POV YusufAku senang dengan kehadiran Indri, di kampung ini. Kehadirannya seperti warna baru dalam kehidupanku. Belum pernah aku sejatuh cinta ini kepada seorang perempuan. Bisa dibilang, aku adalah orang tertutup dan susah untuk membuka hati kepada perempuan manapun. Tapi dengan Indri, entah kenapa, perasaan itu muncul begitu saja."Gimana, Bi, rujaknya udah dikasih belum? Gimana tanggapannya?" tanyaku pada bi Rini, yang baru saja pulang dari kontrakan yang ditempati oleh Indri."Memangnya kamu ngarepinnya dengan tanggapan apa? Wow, peduli, ketawa, atau like?" imbuh bi Rini."Ck!" Aku berdecak kesal mendengar jawaban bibi, yang tidak serius seperti itu."Aku serius, Bi!" pungkasku."Ya dia sih bilang terima kasih. Terlihat sekali, kalau dia sangat senang menerima rujak itu. Ya … namanya juga orang ngidam. Dikasih rujak aja, senangnya minta ampun," jelas bi Rini.Aku tersenyum lega, mendengar penjelasan dari bi Rini."Bibi mau tanya, memangnya kamu beneran serius suka sama si Indri? B
POV IndriPagi-pagi sekali setelah adzan subuh, aku bangun dan bersiap untuk pergi ke rumahku. Aku ingin melihat keadaan rumahku, berharap ada cara untuk merebut kembali apa yang menjadi hakku.Sebelum aku pergi, aku terlebih dahulu pergi ke rumah bu Rini, untuk berpamitan pergi. Supaya jika nanti dia hendak main ke kontrakan tempatku tinggal, dia tidak kebingungan mencariku.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum … bu Rini!"Tak berselang lama, pintu pun dibuka, dan menampakkan wajah suami bu Rini dengan wajah tak ramah yang menatap tak suka."Maaf, Pak, bu Rininya sudah bangun? Saya kesini mau bilang, kalau saya tidak ada di kontrakan, berarti saya sedang pergi," imbuhku."Nanti saya bilangin!"Jeder!Pintu pun ditutup dengan kencang. Aneh, kenapa sikap suami bu Rini seperti tidak suka denganku? Tapi aku tidak peduli, yang aku pikirkan sekarang, adalah bagaimana caranya untuk cepat sampai ke rumahku. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mumpung mas Andi dan Hana mau pergi bulan ma
POV IndriAku kaget dan panik ketika seseorang membuka pintu toilet. Aku kelabakan mencari tempat persembunyian.Dengan perasaan was-was, aku memutuskan untuk bersembunyi di balik pintu.Aku harap orang itu tidak sampai menemukanku. Bisa bahaya jika aku ketahuan ada disini."Ya Tuhan … siapa yang sudah mengacak-acak baju-baju saya? Kenapa semuanya bisa berantakan?" Terdengar suara seorang wanita tapi bukan suara Hana."Bapak … kamar kita ada yang ngacak-ngacak! Sepertinya rumah kita kemalingan," teriak wanita itu.Aku heran, siapa wanita itu? Kenapa dia bisa ada disini? Apakah dia adalah orang tua Andi?Wanita itu kemudian berlari keluar menuruni anak tangga. Aku pun muncul dari balik pintu, dan berjalan mengendap-endap untuk kabur dari rumahku.Tak berselang lama, wanita itu kembali dengan seorang pria paruh baya, yang berlari menaiki anak tangga menuju kamar.Aku kembali kelabakan, aku kembali bersembunyi di balik meja bundar, tempat menaruh vas bunga berukuran besar. Namun besar ke
POV IndriAku dan Yusuf menoleh ke arah suara, tepat di belakang kami."Cie … cie … pacaran nih ye!"Aku dan Yusuf salah tingkah, saat melihat anak kecil yang sedang menggoda kami berdua."Eh anak kecil tahu apa? Sana kamu jangan usil," tukas Yusuf.Aku menggelengkan kepalaku. Lanjut Yusuf menyodorkan uang itu kepadaku."Aku mohon, terima ya uang ini," imbuh Yusuf."Tapi ….""Itu yang aku tidak mau dengar dari mulut kamu. Jangan tolak, anggap saja ini rejeki buat anak di dalam kandungan kamu," potong Yusuf.Aku pun mengulurkan tangan, menerima uang itu.Melihat itu, Yusuf tersenyum lebar. Yusuf begitu baik kepadaku, entah aku harus membalas kebaikannya dengan apa."Terima kasih," ucapku."Sama-sama, aku boleh minta nomor HP kamu? Bukan maksud apa-apa, ini buat antisipasi, kalau kamu butuh bantuan, kamu bisa menghubungi aku," imbuh Yusuf.Aku pun memberikan nomor hpku kepada Yusuf. Setelah itu, Yusuf pun berpamitan untuk pulang.Aku masuk ke dalam kontrakanku, kemudian beristirahat set
POV YusufAku bahagia sekali, saat Indri menerima cintaku. Aku pastikan, Indri akan menjadi wanita terakhir dalam hidupku, setelah ibuku.Jelas ini seperti mimpi, karena untuk mendekatkan diri kepada Indri, itu rasanya susah sekali. Terlebih Indri seperti trauma untuk menjalin hubungan lagi dengan laki-laki. Tapi aku bersyukur, dengan kegigihan yang aku miliki, akhirnya Indri bersedia membuka hatinya untuk aku. Jelas itu membuat hatiku sangat bahagia."Mari diminum, Bu, Pak," ujarku.Aku menemani tamu bapak dan ibu. Sedangkan bapak dan ibu barusan meminta izin ada keperluan sebentar di luar. Sebenarnya aku tidak enak kepada tamu-tamu bapak. Tapi bapak memintaku untuk menemani tamu-tamunya untuk mengobrol. Aku belum tahu siapa tamu-tamunya bapak ini, dan ada keperluan apa hingga datang ke rumah kami."Terima kasih, Yusuf. Oh iya, kamu belum tahu ya, siapa kami? Perkenalan, nama saya Pak Seno, ini istri saya Lili, dan yang duduk di sebelah kiri kami namanya Seli," ujar tamu bapak, yang
POV YusufAku meremas tanganku sendiri, rasanya aku tak menyangka kalau ibu dan bapak akan setega ini. Ingin rasanya aku buang jauh-jauh pikiran buruk ini. Tapi entah kenapa, feeling aku begitu kuat, bahwa ibu dan bapak telah mengusir Indri. Aku bisa berpikir seperti itu, karena bapak dan ibu sempat melarangku berhubungan dengan Indri, dengan berbagai alasan.Aku kembali menaiki motorku, dan pulang ke rumah."Bapak, Ibu!" panggilku dengan nada emosi, namun aku redam supaya tak ada tetangga yang mendengar."Yusuf, kamu dari mana saja? Pergi nggak bilang-bilang," sapa ibu."Aku habis dari kontrakan Indri, dan disana, Indri sudah tidak ada," sahutku menatap ibu dan bapak dengan tatapan menyelidik."Loh, kemana dia? Apa dia sudah nggak betah tinggal disana?" timpal bapak, yang sedang duduk sambil menyeruput kopi hitam."Jangan coba-coba pura-pura tidak tahu, Pak, Bu! Aku sudah tahu semuanya, kalau Ibu dan Bapak pasti mengusir Indri dari kontrakan itu. Kenapa Pak, Bu? Apa salah Indri?" uja
POV IndriAku terus berjalan tanpa arah tujuan. Aku bingung hendak tinggal dimana. Uangku hanya tinggal sedikit, dan mungkin jika aku menyewa kontrakan, hanya akan cukup untuk satu bulan saja. Tapi untuk biaya sehari-hari, aku bingung. Jika saja ada yang mau menerimaku bekerja dengan keadaan hamil besar seperti ini. Aku akan senantiasa bekerja demi kelangsungan hidupku.Aku duduk di atas trotoar, saat ini aku berjalan di jalanan sepi, tidak berada di jalan yang seperti biasa aku lewati. Supaya Yusuf tidak sampai menemukanku jika dia mencariku.Krucuk krucuk krucukPerutku terasa lapar, sedari tadi sore perutku belum terisi makanan.Aku bangkit lalu berjalan untuk mencari warung yang menjual makanan. Aku berjalan sambil menyeret koper dan memegangi perutku yang sudah membesar ini."Kamu lapar ya, Dek? Sabar ya, sayang, Mama carikan dulu makanan untuk kita. Baik-baik ya di dalam sana," ujarku mengajak bayi dalam perutku bicara.Beberapa jauh aku berjalan, akhirnya aku menemukan sebuah w
POV Indri"Jadi Mbak adalah pemilik villa itu? Dan sekarang, mau nempatin villa itu?" tanya pemilik warung."Iya, betul, Mbak. Perkenalan nama aku Indri," jawabku lalu memperkenalkan diri."Saya Fina, senang berkenalan dengan kamu. Eh tapi kamu serius mau tidur disana? Kamu sepertinya sedang hamil besar?" tanya pemilik warung yang bernama Fina."Iya, aku serius mau tidur disana? Dan benar, aku sedang hamil, ini usia kandunganku sudah masuk bulan ke delapan," jawabku.Fina kemudian duduk dan mempersilahkan aku duduk juga."Mari duduk!" Aku pun duduk di sampingnya."Bukan apa-apa sih, cuma kan villa itu sudah lama terbengkalai. Bisa dilihat dari luar, villa itu tidak terurus. Mana jarak villa dengan tetangga agak jauh," imbuh Fina.Aku membuang nafas kasar. Memang wajar jika Fina kaget saat tahu aku akan tidur disana. Dari penampilan luar saja sudah terlihat suram dan menyeramkan, apalagi di dalam. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Kalau tidak disana, harus dimana lagi aku tinggal."I