pasangan suami istri palsu, jadi tidak ada yang namanya kepercayaan di antara mereka.Pamela merasa agak kecewa, tetapi dia tidak terlalu memasukkannya ke dalam hati. Dia menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan tenang, "Bukan aku."Wajah Agam yang dingin tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia hanya berkata dengan cuek, "Kalau begitu, ayo jalan."Aroma makanan yang kuat membuat pria ini tidak ingin berlama-lama di dalam restoran ini.Melihat mereka hendak pergi begitu saja, Justin tercengang. Dia pun mengernyit.Dia tidak bisa menerima kesimpulan seperti ini. Dia membentangkan kedua tangannya dan mengadang di hadapan Agam yang hendak pergi. "Kak Agam, dia sudah tertangkap basah. Kenapa kamu malah memercayainya?!" seru Justin.Agam memicingkan matanya dan berkata, "Bukankah barangnya nggak hilang? Jadi, menurutmu, apa lagi yang harus di
Agam sedikit memicingkan matanya dan berkata, "Kalau memang barang itu begitu berharga, kenapa kamu memberikannya pada orang lain segampang itu? Kalau sudah diberikan pada orang lain, apa pun yang dilakukan orang itu, itu haknya."Mendengar ucapan Agam, ekspresi Stevi menjadi sangat masam ....Justin ingin membela Stevi, jadi dia berkata, "Kak Agam! Wanita itu ...."Agam menatapnya dengan tatapan dingin dan memotong ucapannya. "Kalau kamu menghina istriku lagi di hadapanku, jangan panggil aku lagi ke depannya," kata Agam.Istri? Agam memanggil Pamela dengan sebutan "istri"!Justin benar-benar tercengang.Pada saat ini, Agam sudah berbalik dan meninggalkan restoran ini.Justin mengepalkan tangannya dan berteriak dengan kesal, "Kak Agam, kalau dia istrimu, siapa kakakku?"Langkah Agam seketika terhenti. Kemudian, tanpa menjawab, dia mempercepat langkahnya untuk menyusul Pamela.Saat Adsila tersadar, dia juga bergegas mengejar mereka. "Paman, Bibi, tunggu aku!"Ekspresi Justin dan Stevi s
Pada pukul tiga siang keesokan harinya, sesuai janji, Pamela pergi ke kafe di bawah Jembatan Ashara.Kafe yang sederhana dan elegan ini sangat sepi.Di dalam kafe tersebut, hanya terdapat sepasang pria dan wanita, serta seorang pria berkacamata yang sedang sibuk dengan laptopnya.Pamela duduk di salah satu tempat duduk di dalam. Dia memesan segelas kopi dan seporsi camilan manis. Sambil makan, dia sambil mengamati orang-orang di sekeliling.Pasangan itu sepertinya sedang kencan buta, saling menanyakan hobi lawan dengan sopan. Mereka tidak terlihat mencurigakan.Pria berkacamata itu juga terus melihat laptopnya sambil mengetik sesuatu. Tatapannya sangat fokus, dia terlihat sangat sibuk.Siapakah orang yang mengirimkan pesan singkat itu padanya? Apakah orang itu belum datang?"Pamela!"Mendengar suara panggilan yang akrab ini, Pamela mengangkat kepalanya. "Pak Dikra?"Dia pun melihat Dikra Sambada, atasannya saat dia magang di Perusahaan Quentin.Dikra terlihat makin gemuk. Senyumannya t
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen