POV Indri"Indri, kamukah itu? Kamu tidak apa-apa?" tanya Andi, matanya tak berhenti menatapku.Aku menggeleng, kemudian bangkit mencoba menghindarinya."Tunggu, jangan pergi," cegah Andi.Sebelah tanganku dipegang erat oleh Andi. Membuatku berhenti melangkah."Lepasin, Mas!" Aku menepis tangannya kuat. Walaupun dalam hati aku tersenyum. Namun senyuman itu awal dari bangkitnya diriku. Bangkit dari keterpurukan dan awal kehancuran Andi."Tunggu, Indri, jangan menghindar! Aku ingin bicara sama kamu," pungkas Andi.Aku melihat tangannya begitu erat menggenggam tanganku. 'cih, sangat menjijikkan,' batinku menggerutu."Mau bicara apa lagi, Mas? Semua sudah selesai. Kamu sudah mendapatkan semua yang kamu mau. Harta, Hana, dan semua yang aku miliki. Jadi, aku mohon jangan ganggu aku. Aku ingin hidup tenang," imbuhku.Aku terkejut saat tiba-tiba mas Andi menarik tanganku, dan membawaku masuk ke dalam mobilnya. Bukan, tepatnya mobil ayahku. Begitu tidak tahu malunya dia. Dia masih saja menggun
POV AndiAkhirnya setelah semua usahaku, aku berhasil mendapatkan Indri kembali. Walaupun Indri sempat ragu, namun aku berhasil meyakinkannya dan mendapatkannya kembali. Dengan begitu, aku bisa memamerkan kecantikan Indri di depan teman-temanku dan saingan Bisnisku, sebagai kekasih dan sebentar lagi akan menjadi istriku. Jujur saja, gampang bagiku mencari wanita cantik yang lain selain Indri. Tapi entah kenapa, aku maunya hanya Indri. Tetap dia wanita tercantik yang pernah aku kenal. Maka dari itu, aku rela merendahkan diriku, demi bisa mendapatkannya kembali. Aku yakin, teman-temanku dan saingan Bisnisku akan kagum dan minder saat menatap wajah Indri yang cantik itu. Aku pun yakin, pasangan mereka tidak akan ada apa-apanya dibandingkan Indri.Betapa bangganya aku atas semua ini. Namun ada sesuatu yang menggangguku, dan membuatku risih. Hana, ya, Hana wanita yang beberapa bulan aku nikahi. Hana berubah drastis dari biasanya semenjak ia hamil. Bukan berubah ke arah yang lebih wow dan m
POV Andi"Kamu kenapa, Mas, kok kayak kaget gitu?" tanya Hana yang sudah berdiri di depanku.Aku gelagapan, lalu mengambil ponselku yang jatuh. Untung saja jatuhnya tepat di atas karpet. Jadi ponselku aman tidak rusak sedikitpun."Habisnya kamu tiba-tiba ada disini aja. Mana nggak kedengaran lagi kamu jalan kesini," jawabku.Hana duduk di sebelahku, dan menatap ponsel yang aku pegang."Sedang berbalas pesan sama siapa, Mas? Kayaknya asyik banget," tanya Hana terlihat menyelidik."Oh, ini temanku di grup, dia memang suka buat lelucon. Entahlah, nggak ketemu, nggak di pesan, pasti aja berhasil buat aku dan teman-teman yang lain tersenyum. Dia memang humoris," jawabku berdusta.Hana semakin mendekat, dan aku mulai ketar ketir."Coba aku lihat, aku penasaran selucu apa sih teman kamu itu?"Hana tiba-tiba menarik ponselku, kemudian hendak membuka pesanku dengan Indri."Gawat kalau sampai ketahuan," batinku."Sayang, katanya kamu mau jalan-jalan? Mending kita berangkat sekarang aja, yuk! Mu
POV IndriSetelah aku sampai di villa yang sekarang aku sebut rumah, aku bergegas hendak mandi karena badan rasanya lengket gerah sekali.Baru juga masuk ke dalam kamar mandi. Pemandangan memilukan terpampang nyata di depan mata. Pasta gigiku habis, dan mau tidak mau, aku harus pergi membeli pasta gigi.Terpaksa aku mengenakan kembali bajuku, dan pergi ke warung Fina.Keringat sudah membuatku tidak nyaman. Aku mempercepat jalanku.Sampai di depan warung, aku melihat Fina dan beberapa tetangga sedang sibuk membuat adonan kue, di teras rumah bu Ida, yang berhadapan langsung dengan warung Fina."Wah … lagi pada bikin apa nih? Kayaknya lagi pada sibuk, ya?" tanyaku berbasa-basi."Eh kamu, Ndri. Ini, kami lagi buat kue kering. Kebetulan ada pesanan kue buat acara hajatan kerabat Bu Ida," jawab Fina."Wah … ada acara hajatan ya, Bu? Kapan hajatannya?" tanyaku kepada bu Ida. Bu Ida adalah tetangga Fina, salah satu warga yang aku kenal di tempat ini."Dua hari lagi, Neng. Makanya Ibu disuruh
POV Indri"Aku tahu apa yang mesti aku lakukan," imbuhku dengan tersenyum lebar.Adit mengangguk dan tersenyum kecil."Bagus, lakukan dengan baik. Oh iya, aku ada sesuatu buat kamu. Sebentar aku ambilkan di mobil." Adit beranjak dan keluar menghampiri mobil angkotnya.Tak berselang lama, Adit datang sambil menenteng sesuatu."Apa itu?" tanyaku penasaran."Makanan buat kamu," jawab Adit lalu memberikannya padaku.Aku menerima makanan itu lalu membukanya."Terima kasih, kita makan sama-sama, ya!" ucapku."Tidak, buat kamu saja. Aku sudah makan tadi di tempat membeli makanan ini," tolak Adit secara halus."Oh iya, Dit, aku nggak ngerti deh, gimana sih caranya Andi membobol atmku. Pasalnya dia kan nggak tahu password atmku. Kok bisa ya?" ujarku sambil memakan makanan pemberian Adit."Jaman sekarang apa sih yang nggak bisa. Bisa saja Bang Andi membayar seorang hacker untuk membobol ATM kamu, dengan melacak m b*nking kamu. Jaman sekarang ranah pribadi sangat rentan oleh hacker," jelas Adit.
POV AndiSatu juta, dua juta, tiga juta, lima juta. Sepertinya ini cukup untuk Indri. Pokoknya aku harus terlihat sempurna di mata Indri. Sebisa mungkin, semua kesalahanku dulu tertutup oleh semua kebaikanku sekarang.Aku tahu, Indri pasti masih berharap semua harta warisannya kembali ke tangannya. Ya, walaupun begitu, aku tidak akan melepaskannya begitu saja. Kecuali seperti yang sudah aku bicarakan dengan Indri sebelumnya. Dia siap menikah denganku dan punya anak dariku, maka aku pun siap mewariskan semuanya untuk anakku, dan tidak kepada Indri. Dengan begitu, aku bisa memiliki keduanya tanpa takut kehilangan salah satunya.Aku memasukkan semua uang itu ke dalam amplop coklat. "Uang untuk apa itu, Mas?" Aku menoleh ke belakang, ternyata Hana sudah berdiri tepat di belakang sofa tempatku duduk."Buat gaji karyawan," jawabku santai."Oh gitu? Tapi kan ini bukan tanggal gajian setahu aku," imbuh Hana."Iya aku tahu, tapi waktu tanggal gajian, aku sempat menunda karena ada suatu halan
POV IndriAku buru-buru pergi dari tempat aku ketemuan dengan Andi.Uang pemberian darinya aku masukkan ke dalam tas yang aku bawa. Lumayan, buat aku jadikan modal usaha dan biaya hidup, pikirku.Aku harus mendapatkan uang-uang itu lebih banyak dari ini. Aku harus bisa mendapatkannya, karena bagaimanapun uang-uang yang ada di tangan Andi, adalah hakku.Kini aku sudah berada di gang masuk ke tempat tinggalku. Sebelum benar-benar masuk, aku memastikan terlebih dahulu, bahwa Andi tidak mengikutiku.Serasa aman, aku segera melangkahkan kakiku untuk pulang.Siang ini, aku ada janji akan membantu bu Ida membuat kue lagi. Kemudian besok, aku juga harus mengantar kue-kue itu ke tempat hajatan kerabat bu Ida.Jujur, hatiku merasa senang sekarang. Aku bisa bercengkrama dengan warga, dan mempunyai kegiatan. Aku tidak merasa kesepian lagi tinggal disini.Singkat ceritaSore hari, aku dan yang lain sudah selesai membuat kue di teras rumah bu Ida."Neng, ingat ya besok, kamu ikut dan harus siap pag
POV Indri "Yusuf, ternyata yang menikah adalah yusuf," batinku.Aku tersenyum melihatnya menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya. Namun yang membuatku mengganjal, wajah Yusuf terlihat murung dan seperti tidak bahagia di acara pernikahannya. Tapi aku tidak boleh berburuk sangka, mungkin yang dirasakan Yusuf saat ini adalah terharu.Aku teringat akan kebaikan Yusuf selama aku hamil dan tinggal di kontrakan miliknya. Aku memang tidak mencintainya, tapi kebaikan dan semua perhatiannya akan selalu aku ingat. Dia adalah orang baik, dan sudah sepatutnya mendapatkan yang terbaik.Aku duduk di barisan paling belakang ingin menyaksikan acara akad ini. Acara akad Yusuf digelar di luar rumah, yang didekorasi oleh tenda-tenda mewah. Sehingga siapapun yang ingin menyaksikan, diperbolehkan karena tempatnya cukup luas.Terdengar penghulu menuntun Yusuf mengucapkan ijab kabul."Saya nikahkan engkau ananda Yusuf dengan Selina binti Lili, dengan mas kawin perhiasan sebesar 20 gram dan 1 unit moto