POV IndriAku buru-buru pergi dari tempat aku ketemuan dengan Andi.Uang pemberian darinya aku masukkan ke dalam tas yang aku bawa. Lumayan, buat aku jadikan modal usaha dan biaya hidup, pikirku.Aku harus mendapatkan uang-uang itu lebih banyak dari ini. Aku harus bisa mendapatkannya, karena bagaimanapun uang-uang yang ada di tangan Andi, adalah hakku.Kini aku sudah berada di gang masuk ke tempat tinggalku. Sebelum benar-benar masuk, aku memastikan terlebih dahulu, bahwa Andi tidak mengikutiku.Serasa aman, aku segera melangkahkan kakiku untuk pulang.Siang ini, aku ada janji akan membantu bu Ida membuat kue lagi. Kemudian besok, aku juga harus mengantar kue-kue itu ke tempat hajatan kerabat bu Ida.Jujur, hatiku merasa senang sekarang. Aku bisa bercengkrama dengan warga, dan mempunyai kegiatan. Aku tidak merasa kesepian lagi tinggal disini.Singkat ceritaSore hari, aku dan yang lain sudah selesai membuat kue di teras rumah bu Ida."Neng, ingat ya besok, kamu ikut dan harus siap pag
POV Indri "Yusuf, ternyata yang menikah adalah yusuf," batinku.Aku tersenyum melihatnya menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya. Namun yang membuatku mengganjal, wajah Yusuf terlihat murung dan seperti tidak bahagia di acara pernikahannya. Tapi aku tidak boleh berburuk sangka, mungkin yang dirasakan Yusuf saat ini adalah terharu.Aku teringat akan kebaikan Yusuf selama aku hamil dan tinggal di kontrakan miliknya. Aku memang tidak mencintainya, tapi kebaikan dan semua perhatiannya akan selalu aku ingat. Dia adalah orang baik, dan sudah sepatutnya mendapatkan yang terbaik.Aku duduk di barisan paling belakang ingin menyaksikan acara akad ini. Acara akad Yusuf digelar di luar rumah, yang didekorasi oleh tenda-tenda mewah. Sehingga siapapun yang ingin menyaksikan, diperbolehkan karena tempatnya cukup luas.Terdengar penghulu menuntun Yusuf mengucapkan ijab kabul."Saya nikahkan engkau ananda Yusuf dengan Selina binti Lili, dengan mas kawin perhiasan sebesar 20 gram dan 1 unit moto
POV HanaAku heran, melihat mas Andi seharian ini sibuk menatap layar ponselnya. Hari ini mas Andi sengaja tidak pergi ke tokonya. Padahal aku sangat berharap jika ia tidak pergi ke toko atau sekedar mengontrol kebun dan sawah, ia bisa meluangkan waktunya untukku.Aku sangat ingin diperhatikan olehnya, terlebih saat ini aku sedang hamil.Namun kenyataannya, mas Andi terlihat mulai berubah entah kenapa. Entah ini hanya perasaanku saja, atau memang mas Andi benar-benar telah berubah.Perhatian dan kasih sayangnya terlihat dipaksakan. Tidak seperti dulu, saat aku belum hamil, setiap hari aku selalu dimanjakan. Aku menjadi prioritasnya sebelum yang lain. Tapi sekarang? Aku hanya bisa mengelus dada.Pernah suatu malam, aku terbangun dari tidurku karena haus. Tapi saat hendak beranjak, aku melihat mas Andi tidur membelakangiku, namun aku melihat cahaya ponsel yang menyala.Diam-diam aku memperhatikannya cukup lama, tanpa ia sadari. Aku sedikit mengintip apa yang sedang ia lakukan dengan pon
POV Hana Akhirnya mas Andi berkenan mengajakku untuk bertemu dengan pak Samsudin. Aku tahu mas Andi keberatan, tapi aku lebih keberatan jika aku tidak ikut. Bukan karena aku mau dimanja atau apa. Tapi aku hanya ingin mengawasi mas Andi, apa saja yang ia lakukan di luaran sana. Aku tidak akan posesif begini, jika mas Andi tidak menyulut api terlebih dahulu. Bukti pesan tadi, sudah bisa membuatku curiga. Bukan hanya pesan, bahkan riwayat telepon pun terhitung banyak ke nomor yang diberi tanda I dan emot senyum itu. Aku segera bersiap dengan mengganti baju. Merias diri secantik mungkin. Namun aw … jerawatku yang sudah merah merona tak sengaja tersapu oleh tanganku. Sehingga kulit wajahku mengeluarkan nanah bercampur darah yang terasa perih dan sakit. Setelah selesai merias diri di depan cermin. Aku segera menghampiri mas Andi yang sudah bersiap di dalam mobil kami. "Jangan cemberut gitu, dong. Aku nggak suka lihat suamiku cemberut," ujarku menggoda. "Ya!" Mas Andi tersenyum
POV HanaMas Andi mematikan teleponnya, kemudian menyimpan ponselnya di dalam saku celananya."Hari ini kita kedatangan tamu. Kata Ibu, dia mau melamar menjadi art di rumah kita. Kita harus pulang, karena kita harus selektif memilih art. Jangan sampai …."Mas Andi menghentikan ucapannya. Dia melirik ke arah Adit yang masih berdiri mematung di hadapan kami."Ngapain kamu masih berdiri di sini? Masih untung ya, Pak Samsudin mau memaafkan kesalahan kamu. Coba kalau kamu diminta ganti rugi, bisa habis kamu. Sana pergi, cari uang yang banyak, siapa tahu bisa beli kapal," usir mas Andi sambil mencemooh.Dengan mata yang terlihat marah, Adit pun tanpa banyak bicara, dia pergi menuju angkotnya. Secepatnya dia pergi dan secepat kilat mobilnya sudah tidak terlihat lagi dari pandangan kami."Kita mesti selektif memilih art untuk rumah kita. Jangan sampai dia lebih pintar daripada kita. Kalau dia bodoh, maka itu lebih bagus." Mas Andi meneruskan ucapannya yang tadi sempat terputus."Iya, kamu ben
POV FinaAku tertawa melihat pak Andi bersin-bersin di depan bu Hana. Ternyata rencanaku berhasil mengerjai pak Andi, dengan mencampurkan serbuk bersin di makanan kesukaannya, yang sengaja aku beli di jalan tadi.Semula aku sangat takut menerima tawaran kerja disini dari Indri. Tapi demi membantu Indri, aku bertekad bersedia melamar pekerjaan di rumah ini.Segala keperluanku untuk pergi ke rumah ini, telah diatur sedemikian rupa oleh Indri. Diantaranya baju yang terlihat norak dan aku disuruh berpura-pura terlihat bodoh. Dengan itu, aku bisa menyelidiki tentang apa saja yang dilakukan oleh pak Andi dan bu Hana. Dan soal serbuk bersin, sengaja aku campurkan ke dalam makanan kesukaan pak Andi, karena aku ingin memberi pelajaran terhadapnya. Siapa suruh jahat kepada sahabatku? Maka bersiap-siaplah, kejutan lainnya akan aku suguhkan untuk kalian semua.Aku mengintip sambil menahan tawa di ambang pintu. Wajah bu Hana terlihat belepotan makanan dari mulut pak Andi."Ih Mas, kamu jorok bange
POV IndriBeberapa bulan kemudian, Fina mengerjakan misi di rumahku sebagai art. Fina selalu memberi kabar tentang Andi dan Hana. Dari mulai hal terkecil, sampai hal terbesar. Walaupun Fina belum berhasil mengetahui informasi tentang letak surat-surat berharga.Fina juga mengaku, dari hari pertama ia bekerja di rumah itu, Fina sudah bisa mengambil hati Hana. Kini apapun tentang Hana, Fina tahu. Hanya saja sangat susah mengetahui informasi tentang surat-surat berharga, karena Hana sangat sensitif dalam masalah itu."Halo, Fina! Sebisa mungkin kamu terus dekati Hana. Sampai dia mau curhat tentang kekayaan dia berasal dari mana. Syukur-syukur dia mau memberitahu kamu tentang rahasia harta itu. Kalau bisa, kamu rekam semuanya dan kirim ke aku." Aku menjelaskan apa yang mesti dilakukan Fina di rumah Hana."Tenang, aku pasti berusaha mendapatkan informasi itu. Oh iya, perut Bu Hana sudah besar, jadi aku harus siaga bilamana Bu Hana membutuhkan bantuanku. Jadi, kalau kamu nelpon tapi nggak
POV IndriSetelah aku dan Andi selesai nyanyi dan makan di acara nikahan temannya. Aku pun memutuskan untuk pulang.Tapi untuk sekarang, Andi sudah tidak mengutarakan keinginannya untuk mengantarku pulang. Dia mengantarku sampai di tempat biasa, seperti sebelum-sebelumnya."Terima kasih, Mas, sudah bikin aku bahagia hari ini. Aku pamit ya, Mas!" pamitku."Iya sama-sama, terima kasih juga kamu sudah bikin aku bahagia seperti tadi. Kamu hati-hati di jalan, aku mau langsung pulang sekarang," sahut Andi.Aku pun keluar dari dalam mobil dan berjalan menjauh dari mobil Andi.Setelah dirasa jauh, aku bersembunyi di balik mobil yang terparkir di pinggir jalan, memastikan jika mobil Andi sudah pergi.Mobil Andi sudah tak terlihat lagi, kini aku buru-buru menaiki ojek, untuk mengantarku pulang.Setelah mendapatkan ojek, akupun menaikinya dan segera diantar pulang."Turun disini, Bang," ujarku setelah aku sudah sampai di depan rumahku.Aku membayar ojek itu, dan langsung memasuki rumahku.Rasany