POV HanaApa? Indri hamil? Berarti anak yang dikandung Indri adalah anak Mas Andi? Tidak, aku tidak rela. Aku harus melakukan sesuatu, supaya Mas Andi tidak terpengaruh dan luluh atas kehamilan Indri. Ini tidak boleh terjadi, Mas Andi adalah milikku, hanya milikku. Tidak boleh ada yang memiliki mas Andi selain aku."Mas, sebaiknya kita pulang. Kita tidak usah mendengarkan omong kosong dia, buang-buang waktu saja." Aku mengajak Mas Andi pulang, guna menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin saja akan dilontarkan Mas Andi kepada Indri, seputar kehamilannya."Sebentar, sayang, aku mau bicara dulu dengan Indri," tolak Mas Andi. Kemudian mas Andi mendekati Indri. Namun Indri beringsut menjauh Tuh kan, apa yang aku takutkan terjadi juga. Jangan sampai Mas Andi luluh. Ya Tuhan, aku harus bagaimana? Tolong aku Tuhan …."Indri, apakah benar kamu sedang hamil?" tanya Mas Andi dengan tatapan serius.Indri menatap Mas Andi dengan tatapan penuh kebencian."Apa peduli kamu, Mas? Mau hamil ata
POV IndriTanpa mendoakan dan tanpa ingin tahu dimana letak makam sang ibu. Hana pergi dengan emosi yang memuncak. Aku menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan perilaku Hana."Sepertinya masalah kalian begitu pelik, kalau misalnya kamu ada kesusahan, cerita sama saya. Siapa tahu saya ada solusi buat kamu," ujar bu Rini."Iya, Bu, terima kasih. Masalah kami memang sangat pelik. Saya pun lelah menghadapi semua ini. Tapi saya juga harus berusaha bangkit dan merebut kembali apa yang menjadi hakku," sahutku."Segala permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Jangan ragu untuk meminta bantuan. Kami disini ada untuk kamu, kamu tidak perlu merasa sendiri," timpal Yusuf.Aku meraba perutku yang masih rata ini. Disatu sisi, aku kecewa kenapa aku hamil. Disisi lain, rasa sayang timbul begitu saja. Mungkin ini yang dinamakan naluri seorang ibu. "Nak, kamu yang sehat ya. Mama doakan, kelak kamu lahir dengan sehat dan menjadi anak yang Soleh atau Solehah," batinku sambil mengusap pelan perutku.
POV Indri"Apa? Apa maksud anda berbicara seperti ini? Ini rumah milik Bi Ratmi, kenapa anda bisa bicara seperti itu, dengan mengaku-ngaku sebagai pemilik baru rumah ini? Siapa anda sebenarnya?" tanyaku merasa heran."Saya adalah juragan Anto. Maaf, Nona, tapi saya sudah membeli rumah ini dari anak pemilik rumah ini. Jadi, saya lebih berhak atas rumah ini," jawab bapak-bapak yang bernama juragan Anto itu."Hana?" lirihku."Ya, saya beli rumah ini dari Bu Hana. Semalam kami bertransaksi jual beli rumah ini. Dan ini sertifikat rumah ini," imbuhnya sembari menunjukkan sertifikat rumah ini.Aku membekap mulutku sendiri, bahkan tak pernah terlintas semua bakalan seperti ini."Silahkan, Nona, angkat kaki dari rumah ini. Atau … saya bisa memberi toleransi, jika Nona masih mau tinggal di rumah ini," pungkasnya.Juragan Anto menatapku lekat dari atas sampai ke bawah. Itu justru membuatku tak nyaman dan merasa risih."Toleransi bagaimana?" tanyaku.Aku mencoba menghindar dari tatapannya yang me
POV YusufAku senang dengan kehadiran Indri, di kampung ini. Kehadirannya seperti warna baru dalam kehidupanku. Belum pernah aku sejatuh cinta ini kepada seorang perempuan. Bisa dibilang, aku adalah orang tertutup dan susah untuk membuka hati kepada perempuan manapun. Tapi dengan Indri, entah kenapa, perasaan itu muncul begitu saja."Gimana, Bi, rujaknya udah dikasih belum? Gimana tanggapannya?" tanyaku pada bi Rini, yang baru saja pulang dari kontrakan yang ditempati oleh Indri."Memangnya kamu ngarepinnya dengan tanggapan apa? Wow, peduli, ketawa, atau like?" imbuh bi Rini."Ck!" Aku berdecak kesal mendengar jawaban bibi, yang tidak serius seperti itu."Aku serius, Bi!" pungkasku."Ya dia sih bilang terima kasih. Terlihat sekali, kalau dia sangat senang menerima rujak itu. Ya … namanya juga orang ngidam. Dikasih rujak aja, senangnya minta ampun," jelas bi Rini.Aku tersenyum lega, mendengar penjelasan dari bi Rini."Bibi mau tanya, memangnya kamu beneran serius suka sama si Indri? B
POV IndriPagi-pagi sekali setelah adzan subuh, aku bangun dan bersiap untuk pergi ke rumahku. Aku ingin melihat keadaan rumahku, berharap ada cara untuk merebut kembali apa yang menjadi hakku.Sebelum aku pergi, aku terlebih dahulu pergi ke rumah bu Rini, untuk berpamitan pergi. Supaya jika nanti dia hendak main ke kontrakan tempatku tinggal, dia tidak kebingungan mencariku.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum … bu Rini!"Tak berselang lama, pintu pun dibuka, dan menampakkan wajah suami bu Rini dengan wajah tak ramah yang menatap tak suka."Maaf, Pak, bu Rininya sudah bangun? Saya kesini mau bilang, kalau saya tidak ada di kontrakan, berarti saya sedang pergi," imbuhku."Nanti saya bilangin!"Jeder!Pintu pun ditutup dengan kencang. Aneh, kenapa sikap suami bu Rini seperti tidak suka denganku? Tapi aku tidak peduli, yang aku pikirkan sekarang, adalah bagaimana caranya untuk cepat sampai ke rumahku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mumpung mas Andi dan Hana mau pergi bulan ma
POV IndriAku kaget dan panik ketika seseorang membuka pintu toilet. Aku kelabakan mencari tempat persembunyian.Dengan perasaan was-was, aku memutuskan untuk bersembunyi di balik pintu.Aku harap orang itu tidak sampai menemukanku. Bisa bahaya jika aku ketahuan ada disini."Ya Tuhan … siapa yang sudah mengacak-acak baju-baju saya? Kenapa semuanya bisa berantakan?" Terdengar suara seorang wanita tapi bukan suara Hana."Bapak … kamar kita ada yang ngacak-ngacak! Sepertinya rumah kita kemalingan," teriak wanita itu.Aku heran, siapa wanita itu? Kenapa dia bisa ada disini? Apakah dia adalah orang tua Andi?Wanita itu kemudian berlari keluar menuruni anak tangga. Aku pun muncul dari balik pintu, dan berjalan mengendap-endap untuk kabur dari rumahku.Tak berselang lama, wanita itu kembali dengan seorang pria paruh baya, yang berlari menaiki anak tangga menuju kamar.Aku kembali kelabakan, aku kembali bersembunyi di balik meja bundar, tempat menaruh vas bunga berukuran besar. Namun besar ke
POV IndriAku dan Yusuf menoleh ke arah suara, tepat di belakang kami."Cie … cie … pacaran nih ye!"Aku dan Yusuf salah tingkah, saat melihat anak kecil yang sedang menggoda kami berdua."Eh anak kecil tahu apa? Sana kamu jangan usil," tukas Yusuf.Aku menggelengkan kepalaku. Lanjut Yusuf menyodorkan uang itu kepadaku."Aku mohon, terima ya uang ini," imbuh Yusuf."Tapi ….""Itu yang aku tidak mau dengar dari mulut kamu. Jangan tolak, anggap saja ini rejeki buat anak di dalam kandungan kamu," potong Yusuf.Aku pun mengulurkan tangan, menerima uang itu.Melihat itu, Yusuf tersenyum lebar. Yusuf begitu baik kepadaku, entah aku harus membalas kebaikannya dengan apa."Terima kasih," ucapku."Sama-sama, aku boleh minta nomor HP kamu? Bukan maksud apa-apa, ini buat antisipasi, kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa menghubungi aku," imbuh Yusuf.Aku pun memberikan nomor hpku kepada Yusuf. Setelah itu, Yusuf pun berpamitan untuk pulang.Aku masuk ke dalam kontrakanku, kemudian beristirahat set
POV YusufAku bahagia sekali, saat Indri menerima cintaku. Aku pastikan, Indri akan menjadi wanita terakhir dalam hidupku, setelah ibuku.Jelas ini seperti mimpi, karena untuk mendekatkan diri kepada Indri, itu rasanya susah sekali. Terlebih Indri seperti trauma untuk menjalin hubungan lagi dengan laki-laki. Tapi aku bersyukur, dengan kegigihan yang aku miliki, akhirnya Indri bersedia membuka hatinya untuk aku. Jelas itu membuat hatiku sangat bahagia."Mari diminum, Bu, Pak," ujarku.Aku menemani tamu bapak dan ibu. Sedangkan bapak dan ibu barusan meminta izin ada keperluan sebentar di luar. Sebenarnya aku tidak enak kepada tamu-tamu bapak. Tapi bapak memintaku untuk menemani tamu-tamunya untuk mengobrol. Aku belum tahu siapa tamu-tamunya bapak ini, dan ada keperluan apa hingga datang ke rumah kami."Terima kasih, Yusuf. Oh iya, kamu belum tahu ya, siapa kami? Perkenalan, nama saya Pak Seno, ini istri saya Lili, dan yang duduk di sebelah kiri kami namanya Seli," ujar tamu bapak, yang