"Bibi, aku juga mau ikut!" Adsila berdiri dan ingin pergi dengan Pamela, tetapi Justin malah meletakkan kakinya di atas kursi dan sengaja menghalangi jalan Adsila.Adsila pun memarahinya dengan kesal, "Justin, kamu gila, ya?! Minggir sana!"Justin tersenyum dengan usil sambil berkata, "Kamu mau lewat sini? Kalau begitu, coba lompat!"Adsila menjulingkan matanya dan berkata, "Paman, lihat dia ...."Agam mengalihkan tatapannya dari punggung Pamela, lalu menatap kedua orang ini dengan tatapan dingin. Mereka pun langsung terdiam....Di kamar mandi.Pamela keluar dari kamar mandi dan pergi mencuci tangannya.Melihatnya keluar, Stevi berjalan menghampiri Pamela dan menyodorkan jaket yang baru dia lepas pada Pamela. Dia berkata dengan agak malu, "Pamela, bisa bantu pegang jaketku sebentar, nggak? Aku baru sadar, kamar mandi di sini nggak ada gantungannya."Pamela menganggukkan kepalanya dan mengelap tangannya dengan tisu, lalu mengambil jaket Stevi.Tidak lama kemudian, Stevi juga keluar dar
Adsila merasa bersimpati, dia pun berkata, "Apa? Kalau begitu, jangan khawatir, biar kami bantu cari lagi!"Pamela memicingkan matanya, dia tiba-tiba merasakan firasat buruk.Justin juga ikut mencari. Tiba-tiba, dia teringat akan sesuatu. Dia pun menatap Pamela dengan tatapan curiga dan bertanya, "Hei! Tadi, kamu yang membawa jaket Kak Stevi kembali, 'kan?"Pamela menganggukkan kepalanya dan berkata, "Benar, terus kenapa?"Tatapan Justin tampak menghina. "Kalau begitu, cepat kembalikan jam tangan Kak Stevi!" katanya.Dengan ekspresi datar, Pamela membalas, "Aku nggak mengambilnya, apa yang harus kukembalikan?"Justin langsung meraih lengan Pamela, seakan-akan Pamela adalah pencuri dan dia takut Pamela akan melarikan diri. "Dari awal sampai sekarang, hanya kamu yang menyentuh jaket Kak Stevi. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang mengambilnya?!"Pamela tetap berkata dengan sangat tenang, "Saat kami pergi ke kamar mandi, dialah yang meminta bantuanku untuk memegang jaketnya sebentar, jadi ak
Jika Agam bertanya seperti ini, apakah Agam juga mencurigai Pamela seperti Justin dan yang lainnya?Jika dipikir-pikir, Pamela dan Agam memang hanya pasangan suami istri palsu, jadi tidak ada yang namanya kepercayaan di antara mereka.Pamela merasa agak kecewa, tetapi dia tidak terlalu memasukkannya ke dalam hati. Dia menggelengkan kepalanya dan menjawab dengan tenang, "Bukan aku."Wajah Agam yang dingin tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia hanya berkata dengan cuek, "Kalau begitu, ayo jalan."Aroma makanan yang kuat membuat pria ini tidak ingin berlama-lama di dalam restoran ini.Melihat mereka hendak pergi begitu saja, Justin tercengang. Dia pun mengernyit.Dia tidak bisa menerima kesimpulan seperti ini. Dia membentangkan kedua tangannya dan mengadang di hadapan Agam yang hendak pergi. "Kak Agam, dia sudah tertangkap basah. Kenapa kamu malah memercayainya?!" seru Justin.Agam memicingkan matanya dan berkata, "Bukankah barangnya nggak hilang? Jadi, menurutmu, apa lagi yang harus di
Agam sedikit memicingkan matanya dan berkata, "Kalau memang barang itu begitu berharga, kenapa kamu memberikannya pada orang lain segampang itu? Kalau sudah diberikan pada orang lain, apa pun yang dilakukan orang itu, itu haknya."Mendengar ucapan Agam, ekspresi Stevi menjadi sangat masam ....Justin ingin membela Stevi, jadi dia berkata, "Kak Agam! Wanita itu ...."Agam menatapnya dengan tatapan dingin dan memotong ucapannya. "Kalau kamu menghina istriku lagi di hadapanku, jangan panggil aku lagi ke depannya," kata Agam.Istri? Agam memanggil Pamela dengan sebutan "istri"!Justin benar-benar tercengang.Pada saat ini, Agam sudah berbalik dan meninggalkan restoran ini.Justin mengepalkan tangannya dan berteriak dengan kesal, "Kak Agam, kalau dia istrimu, siapa kakakku?"Langkah Agam seketika terhenti. Kemudian, tanpa menjawab, dia mempercepat langkahnya untuk menyusul Pamela.Saat Adsila tersadar, dia juga bergegas mengejar mereka. "Paman, Bibi, tunggu aku!"Ekspresi Justin dan Stevi s
Pada pukul tiga siang keesokan harinya, sesuai janji, Pamela pergi ke kafe di bawah Jembatan Ashara.Kafe yang sederhana dan elegan ini sangat sepi.Di dalam kafe tersebut, hanya terdapat sepasang pria dan wanita, serta seorang pria berkacamata yang sedang sibuk dengan laptopnya.Pamela duduk di salah satu tempat duduk di dalam. Dia memesan segelas kopi dan seporsi camilan manis. Sambil makan, dia sambil mengamati orang-orang di sekeliling.Pasangan itu sepertinya sedang kencan buta, saling menanyakan hobi lawan dengan sopan. Mereka tidak terlihat mencurigakan.Pria berkacamata itu juga terus melihat laptopnya sambil mengetik sesuatu. Tatapannya sangat fokus, dia terlihat sangat sibuk.Siapakah orang yang mengirimkan pesan singkat itu padanya? Apakah orang itu belum datang?"Pamela!"Mendengar suara panggilan yang akrab ini, Pamela mengangkat kepalanya. "Pak Dikra?"Dia pun melihat Dikra Sambada, atasannya saat dia magang di Perusahaan Quentin.Dikra terlihat makin gemuk. Senyumannya t
Kekasih?Pamela tercengang sesaat. Setelah dia memahami ucapan Dikra, dia merasa konyol. "Emm ... aku juga nggak tahu, tapi sepertinya aku akan dihabisi oleh istri resminya, deh!"Dikra mendengus dengan bangga, lalu berkata, "Baguslah kalau kamu tahu! Kalau kamu mau aku membantumu menyimpan rahasia ini, kamu harus mencari cara agar Pak Agam menyetujui kerja sama dengan Perusahaan Quentin!"Pamela membuang napas dengan tidak berdaya dan berkata, "Pak Dikra, bukannya aku nggak mau membantu, tapi aku nggak mampu! Kamu tahu, aku hanyalah kekasih rahasianya. Mana mungkin aku bisa mengatur keputusan bisnisnya?"Dikra tersenyum menyeringai dan mengedipkan matanya sambil berkata, "Kenapa nggak bisa?! Kalau kamu bisa membujuknya dengan baik di ranjang dan membuatnya senang, pria itu bisa memberikan apa pun padamu!"Pamela tampak jijik. Dia tertawa dengan sinis dan berkata, "Aku nggak mahir. Bagaimana kalau Pak Dikra pergi membujuk Pak Agam secara pribadi? Coba buat dia senang?"Dikra tercengang
Pamela menghargai kejujuran pria ini. Saat dia baru saja mau menjawab ....Andra malah menyela sambil tersenyum. "Sebentar, jangan jawab dulu. Kalau kamu sudah jawab dengan pasti dan aku masih mengganggumu seperti ini, bukankah kelihatannya aku nggak tahu malu?" kata Andra.Jika dilihat dari reaksi gadis ini sebelumnya, dia tidak akan mengiakan ucapan Andra tadi, bahkan atas dasar kesopanan sekalipun.Pamela tercengang sesaat. Dia tiba-tiba merasa bahwa pria ini sangat cerdik."Panela?" Andra mencoba memanggil nama Pamela."Hah?" Pamela yang sedang menikmati camilannya mengangkat kepalanya dan menatap Andra.Andra tersenyum sambil berkata, "Nggak apa-apa. Tadi, aku mendengar pria itu menyebut namamu, jadi aku mau memastikan namamu. Panela, ya?""Pamela," kata Pamela."Oh, Pamela .... Namamu manis, ya, seperti orangnya, tapi kurang cocok dengan sifatnya, ya?" ujar Andra.Ekspresi Pamela menjadi masam. Dia pun menjulingkan matanya pada pria ini.Andra hanya merasa bahwa Pamela sangat man
Oleh karena itu, Pamela keluar dari kafe itu dengan Andra dan naik ke mobil pria tersebut.Tidak ada yang menyadari bahwa ada yang mengambil foto mereka dari kegelapan!Setelah mobil Andra mulai melaju, sebuah mobil sport berwarna oranye membuntuti mereka ...."Ikuti mereka!" seru Justin.Karlo si sopir pun bertanya dengan kebingungan, "Tuan, untuk apa kita membuntuti mobil tuan muda dari Keluarga Bratajaya?"Justin yang duduk di jok penumpang memukul Karlo, pengiringnya dan berkata, "Dasar bodoh! Siapa yang mengikuti Andra Bratajaya? Aku membuntuti wanita di sisinya itu!"Dengan ekspresi tidak senang, Karlo bertanya lagi, "Apakah Tuan menyukai pacarnya Tuan Muda Andra?"Justin memukul kepala Karlo lagi sambil berseru, "Sialan! Aku nggak akan menyukai wanita sejelek itu! Mataku masih normal!"Karlo menggaruk kepalanya dengan kebingungan.Dia berpikir bahwa gadis itu sama sekali tidak jelek!Tadi, dia mengikuti Justin dan melihat mereka dari kejauhan. Dia merasa bahwa gadis itu sangat c