Pada pukul tiga siang keesokan harinya, sesuai janji, Pamela pergi ke kafe di bawah Jembatan Ashara.Kafe yang sederhana dan elegan ini sangat sepi.Di dalam kafe tersebut, hanya terdapat sepasang pria dan wanita, serta seorang pria berkacamata yang sedang sibuk dengan laptopnya.Pamela duduk di salah satu tempat duduk di dalam. Dia memesan segelas kopi dan seporsi camilan manis. Sambil makan, dia sambil mengamati orang-orang di sekeliling.Pasangan itu sepertinya sedang kencan buta, saling menanyakan hobi lawan dengan sopan. Mereka tidak terlihat mencurigakan.Pria berkacamata itu juga terus melihat laptopnya sambil mengetik sesuatu. Tatapannya sangat fokus, dia terlihat sangat sibuk.Siapakah orang yang mengirimkan pesan singkat itu padanya? Apakah orang itu belum datang?"Pamela!"Mendengar suara panggilan yang akrab ini, Pamela mengangkat kepalanya. "Pak Dikra?"Dia pun melihat Dikra Sambada, atasannya saat dia magang di Perusahaan Quentin.Dikra terlihat makin gemuk. Senyumannya t
Kekasih?Pamela tercengang sesaat. Setelah dia memahami ucapan Dikra, dia merasa konyol. "Emm ... aku juga nggak tahu, tapi sepertinya aku akan dihabisi oleh istri resminya, deh!"Dikra mendengus dengan bangga, lalu berkata, "Baguslah kalau kamu tahu! Kalau kamu mau aku membantumu menyimpan rahasia ini, kamu harus mencari cara agar Pak Agam menyetujui kerja sama dengan Perusahaan Quentin!"Pamela membuang napas dengan tidak berdaya dan berkata, "Pak Dikra, bukannya aku nggak mau membantu, tapi aku nggak mampu! Kamu tahu, aku hanyalah kekasih rahasianya. Mana mungkin aku bisa mengatur keputusan bisnisnya?"Dikra tersenyum menyeringai dan mengedipkan matanya sambil berkata, "Kenapa nggak bisa?! Kalau kamu bisa membujuknya dengan baik di ranjang dan membuatnya senang, pria itu bisa memberikan apa pun padamu!"Pamela tampak jijik. Dia tertawa dengan sinis dan berkata, "Aku nggak mahir. Bagaimana kalau Pak Dikra pergi membujuk Pak Agam secara pribadi? Coba buat dia senang?"Dikra tercengang
Pamela menghargai kejujuran pria ini. Saat dia baru saja mau menjawab ....Andra malah menyela sambil tersenyum. "Sebentar, jangan jawab dulu. Kalau kamu sudah jawab dengan pasti dan aku masih mengganggumu seperti ini, bukankah kelihatannya aku nggak tahu malu?" kata Andra.Jika dilihat dari reaksi gadis ini sebelumnya, dia tidak akan mengiakan ucapan Andra tadi, bahkan atas dasar kesopanan sekalipun.Pamela tercengang sesaat. Dia tiba-tiba merasa bahwa pria ini sangat cerdik."Panela?" Andra mencoba memanggil nama Pamela."Hah?" Pamela yang sedang menikmati camilannya mengangkat kepalanya dan menatap Andra.Andra tersenyum sambil berkata, "Nggak apa-apa. Tadi, aku mendengar pria itu menyebut namamu, jadi aku mau memastikan namamu. Panela, ya?""Pamela," kata Pamela."Oh, Pamela .... Namamu manis, ya, seperti orangnya, tapi kurang cocok dengan sifatnya, ya?" ujar Andra.Ekspresi Pamela menjadi masam. Dia pun menjulingkan matanya pada pria ini.Andra hanya merasa bahwa Pamela sangat man
Oleh karena itu, Pamela keluar dari kafe itu dengan Andra dan naik ke mobil pria tersebut.Tidak ada yang menyadari bahwa ada yang mengambil foto mereka dari kegelapan!Setelah mobil Andra mulai melaju, sebuah mobil sport berwarna oranye membuntuti mereka ...."Ikuti mereka!" seru Justin.Karlo si sopir pun bertanya dengan kebingungan, "Tuan, untuk apa kita membuntuti mobil tuan muda dari Keluarga Bratajaya?"Justin yang duduk di jok penumpang memukul Karlo, pengiringnya dan berkata, "Dasar bodoh! Siapa yang mengikuti Andra Bratajaya? Aku membuntuti wanita di sisinya itu!"Dengan ekspresi tidak senang, Karlo bertanya lagi, "Apakah Tuan menyukai pacarnya Tuan Muda Andra?"Justin memukul kepala Karlo lagi sambil berseru, "Sialan! Aku nggak akan menyukai wanita sejelek itu! Mataku masih normal!"Karlo menggaruk kepalanya dengan kebingungan.Dia berpikir bahwa gadis itu sama sekali tidak jelek!Tadi, dia mengikuti Justin dan melihat mereka dari kejauhan. Dia merasa bahwa gadis itu sangat c
Di depan pintu masuk sebuah bangunan yang sangat artistik.Andra memberikan kunci mobilnya pada si penjaga pintu untuk memarkirkan mobilnya. Kemudian, dengan sopan, dia membawa Pamela ke dalam galerinya....Tidak jauh dari tempat itu, sebuah mobil sport berhenti di pinggir jalan. Orang yang berada di dalam mobil menyaksikan semuanya ....Karlo berkata dengan hati-hati, "Tuan, sepertinya mereka hanya datang untuk melihat pameran seni, ini bukan perselingkuhan. Hubungan antara Keluarga Yanuar dan Keluarga Dirgantara memang sudah kurang bagus. Kalau kamu membuntuti istri baru tuan muda mereka seperti ini, kamu bisa saja memperburuk perseteruan antara kedua keluarga ini!"Justin tidak setuju, dia berkata, "Kamu tahu apa?! Kalau seorang pria dan wanita pergi ke pameran seni bersama, pasti ada sesuatu di antara mereka!"Sambil berbicara, Justin turun dari mobil dan hendak memasuki galeri untuk terus mengawasi Pamela.Namun, pekerja di depan pintu galeri malah menahannya dan berkata, "Maaf,
Andra tiba-tiba membungkuk dan berkata langsung di telinga Pamela, "Tapi, kalau kamu suka, aku bisa memberikannya padamu sebagai mahar."Pamela mengernyit. Dia menatap Andra dengan tatapan kesal, tetapi tidak menghiraukan gurauan itu.Saat dia sedang memikirkan cara membujuk Andra untuk menjualkan tiga lukisan ini padanya, dia tiba-tiba merasakan rasa sakit yang datang dari perutnya!Pamela mengernyit, ekspresinya juga menjadi sangat masam ....Menyadari keanehan Pamela, Andra langsung bertanya dengan suara kecil, "Ada apa?"Kening Pamela sudah bercucuran keringat dingin. Wajahnya juga agak memucat. "Aku ... tiba-tiba nggak enak badan ...."Dengan ekspresi khawatir, Andra berkata, "Galeri ini memang agak dingin. Kamu masuk angin, ya?""Mungkin ... ya!" Pamela menggertakkan giginya, tubuhnya juga mulai gemetaran.Andra melepaskan jaketnya dan menyelimuti tubuh Pamela sambil berkata dengan lembut, "Sini, kamu bisa istirahat di ruang istirahat. Di sana nggak ada pendingin ruangan, jadi ka
Pamela menengadahkan kepalanya dan melihat Nyonya Frida. Pamela terkejut dulu, baru berkata dengan lemas, "Nenek? Kok Anda datang kemari ...."Nyonya Frida belum sempat berbicara, sudah melihat Olivia berkacak pinggang memarahinya sambil berjalan ke depan, "Pamela, bisa-bisanya kamu masih ada muka panggil Nenek? Keluarga Dirgantara nggak mau menantu yang berselingkuh sepertimu!"Justin terlihat sangat bangga, bahkan ikut berkata, "Pamela, kami sudah menangkap basah kamu berselingkuh, jadi kamu nggak usah pura-pura polos!"Pamela mengerutkan alisnya.Saat ini, Pamela benar-benar tidak punya tenaga untuk berdalih dengan mereka.Andra hanya melihat beberapa orang yang menerobos itu dengan tenang, lalu melihat Pamela yang pucat. Terhadap hubungan mereka, Andra agak kaget, juga ada kesimpulan di dalam hatinya.Setelah dia memapah Pamela, dia berdiri dengan senyum sambil berkata, "Ternyata Nyonya Frida yang datang kemari, kok nggak ada yang duluan memberitahuku, ya? Kalau aku tahu Anda datan
Melihat neneknya sudah mau percaya dengan alasan Pamela, Olivia segera menyela, "Nenek, jangan percaya dengan alasannya, jangan dibohongi dia lagi. Kalau dia benaran nggak enak badan, kenapa dia nggak ke rumah sakit, malah bersembunyi di tempat ini untuk beristirahat dengan seorang pria? Nenek, Keluarga Dirgantara nggak boleh membiarkan wanita licik sepertinya! Sifat Pamela nggak beres, dia nggak hanya selingkuh, semalam dia juga mencuri jam tangan Kak Stevi. Kalau nggak percaya, Nenek tanya saja pada Kak Stevi!"Stevi menunjukkan ekspresi murah hati sambil menggelengkan kepala. "Nenek Frida, sebenarnya nggak apa-apa, kok. Aku hanya kehilangan satu jam tangan, bukan barang yang sangat berharga. Tapi, perbuatan Pamela hari ini benar-benar bersalah pada Agam ...."Wajah Pamela sudah pucat bagai kertas putih, lalu dia tersenyum dan mengabaikan Stevi dan yang lain.Pamela membuka selimut, lalu berdiri dengan menahan rasa sakit sambil berkata pada Nyonya Frida, "Nenek, nggak peduli Anda per
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen