Saya dan Miliarder Cantik

Saya dan Miliarder Cantik

last updateTerakhir Diperbarui : 2022-06-12
Oleh:  RenkoOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.6
9 Peringkat. 9 Ulasan-ulasan
40Bab
6.4KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis

Mateo, seorang pria yang dihantui masa lalunya, terpaksa hidup menyendiri setelah terjerat kasus pembunuhan. Anonimitas yang dia bangun dengan hati-hati hancur ketika bertemu Hillary, seorang wanita kaya dan sombong yang tanpa sadar menjadi umpan bagi Serina, seorang jurnalis investigasi yang menyelidiki kisah Mateo yang terlupakan. Mereka membentuk aliansi tak terduga, didorong oleh keinginan mengungkap kebenaran di balik kejahatan keji itu. Saat mereka menelusuri jaringan berbahaya, Mateo, Hillary, dan Serina harus menghadapi musuh mereka sendiri dan mendorong batas keyakinan untuk menegakkan keadilan. Akankah aliansi mereka berhasil, atau bayangan masa lalu akan menghancurkan mereka?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Chapter 1. Misi di Balik Mi Pedas

Rumah makan di hadapan mereka tampak sederhana, dengan papan reklame kecil yang menggantung di sudut bangunan. Cahaya kekuningan baru saja muncul dari papan mini itu, menyorot rangkaian huruf yang tertulis di sana—Honolulu.

Dari balik tirai jendela, terlihat siluet beberapa orang yang bergerak dengan acak. Mereka adalah pelanggan yang datang satu jam lalu. Tiga sosok pria itu keluar, mengusap perut mereka dengan wajah puas.

"Semua pelanggan sudah pergi. Kau bisa masuk sekarang. Aku akan menunggumu di sini," ucap Serina, sambil mendorong wanita di sampingnya—yang duduk di kursi kemudi.

Hillary melirik tajam kepada sahabatnya yang berlagak seperti seorang atasan. Dia tak suka dengan rencana Serina yang tampak buruk. Belum pernah seumur hidupnya dia menginjakkan kaki di tempat kecil seperti rumah makan ini.

"Kenapa menatapku seperti itu? Tidakkah kau ingin berkencan dengan Shohei?" tanya Serina.

Hillary tak punya pilihan selain menuruti permintaan Serina. Kalau bukan karena Shohei, pria yang sangat diidolakannya itu, dia tak akan berada di lingkungan kumuh ini sekarang.

Akhirnya, Hillary turun dari mobil mewah yang terparkir rapi tak jauh dari rumah makan. Dia ragu-ragu untuk melangkah, tapi Serina, terus mengawasinya dari dalam mobil, memaksa Hillary untuk melangkahkan kaki ke area yang dianggapnya terlarang.

Begitu tiba di sana, apa yang tampak sudah sesuai dengan dugaan mereka—semua orang benar-benar sudah pergi. Rumah makan itu kosong melompong, tanpa satu pun pelanggan yang menempati meja-mejanya.

Suara desisan minyak terdengar, disertai aroma makanan yang langsung tercium, membuat siapa pun tergoda untuk berlama-lama menikmatinya. Tak berbeda dengan Hillary, yang sejenak melupakan tujuannya dan tanpa sadar menikmati bagaimana cacing-cacing di perutnya bersorak, memohon pemilik tubuhnya untuk memberi makan.

"Silakan duduk."

Suara pria yang mengenakan apron itu membuat Hillary tersentak. Dia baru sadar bahwa kedatangannya bukan untuk menikmati makanan, melainkan untuk menjalankan misi penting dari Serina.

Dengan enggan, Hillary duduk di salah satu kursi pelanggan. Belum lama dia duduk, sebuah pergerakan menarik perhatiannya. Pria yang diyakini sebagai pemilik rumah makan berjalan menghampiri, sambil membawa nampan.

Pria itu mendekati Hillary dan menyuguhkan semangkuk mi dengan kuah merah menyala. Melihat sekeliling ruangan yang kosong, jelas bahwa menu itu memang untuknya, satu-satunya pelanggan yang ada.

"Tapi ... aku belum memesan—"

"Hanya ada satu menu di rumah makan ini," sela pria tersebut dengan nada suara dingin.

Hillary tak menyangka bahwa rumah makan yang didatanginya bukan hanya kecil, tapi juga minim pilihan menu. Namun, dia harus ingat bahwa kedatangannya bukan untuk membahas soal makanan, tujuannya adalah mendapatkan nomor ponsel pria ini agar dia bisa berkencan dengan Shohei.

"Jika tak ingin memakannya, maka menu ini tak akan disajikan," tambah pria itu, tatapannya tajam.

Hillary segera menghentikan gerakan pria itu yang hendak mengambil mangkuk mi. "Baiklah, aku akan memakannya," katanya.

Setelah itu, pria tersebut tampak sibuk kembali dengan pekerjaannya. Hillary hanya melirik dari jauh, berpura-pura menikmati sajian makanan.

Beberapa saat berlalu, Hillary bangkit dan berjalan menuju meja kasir untuk membayar. Dia menyunggingkan sedikit senyum, ingin memperlihatkan kalau dia benar-benar senang karena telah mengisi perut dengan sajian makanan Honolulu.

"Aku tak tahu kalau rumah makan sekecil ini memiliki makanan yang sangat enak," katanya, pura-pura memuji.

Pria itu hanya diam dan bersikap acuh, membuat suasana semakin canggung. Benar kata Serina, pemilik rumah makan ini memang tak bersahabat. Hillary bertanya-tanya apa yang disukai Serina dari pria ini. Tampangnya tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Shohei.

"Takkan membayar?" tanya pria itu.

Hillary terbangun dari lamunannya dan merasa marahnya tertahan. Enak saja berkata seperti itu padaku. Jangankan membayar, membeli rumah makan ini sampai ke tanahnya pun aku sanggup! pikirnya.

"Oh, baiklah," jawabnya akhirnya, sambil mengeluarkan dompet.

Hillary berusaha terlihat biasa saja. Dia mengeluarkan sejumlah uang dari dompetnya dan menyerahkannya. Pria itu hanya mengambil satu lembar uang, lalu memberikan sisa kembalian dari total harga makanan. Sementara Hillary masih gelisah, mencari cara untuk menyelesaikan misinya.

"Makanannya sangat enak. Aku pasti akan datang lagi lain kali," ucap Hillary, mencoba menyapa dengan ramah meskipun hatinya berdebar-debar.

"Aku tak melihat telepon di sini." Hillary menyimpan uang kembalian dan mengeluarkan ponselnya. "Aku seorang manajer di sebuah perusahaan. Lain kali aku akan membawa teman-temanku ke sini, dan mungkin mereka ingin memesan langsung dari kantor. Jadi, perlu nomor seseorang di rumah makan ini untuk dihubungi. Tak masalah jika itu adalah nomormu."

Pria itu melirik ponsel yang disodorkan tanpa menunjukkan minat. "Kami tak menyediakan layanan pesan antar."

Hillary tersenyum, menyembunyikan kekesalannya di balik ekspresi ramah. "Kau tahu, orang kantor sangatlah sibuk. Menghabiskan waktu hanya untuk menunggu adalah pemborosan. Kalau nomor ponselmu ada, mereka bisa memesan terlebih dahulu dan mengirimkan seseorang untuk mengambil pesanan saat semuanya sudah siap." Dia menyodorkan ponselnya lebih jauh.

Pria itu melirik ke arah ponsel sekali lagi, masih enggan untuk mengambilnya. Setelah berpikir sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk menuliskan sesuatu pada secarik kertas.

"Jika ingin memesan, bisa hubungi nomor ini," ucap pria itu dengan nada datar. "Kami tak menyediakan layanan pesan antar. Jika ingin membeli, kirim saja orang untuk datang menjemput."

Hillary mengambil secarik kertas itu dengan perasaan campur aduk. Setidaknya, dia berhasil mendapatkan nomor ponsel yang diinginkannya.

Hillary mengangguk. "Aku mengerti. Semoga bisnismu lancar," ucapnya sambil membalikkan badan. Senyum lega terpancar di wajahnya saat melihat kertas yang dipegangnya.

Dengan cepat, Hillary mendekati Serina yang telah menunggunya sejak tadi. Dia berusaha menahan sikapnya agar tak terlalu mencolok, tak ingin menarik perhatian pemilik rumah makan.

Begitu Hillary berhasil masuk ke mobil, dia berteriak senang. Bukan karena mendapatkan nomor ponsel, tapi karena impiannya untuk berkencan dengan Shohei akhirnya semakin dekat!

Serina, yang tak tahu apa yang terjadi, tiba-tiba dipeluk erat sampai kesulitan bernapas. "Apa yang terjadi?"

Hillary melepaskan pelukan mereka dan menyerahkan kertas berisikan nomor ponsel itu kepada sahabatnya. "Kau harus memenuhi janjimu untuk mengatur kencanku dengan Shohei!"

Serina memperhatikan kertas tersebut dengan mata terbelalak. "Bukankah ini terlalu mudah? Bagaimana kau bisa mendapatkan nomornya? Aku tak yakin kau bisa melakukannya secepat itu!"

Serina memang tak berani meminta nomor itu secara langsung. Dia terlalu takut untuk berhadapan dengan pria yang menurutnya terlihat mengerikan. Karena itulah dia meminta bantuan Hillary, yang tak gentar menghadapi pria mana pun.

"Dia tak ingin memberikan nomor ponselnya di awal. Tapi otakku cerdik!" kata Hillary dengan bangga. "Aku memuji makanannya dan mengatakan ingin merekomendasikannya pada teman-teman. Setelah itu, dia menuliskan nomornya dan memberikannya padaku."

"Tapi ... apa kau baik-baik saja? Rumah makan itu hanya menghidangkan satu menu. Kau tak memakannya, bukan?"

Kekhawatiran Serina bukan tanpa alasan. Dia tahu bahwa Hillary memiliki penyakit usus buntu dan tak bisa makan makanan pedas. Namun, dia lupa memberi tahu bahwa Honolulu hanya menyajikan satu menu makanan pedas.

"Aku tak mungkin mengisi perut di tempat seperti itu. Sekarang aku sangat lapar. Ayo, kita cari tempat yang layak untuk makan!" ucap Hillary sambil menyalakan mesin mobil, meninggalkan tempat yang sama sekali bukan seleranya itu.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Keratine Smooth
Ceritanya mantappp! Ditungggu next update thor!
2024-09-14 18:57:00
0
user avatar
Iis_lintang
kapan up lg author ku sayaaaang.........
2021-08-27 18:46:39
1
user avatar
cat lover
kok lom g update thor?
2021-08-19 14:29:29
1
user avatar
Aam Mulyani
Aku tahu karya2mu selalu keren.... !! semangat dan tetap konsisten y 🦋🐣
2021-05-19 21:40:39
1
user avatar
Adinda Novelta
Duh, ini kok lebih mantap yh...ada Mas Bro-nya..🤭
2021-05-19 21:25:05
1
user avatar
Airy Nafisa
selalu memburu karyamu yg spektakuler...😍
2021-05-18 21:01:27
1
user avatar
Farasha Hafsha
Selalu ingin menikmati buah karyamu ....,😊🐣
2021-05-18 20:06:16
1
user avatar
Farasha Hafsha
Pen baca yg baru nih....
2021-05-17 09:30:11
1
user avatar
Isnaini Isnaini
Aku baru mulai baca😍
2021-05-14 15:31:38
1
40 Bab
Chapter 1. Misi di Balik Mi Pedas
Rumah makan di hadapan mereka tampak sederhana, dengan papan reklame kecil yang menggantung di sudut bangunan. Cahaya kekuningan baru saja muncul dari papan mini itu, menyorot rangkaian huruf yang tertulis di sana—Honolulu. Dari balik tirai jendela, terlihat siluet beberapa orang yang bergerak dengan acak. Mereka adalah pelanggan yang datang satu jam lalu. Tiga sosok pria itu keluar, mengusap perut mereka dengan wajah puas. "Semua pelanggan sudah pergi. Kau bisa masuk sekarang. Aku akan menunggumu di sini," ucap Serina, sambil mendorong wanita di sampingnya—yang duduk di kursi kemudi. Hillary melirik tajam kepada sahabatnya yang berlagak seperti seorang atasan. Dia tak suka dengan rencana Serina yang tampak buruk. Belum pernah seumur hidupnya dia menginjakkan kaki di tempat kecil seperti rumah makan ini. "Kenapa menatapku seperti itu? Tidakkah kau ingin berkencan dengan Shohei?" tanya Serina. Hillary tak punya pilihan selain menuruti permintaan Serina. Kalau bukan karena Shohei, p
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-05
Baca selengkapnya
Chapter 2. Suara Yang Tak Dikenal
Pemilik kedai kecil itu bernama Mateo, sedang bersiap membersihkan meja setelah seorang pelanggan wanita pergi. Alisnya langsung berkerut melihat isi mangkuk yang tak tersentuh, bertentangan dengan ungkapan puas yang diucapkan pelanggan tadi. Suara mesin mobil yang mendekat membuat Mateo menoleh. Di balik jendela mobil yang baru saja melintas itu, dia melihat wanita yang sebelumnya memberikan pujian palsu. Kedatangan wanita itu yang terasa mencurigakan membuat Mateo meningkatkan kewaspadaannya. Perhatian Mateo beralih saat melihat adiknya—Meera. Dia segera keluar untuk membantu sang adik yang berjalan sambil mengangkut beberapa kantong plastik besar. "Kenapa belanja sebanyak ini? Sudah kukatakan untuk membeli bahan seperlunya saja. Kenapa kau tak pernah mendengarkanku?" kata Mateo, suaranya sarat dengan kekesalan. "Tadinya aku berpikir begitu, tapi melihat diskon akhir tahun, aku jadi belanja lebih banyak. Kita bisa menyimpannya di dalam kulkas," ucap Meera, lalu menunjuk kantong p
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-05
Baca selengkapnya
Chapter 3. Ketegangan di Malam Tahun Baru
Meera meletakkan ponselnya di atas kasur setelah menerima panggilan aneh dari nomor tak dikenal. Dia mendesah pelan, kesal karena tak tahu siapa yang menelepon. Tepat pada saat itu, terdengar ketukan pintu, diikuti oleh kemunculan kakaknya yang tiba-tiba. “Ada apa?” tanyanya, berjalan mendekati Mateo. "Kau terlihat kesal," Mateo menyimpulkan dari ekspresi wajah sang adik. Meera melipat tangan di dada, menahan rasa frustrasi yang masih membayang. "Nomor asing meneleponku. Ketika kuangkat, tak ada suara. Lalu, panggilannya tiba-tiba terputus." "Aku memberi nomormu pada seorang pelanggan wanita. Mungkin dialah orang yang meneleponmu," jawab Mateo. Mengingat percakapan mereka sebelumnya, Meera langsung menyadari siapa yang mungkin meneleponnya. "Kenapa Kakak tak bilang padaku? Aku sampai penasaran setengah mati." Mateo menghela napas panjang. Itu adalah sesuatu yang ingin dia sampaikan sejak tadi, tapi pembicaraan mereka terputus ketika Meera pergi. "Sebaiknya kau beristirahat. Besok
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-08
Baca selengkapnya
Chapter 4. Dalam Tekanan Waktu
Serina menarik lengan sahabatnya, mencoba menariknya menjauh, tapi Hillary mengabaikan usaha itu. Dia tetap bersikeras untuk menghadapi pria bertubuh kekar di hadapan mereka. Bukan hanya satu, di belakang pria itu berdiri beberapa lainnya, seolah membentuk barisan yang mustahil dihadapi oleh tiga wanita. Ting! Suara bel di meja kasir terdengar, menandakan pesanan sudah siap. Hanya sebuah tangan yang terlihat saat koki dapur memberikan tanda, dan ketika tak kunjung menerima respons, koki tersebut mengintip dari balik kain yang menutup bilik dapur. Mateo menangkap ekspresi ketakutan di wajah adiknya. Dia merasa ada sesuatu yang tak beres di rumah makan mereka. Tanpa ragu, dia mematikan kompor dan melangkah menuju sumber masalah. “Ada apa?” tanya Mateo kepada adiknya. Meera ketakutan setengah mati, segera bersembunyi di belakang tubuh kakaknya. "Kak, pria ini mencoba melakukan hal jahat padaku." Mateo menatap pria di hadapannya, yang tampaknya tak sendiri. "Apa ada masalah?" Pelang
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-08
Baca selengkapnya
Chapter 5. Jejak Masa Lalu
Teriakan itu mencapai telinga Serina dan Meera, memaksa keduanya bergegas menuju asal suara. Mereka menemukan Hillary tengah berhadapan dengan Mateo, yang tampak canggung di ambang pintu kamar kecil. “A-apa yang kau lakukan di kamar kecil?!” suara Hillary bergetar. “Memangnya apa yang biasanya orang lakukan di kamar kecil?” Mateo menjawab dengan nada datar, tak paham dengan maksud pertanyaan Hillary. "Kau tadi ...! Kau bergetar! Berguncang!" Mateo hanya merasa lega setelah buang air kecil, karena dia menahannya begitu lama akibat pekerjaan dapur yang tak bisa ditinggalkan. Dia tak pernah menyangka seseorang akan masuk, di saat dirinya memiliki kebiasaan buruk tak mengunci pintu kamar kecil. Sadar tak diperhatikan aksi protesnya, Hillary mengikuti arah pandangan Mateo. Dia dengan cepat menyadari bahwa dada basahnya yang kini terlihat menerawang menjadi pusat perhatian. Dalam sekejap, wajahnya berubah marah dan tanpa ragu melayangkan tamparan keras ke pipi Mateo. Plak! Suara tamp
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-09
Baca selengkapnya
Chapter 6. Penyusup di The Pearl Villa
Mateo baru saja menyelesaikan urusannya di kamar mandi. Sesuai dengan rencana yang disepakati semalam, pagi ini dia akan mengunjungi The Pearl Villa. Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat itu sekitar satu jam, dan sekarang sudah menunjukkan pukul 08.32. Mateo berencana tiba lebih awal untuk memeriksa lokasi terlebih dahulu, berjaga-jaga kalau nanti Serina adalah wartawan licik yang berusaha menjebaknya, persis seperti apa yang pernah dialaminya. Sebenarnya, alasan Mateo enggan membicarakan masa lalunya di rumah makan tak semata-mata karena adiknya. Dia memiliki agenda tersendiri, agar mereka yang begitu penasaran tak lagi berani menginjakkan kaki di rumahnya. Meskipun bertentangan dengan prinsipnya yang tak suka melawan wanita, kali ini dia harus melakukannya. "Kakak, pagi-pagi begini mau pergi ke mana?" suara Meera membuyarkan lamunan. Mateo sejenak terdiam, memikirkan jawaban yang tepat. "Aku mau berjoging," sahutnya. Meera tak menunjukkan kecurigaan, karena memang kakaknya
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-05-12
Baca selengkapnya
Chapter 7. Kehidupan Terikat
Hillary terbaring di ranjang, tubuhnya terikat erat hingga tak mampu bergerak, dengan mulut terbungkam rapat. Tenaganya mulai terkuras oleh perlawanan yang sia-sia. Melihat tatapan penuh kesombongan Hillary, Mateo yang sebelumnya tak berniat melepaskannya kini tergoda untuk menarik kain yang menutupi mulutnya, membiarkannya akhirnya berbicara. "Kau sudah gila?! Lepaskan aku!" bentak Hillary, tubuhnya terus menggeliat. "Tidakkah kau tahu betapa gerahnya berada di sini? Aku bahkan kesulitan bernapas!" Mateo menatap tubuh yang terbungkus selimut itu dengan ekspresi datar. "Kau sebaiknya berhenti bergerak, itu hanya akan membuatmu semakin sulit bernapas. Cobalah untuk tetap tenang dalam kondisi terburukmu." "Apa kau pikir ini waktu yang tepat untuk memberiku nasihat?" sahut Hillary dengan kesal. Hillary tak berlebihan, dia benar-benar merasa kepanasan. Peluhnya mengalir deras, membuat dunianya semakin terasa pengap. Hingga akhirnya, dia terpaksa mengikuti saran Mateo dengan tak banyak
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-06-10
Baca selengkapnya
Chapter 8. Dalam Jerat Kebencian
Mateo mengertakkan giginya, mencoba menahan amarah yang kembali membara. Kenangan pahit yang selama ini dia kubur dalam-dalam terpaksa dia ungkapkan demi membuat Serina menjauh darinya. "Beberapa kali mereka menjebakku, memaksaku terlibat dalam tindak kriminal. Mereka juga mengikatku selama lebih dari sebulan di sebuah ruangan gelap," suaranya rendah dan penuh kebencian. "Tak ada makanan, hanya sebotol air setiap kali mereka datang. Tak ada izin untuk keluar, bahkan sekadar untuk buang air. Akibat perlakuan mereka, aku nyaris jatuh ke dalam kondisi vegetatif setelah dirawat dengan diagnosa malnutrisi yang parah." Serina merasakan getaran di bibirnya, menahan rasa ngeri yang mulai merayap saat membayangkan keadaan menyedihkan itu. "Kenapa mereka melakukan semua itu?" tanyanya. "Apa lagi alasannya? Mereka ingin aku bicara, ingin menjebakku dengan tuduhan-tuduhan palsu yang sudah mereka rancang." Serina mengepalkan tangannya erat, berusaha agar tak terpengaruh oleh kata-kata Mateo yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-07-06
Baca selengkapnya
Chapter 9. Titik Balik
Serina menunjukkan berkas yang dicarinya dalam beberapa hari ini, wajahnya tegang. Mencari informasi tentang Mateo Paiton bukanlah tugas yang mudah. Berulang kali dia harus bolak-balik ke kantor polisi hanya untuk memastikan kebenaran dari setiap serpihan data yang dia temukan. "Apa ini?" tanya Stuart—redaktur pelaksana di Meteor Media, dengan alis yang terangkat. "Seharusnya aku yang bertanya! Bagaimana mungkin kau menyembunyikan hal sepenting ini?!" Stuart memandang Serina tanpa bisa memahami amarahnya. Dia meraih berkas yang dilemparkan Serina ke atas meja, membukanya, dan mulai membaca. Ekspresinya berubah seiring halaman yang dibalik. Wajahnya menegang ketika dia selesai membaca. "Dari mana kau mendapatkan semua ini?" tanya Stuart. "Bukan dari mana aku mendapatkannya yang penting, yang perlu kau pikirkan sekarang adalah bagaimana kalian memperlakukan klien! Kau tahu? Aku bahkan membela kalian! Betapa bodohnya aku telah percaya sepenuhnya pada kalian ...." Suara Serina melemah
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-07-07
Baca selengkapnya
Bab 10: Tamu Tidak Diundang
Bellmira mengupas kentang, memotongnya berbentuk dadu. Tidak lupa wortel dan juga brokoli dipotong dengan besaran yang kira-kira juga sama. Hari ini dia akan membuat sup yang berisikan ketiga sayuran tersebut. Gerakan tangan yang memotong bahan terhenti ketika sayup terdengar suara dari luar. Dia melepaskan celemek dan meninggalkan masakannya sebentar untuk melihat siapa yang membuat keributan kala rumah makan mereka tidak menerima pelanggan. Semakin lama suara itu semakin jelas. Bellmira dapat menilai kalau yang memanggil-manggil nama kakaknya adalah seorang wanita. Sampai ketika berhasil membuka pintu, tebakannya ternyata benar kalau yang datang adalah dua orang wanita yang pernah bekerja di rumah makan mereka beberapa waktu lalu. "Bukankah ...." Bellmira sudah mendengarnya dari sang kakak kalau mereka tidak boleh lagi berurusan dengan dua orang wanita ini. Pintu yang akan segera ditutup membuat Serina segera menahannya. Mereka saling bertolak belakang dengan B
last updateTerakhir Diperbarui : 2021-07-07
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status