POV Andi"Eh saya tidak menyangka loh, kok si Indri ternyata selingkuh, ya! Dia rela mengejar selingkuhannya, sampai-sampai dia menuntut cerai sama suaminya. Ih saya kok jadi ngenes ya sama dia. Padahal yang saya lihat, si Indri itu gadis lugu. Tapi dibalik keluguannya, si Indri ternyata sangat jahat.""Si Hana bilang, kalau si Indri mau nenangin diri di suatu tempat, karena masih bersedih sepeninggal Pak Yudha. Tapi ternyata ya Ibu-ibu, si Indri bukannya nenangin diri. Tapi dia tinggal sama selingkuhannya. Tapi untung ya, Pak Yudha mewariskan semua hartanya kepada Andi, saat dirinya selesai dinikahkan dengan Indri. Kalau tidak, mungkin selingkuhannya sekarang ini dengan bebasnya berfoya-foya menikmati warisan dari Pak Yudha yang mungkin tidak akan habis tujuh turunan.""Iya ya, kasihan Mas Andi. Dia orang baik, dan setia sama Indri. Tapi dia malah dikhianati seperti itu. Dia juga berhak membalas perbuatan si Indri yang keterlaluan itu. Contohnya dengan menikah seperti sekarang ini, t
POV IndriSamar-samar aku mendengar suara orang-orang yang tengah ramai berbicara. Aku membuka mata, dan melihat ada beberapa orang tengah menatapku. Mereka tersenyum melihatku.Aku mengedarkan pandangan ternyata aku ada di dalam kamar Hana. Tapi … tunggu-tunggu. Kenapa ada wanita yang memakai jas putih? Dengan stetoskop yang dikalungkan pada lehernya."Kamu sudah sadar? Syukurlah," imbuh bu Rini, yang berada di samping kiriku."Aku kenapa?" tanyaku.Wanita berjas putih itu tersenyum seraya menjawab pertanyaanku."Kamu tidak apa-apa, kamu tidak perlu khawatir. Mulai sekarang, kamu harus jaga kesehatan, terutama asupan gizi. Supaya janin dalam kandungan kamu tetap sehat," imbuhnya.Aku terperangah mendengar ucapannya."Aku hamil?" lirihku."Iya, kamu hamil, barusan Bu bidan ini telah memeriksa kamu," ujar bu Rini.Tanpa terasa, air mataku menetes. Aku hamil? Ya Tuhan …."Kamu yang sabar ya, memang tidak mudah menjadi orang tua tunggal. Tapi saya yakin kamu pasti bisa. Saya ikut prihati
POV HanaApa? Indri hamil? Berarti anak yang dikandung Indri adalah anak Mas Andi? Tidak, aku tidak rela. Aku harus melakukan sesuatu, supaya Mas Andi tidak terpengaruh dan luluh atas kehamilan Indri. Ini tidak boleh terjadi, Mas Andi adalah milikku, hanya milikku. Tidak boleh ada yang memiliki mas Andi selain aku."Mas, sebaiknya kita pulang. Kita tidak usah mendengarkan omong kosong dia, buang-buang waktu saja." Aku mengajak Mas Andi pulang, guna menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin saja akan dilontarkan Mas Andi kepada Indri, seputar kehamilannya."Sebentar, sayang, aku mau bicara dulu dengan Indri," tolak Mas Andi. Kemudian mas Andi mendekati Indri. Namun Indri beringsut menjauh Tuh kan, apa yang aku takutkan terjadi juga. Jangan sampai Mas Andi luluh. Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Tolong aku Tuhan …."Indri, apakah benar kamu sedang hamil?" tanya Mas Andi dengan tatapan serius.Indri menatap Mas Andi dengan tatapan penuh kebencian."Apa peduli kamu, Mas? Mau hamil ata
POV IndriTanpa mendoakan dan tanpa ingin tahu dimana letak makam sang ibu. Hana pergi dengan emosi yang memuncak. Aku menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan perilaku Hana."Sepertinya masalah kalian begitu pelik, kalau misalnya kamu ada kesusahan, cerita sama saya. Siapa tahu saya ada solusi buat kamu," ujar bu Rini."Iya, Bu, terima kasih. Masalah kami memang sangat pelik. Saya pun lelah menghadapi semua ini. Tapi saya juga harus berusaha bangkit dan merebut kembali apa yang menjadi hakku," sahutku."Segala permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Jangan ragu untuk meminta bantuan. Kami disini ada untuk kamu, kamu tidak perlu merasa sendiri," timpal Yusuf.Aku meraba perutku yang masih rata ini. Disatu sisi, aku kecewa kenapa aku hamil. Disisi lain, rasa sayang timbul begitu saja. Mungkin ini yang dinamakan naluri seorang ibu. "Nak, kamu yang sehat ya. Mama doakan, kelak kamu lahir dengan sehat dan menjadi anak yang Soleh atau Solehah," batinku sambil mengusap pelan perutku.
POV Indri"Apa? Apa maksud anda berbicara seperti ini? Ini rumah milik Bi Ratmi, kenapa anda bisa bicara seperti itu, dengan mengaku-ngaku sebagai pemilik baru rumah ini? Siapa anda sebenarnya?" tanyaku merasa heran."Saya adalah juragan Anto. Maaf, Nona, tapi saya sudah membeli rumah ini dari anak pemilik rumah ini. Jadi, saya lebih berhak atas rumah ini," jawab bapak-bapak yang bernama juragan Anto itu."Hana?" lirihku."Ya, saya beli rumah ini dari Bu Hana. Semalam kami bertransaksi jual beli rumah ini. Dan ini sertifikat rumah ini," imbuhnya sembari menunjukkan sertifikat rumah ini.Aku membekap mulutku sendiri, bahkan tak pernah terlintas semua bakalan seperti ini."Silahkan, Nona, angkat kaki dari rumah ini. Atau … saya bisa memberi toleransi, jika Nona masih mau tinggal di rumah ini," pungkasnya.Juragan Anto menatapku lekat dari atas sampai ke bawah. Itu justru membuatku tak nyaman dan merasa risih."Toleransi bagaimana?" tanyaku.Aku mencoba menghindar dari tatapannya yang me
POV YusufAku senang dengan kehadiran Indri, di kampung ini. Kehadirannya seperti warna baru dalam kehidupanku. Belum pernah aku sejatuh cinta ini kepada seorang perempuan. Bisa dibilang, aku adalah orang tertutup dan susah untuk membuka hati kepada perempuan manapun. Tapi dengan Indri, entah kenapa, perasaan itu muncul begitu saja."Gimana, Bi, rujaknya udah dikasih belum? Gimana tanggapannya?" tanyaku pada bi Rini, yang baru saja pulang dari kontrakan yang ditempati oleh Indri."Memangnya kamu ngarepinnya dengan tanggapan apa? Wow, peduli, ketawa, atau like?" imbuh bi Rini."Ck!" Aku berdecak kesal mendengar jawaban bibi, yang tidak serius seperti itu."Aku serius, Bi!" pungkasku."Ya dia sih bilang terima kasih. Terlihat sekali, kalau dia sangat senang menerima rujak itu. Ya … namanya juga orang ngidam. Dikasih rujak aja, senangnya minta ampun," jelas bi Rini.Aku tersenyum lega, mendengar penjelasan dari bi Rini."Bibi mau tanya, memangnya kamu beneran serius suka sama si Indri? B
POV IndriPagi-pagi sekali setelah adzan subuh, aku bangun dan bersiap untuk pergi ke rumahku. Aku ingin melihat keadaan rumahku, berharap ada cara untuk merebut kembali apa yang menjadi hakku.Sebelum aku pergi, aku terlebih dahulu pergi ke rumah bu Rini, untuk berpamitan pergi. Supaya jika nanti dia hendak main ke kontrakan tempatku tinggal, dia tidak kebingungan mencariku.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum … bu Rini!"Tak berselang lama, pintu pun dibuka, dan menampakkan wajah suami bu Rini dengan wajah tak ramah yang menatap tak suka."Maaf, Pak, bu Rininya sudah bangun? Saya kesini mau bilang, kalau saya tidak ada di kontrakan, berarti saya sedang pergi," imbuhku."Nanti saya bilangin!"Jeder!Pintu pun ditutup dengan kencang. Aneh, kenapa sikap suami bu Rini seperti tidak suka denganku? Tapi aku tidak peduli, yang aku pikirkan sekarang, adalah bagaimana caranya untuk cepat sampai ke rumahku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mumpung mas Andi dan Hana mau pergi bulan ma
POV IndriAku kaget dan panik ketika seseorang membuka pintu toilet. Aku kelabakan mencari tempat persembunyian.Dengan perasaan was-was, aku memutuskan untuk bersembunyi di balik pintu.Aku harap orang itu tidak sampai menemukanku. Bisa bahaya jika aku ketahuan ada disini."Ya Tuhan … siapa yang sudah mengacak-acak baju-baju saya? Kenapa semuanya bisa berantakan?" Terdengar suara seorang wanita tapi bukan suara Hana."Bapak … kamar kita ada yang ngacak-ngacak! Sepertinya rumah kita kemalingan," teriak wanita itu.Aku heran, siapa wanita itu? Kenapa dia bisa ada disini? Apakah dia adalah orang tua Andi?Wanita itu kemudian berlari keluar menuruni anak tangga. Aku pun muncul dari balik pintu, dan berjalan mengendap-endap untuk kabur dari rumahku.Tak berselang lama, wanita itu kembali dengan seorang pria paruh baya, yang berlari menaiki anak tangga menuju kamar.Aku kembali kelabakan, aku kembali bersembunyi di balik meja bundar, tempat menaruh vas bunga berukuran besar. Namun besar ke