Share

Pelampiasan Mas Abi

Rumah yang sangat luas dan terlalu mewah bagiku. Setelah hampir satu jam lebih aku berkeliling memahami setiap sudut rumah ini, aku baru paham satu hal kalau semuanya memang baru dan perlu di isi olehku. 

Tembok yang kosong tidak ada bingkai foto sedikitpun, bahkan dapur pun tidak ada alat-alat masak yang bisa aku gunakan. Sepertinya memang mas Abi terlalu terburu-buru membelinya, atau rumah ini salah satu dari sekian properti miliknya. 

Entahlah, semakin lama, aku semakin tidak merasa enak menerima pemberian rumah ini, meski ia memaksaku dengan dalih bahwa kita sudah menikah. Meski hanya menikah siri, hanya saja aku tak pantas mendapatkannya. 

"Aku harus minta persetujuan mas Abi besok agar mau memberiku izin mengisi rumah ini. Setidaknya ada peralatan dapur yang bisa aku pakai memasak. Lumayan kalau beli makanan terus setiap hari, mending masak sendiri." Gumamku, kemudian masuk ke kamar. 

Sebenarnya, aku juga tidak tahu kamar ku akan berada di ruangan mana. Sebab mas Abi mengatakan sebelumnya kalau ia sudah membawa semua barang-barang milikku. Hanya saja, setelah aku memeriksa hampir seluruh ruangan di rumah ini masih kosong melompong dan tidak ada baju milikku. Mungkin mas Abi lupa, saking terburu-burunya mau menghadiri acara ulang tahun Elisa. 

Aku memilih kamar yang berada di dekat dapur. Bukan memilih salah satu diantara jajaran kamar dilantai atas. Aku pikir, semuanya sama saja. Hanya saja yang membedakannya ialah letaknya dan sensasi yang diberikan pun juga berbeda. 

Kamar dengan tembok yang masih berwarna putih. Hanya berisi ranjang lengkap dengan kasur dan bantal gulingnya, lemari yang ada di depan ranjang, dan dua laci di sampingnya. Cukup lah untukku, hampir sama seperti berada di kontrakan ku. 

Kebiasaan yang sering aku lakukan sebelum benar-benar tidur adalah mandi. Aku tidak bisa tidur nyenyak kalau belum membersihkan diriku, sebab dengannya membuatku menjadi rileks dan tenang menyusuri pantai kapuk. 

Dan aku baru ingat satu hal, bahwa aku ataupun mas Abi belum makan sedikitpun hari ini setelah sarapan di rumahku. Aku berharap mas Abi bisa makan setelah ini.

"Tenanglah, Eca. Dia ke acara ulangtahun pacarnya dan sudah pasti dia akan makan di sana." Ujarku sambil masuk ke kamar mandi. 

Sebab aku tidak menemukan bajuku, sedangkan aku harus menggantinya, maka satu-satunya yang bisa menjadi cadangan ku adalah baju bathrobe ini. 

***

Tengah malam aku dibangunkan karena mendengar kegaduhan dari luar seperti gedoran pintu yang dipaksa. Rumah ini tidak mungkin bakal kena maling, kan?. Atau mungkin mas Abi membawaku ke rumah yang bukan miliknya?. 

Segera aku beranjak meninggalkan kamar untuk memastikan kegaduhan itu. Sebelum membuka pintu, aku mencari benda yang bisa aku pakai untuk memukul, jika memang orang itu benar-benar membahayakan. 

Setelah mendapatkan tongkat, aku segera menuju pintu. Tidak mau gegabah, aku memastikannya lewat tirai jendela. Menyingkapnya, namun ternyata aku malah melihat mas Abi yang berada di luar. Dia seperti sedang mabuk. Ia menendang-nendang pintu tidak sabaran, bahkan menggedor-gedornya. 

Aku segera membuka pintu dan ketika benda itu terbuka, tubuh mas Abi langsung terjatuh padaku. Beruntungnya aku bisa menahan tubuhnya, meski harus berpegangan pada pintu di sampingku. 

"Mas Abi mabuk?" Tanyaku. 

Tidak ada jawaban darinya. Ia malah kini tidak terasa memberontak, sepertinya dia tertidur. 

"Mas?" Tanyaku lagi. Menggerakkan badannya, namun tetap saja tidak ada respon darinya. 

Alhasil, meski sedikit kesusahan sebab badannya yang begitu berat, aku mencoba untuk membawanya masuk ke dalam kamarku. Beberapa kali aku berhenti dan melanjutkan kembali langkahku, meski sebenarnya aku hampir mau menyerah. 

Hingga akhirnya aku bisa berhasil menidurkan mas Abi di ranjang yang menjadi tempatku tidur sebelumya. Memperbaiki letak tidurnya senyaman mungkin dan tak lupa juga dengan sepatunya yang harus aku lepas. 

Setelah semuanya selesai, menaikkan selimut untuknya agar bisa tidur dengan nyenyak. Aku mengambil bantal yang satunya lagi dan keluar dari kamar itu. Aku lebih memilih untuk tidur di sofa, meski pada akhirnya nanti akan membuatku kedinginan bukan main, apalagi aku hanya memakai bathrobe saja. 

"Apa yang terjadi dengannya sampai harus mabuk seperti itu?. Dia seharusnya have fun bahkan sampai sekarang bersama dengan Elisa." Gumamku, sembari mencoba untuk terlelap. 

"Semoga dia bisa baikan besoknya dan aku bisa mendapat izinnya untuk mengisi rumah ini."

***

Paginya, aku terbangun karena merasa tubuhku diselimuti sesuatu. Ketika aku bangun, aku sudah melihat mas Abi yang ada di dekatku. Sontak membuatku bangun dan memperbaiki letak bajuku yang terbuka bebas. 

"Mas Abi?. Sudah baikan, mas?" Tanyaku. Mencoba tersenyum di pagi hari yang sedikit canggung ini.

"Ah, iya. Aku sudah agak baikan. Kamu kok pakai bathrobe?. Aku sudah menaruh barang-barangmu di rumah ini." Katanya. 

Ini lah pertanyaan terbesarku dari kemarin. Dimana barang-barangku? Aku membutuhkannya saat ini. 

"Maaf, mas. Aku bukannya menolak. Tapi, dari kemarin aku tidak tahu letak barang-barangku. Aku sudah coba keliling rumah ini, tapi tetap tidak ada." Ucapku mengadu yang sebenarnya. 

Aku lihat, mas Abi menoleh ke kanan-kiri. Tidak lama setelahnya dia beranjak pergi, entah kemana. Sembari menunggu mas Abi menghampiriku lagi, aku merapikan bathrobe ku yang sedikit melorot. 

Tidak lama, mas Abi datang lagi dan membawa koper milikku. Ternyata memang benar apa yang dia katakan, kalau dia memang membawa barang-barangku. Mungkin aku yang lalai, atau tidak becus mencarinya. 

"Aku lupa bilang kalau aku menyuruh mereka menaruhnya di samping rumah. Ini kopermu." 

Aku mengambil koper milikku, tapi tak mau membukanya. Aku hanya penasaran, apakah orang yang disuruh oleh mas Abi akan memasukan pakaian dalamku juga? Atau mungkin dia meninggalkannya?. 

"Tenang saja, pakaian dalammu masih di kontrakan mu yang dulu. Kalau kamu tidak keberatan, mungkin pagi ini kita bisa pergi mengambilnya." Saran mas Abi. 

Mendengar ucapan mas Abi yang demikian membuatku lega. Pakaian dalam itu sifatnya pribadi. Kalau dilihat oleh pria yang bukan merupakan kekuatan atau suami, maka harga diri dipertaruhkan dan aku tidak mau itu terjadi. Akan tetapi, mas Abi bisa melakukannya dengan baik. 

Untuk kesekian kalinya, aku beruntung bisa mengenalnya.

Aku mengangguk. "Iya. Kalau begitu, aku mandi dulu, mas. Oh iya, tidak apa kan kalau aku mengisi dapur?. Dapur masih kosong dan aku tidak bisa memasak pagi ini." Ucapku. 

"Iya. Tidak apa. Setelah ini kita sarapan sambil membeli keperluan dan setelahnya mengambil baju milikmu yang tersisa di kontrakan." Katanya. 

***

Aku sudah selesai mandi dan sekarang sedang memakai baju. Tapi, kenapa aku merasa kalau aku sedang diperhatikan, padahal aku sudah menutup pintu dengan rapat. 

Sontak, langsung menutup tubuhku dengan handuk dan berbalik badan. Setidaknya, aku merasa lega meski masih sedikit tersisa rasa khawatir. 

Mas Abi di belakangku, berdiri di depan pintu dengan tangan yang dilipat di dada. Namun, tatapannya yang begitu berbeda membuatku sedikit menciut. Apalagi ketika ia memainkan bibirnya tanpa sebab. 

"Mas Abi mau mandi atau apa? Biar aku keluar dan memakai baju di ruangan lain." Tanyaku. 

Dia malah terkekeh, tersenyum misterius dan berbalik badan tanpa menjawab pertanyaanku. Ada apa dengannya?. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status