"Aku tidak mau mempoligami Alesha, ma!" Bantah mas Abi dengan nada suara yang lantang, sedangkan Elisa di samping mama mas Abi menangis sesegukan.
Aku sudah membatu di belakang mas Abi. Tak pernah terpikir sebelumnya kalau mama mas Abi akan menyarankan hal itu pada anaknya sendiri. Aku pikir, mereka akan memilih mana yang lebih baik untuk anak-anaknya, atau mungkin akan menyuruh mas Abi menceraikan ku sebab mereka tidak percaya dengan pernikahan yang kami lakukan secara diam-diam. Namun ia malah menawarkan hal yang tidak bisa terduga. Poligami, adalah hubungan berbagi yang mungkin tidak akan pernah bisa aku lakukan. Aku tidak akan tahan dengan hal itu.
"Lalu kamu mau apa?. Kamu membatalkan pernikahanmu dengan Elisa dan membawa perempuan lain ke hadapan keluarga besar kita, padahal kamu tahu kalau Elisa sedang mengandung anakmu. Kamu mau membuat nama baik keluarga kita tercoreng karena perbuatan sesatmu ini!"
Mas Abi terdiam, membuatku tidak bisa berp
Aku pulang ke Solo.Perjalanan yang begitu panjang, dengan kondisi hati yang sedikit hancur, dan kondisi tubuh yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, aku harus menahan semuanya. Sepanjang perjalanan, tangisku tidak bisa terhenti.Aku pergi ke Solo mulanya bersama Nadia, tapi karena dia ada pekerjaan di kantor, aku tidak bisa menjadi batu sandungan dalam hidupnya. Alhasil, merasakan semuanya sendiri, semakin membuatku merasa tak pantas.Mas Abi tidak akan bisa menghubungiku, sebab aku sengaja tidak membeli hp untuk menggantikan hp ku yang rusak sebelumnya. Aku sengaja."Mbak, sudah sampai."Suara itu membuatku tersadar. Menghapus air mataku dan keluar dari taksi yang membawaku sampai ke depan rumah. Rumah yang akan menerima diriku dalam keadaan apapun."Terimakasih ya, pak. Ini bayarnya."Setelah memberikan bayarannya, aku beranjak turun dari taksi itu. Kaki ku terasa berat menuju gerbang rumah, sedangk
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
Aku Alesha Sahira.Biasa dipanggil Eca.Arti dari namaku adalah perempuan yang diharapkan akan mendapatkan keberuntungan yang melimpah ruah dan senantiasa kuat dalam menghadapi segala cobaan.Umurku 25 tahun dan kini menjadi sekretaris dari seorang pemimpin perusahaan yang andal. Menjadi sekretaris nyatanya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Aku harus meluangkan banyak waktu, meski itu di luar kontrak sekalipun. Misalnya, menemaninya keluar kota yang sifatnya meeting mendadak.Saking sibuknya, aku bahkan tidak punya waktu untuk mengurus diriku sendiri. Jangankan mengurus diri, pria pun tidak ada yang mau mendekat denganku saking sibuknya. Sedangkan di umurku yang segitu, aku sudah ditekan oleh keluarga agar cepat-cepat menikah dan memberikan mereka momongan.Sayangnya, mereka tidak tahu kalau mempunyai momongan tidak akan semudah mengatur jadwal mas Abian Darmawangsa.Mas Abi, atasanku yang paling perhatian. Dia
Nikah siri.Siapa sangka kalau pada akhirnya aku dan mas Abi menikah siri di hadapan ayah yang sekarat dan mau berpulang ke hadapan Tuhan. Sesaat setelah aku dan mas Abi sah menikah, baru kemudian ayah menyerah. Ia benar-benar meninggalkanku dan ibu.Sakit mana lagi yang Engkau ciptakan, Tuhan?. HambaMu ini tak sanggup merasakannya. Bagaimana mungkin Engkau mengambil cinta pertama hamba dengan sangat cepat, sedangkan hamba sendiri belum mengabulkan semua permintaannya?.Mas Abi selalu menarikku ketika memberontak di pemakaman ayah. Tepat di depan mataku ayah dimakamkan untuk terakhir kalinya. Menangis darah pun percuma, sebab dengan tangisan tidak akan membuatnya bisa kembali seperti sedia kala."Mas, ayah sudah pergi ninggalin aku, mas." Ujarku pada mas Abi, mencoba melepaskan tanganku darinya."Iya, aku tahu Alesha. Tapi kamu tidak bisa membangunkan ayah
Rumah yang sangat luas dan terlalu mewah bagiku. Setelah hampir satu jam lebih aku berkeliling memahami setiap sudut rumah ini, aku baru paham satu hal kalau semuanya memang baru dan perlu di isi olehku.Tembok yang kosong tidak ada bingkai foto sedikitpun, bahkan dapur pun tidak ada alat-alat masak yang bisa aku gunakan. Sepertinya memang mas Abi terlalu terburu-buru membelinya, atau rumah ini salah satu dari sekian properti miliknya.Entahlah, semakin lama, aku semakin tidak merasa enak menerima pemberian rumah ini, meski ia memaksaku dengan dalih bahwa kita sudah menikah. Meski hanya menikah siri, hanya saja aku tak pantas mendapatkannya."Aku harus minta persetujuan mas Abi besok agar mau memberiku izin mengisi rumah ini. Setidaknya ada peralatan dapur yang bisa aku pakai memasak. Lumayan kalau beli makanan terus setiap hari, mending masak sendiri." Gumamku, kemudian masuk ke kamar.Sebenarnya, aku juga tidak tahu kamar ku akan
"Mas, aku boleh tanya?" Izinku. Takutnya nanti mas Abi malah meledak-ledak dan enggan menjawabku sebab apa yang aku tanyakan ini sangatlah sensitif baginya. Tapi, sejauh aku mengenalnya, dia tak pernah sampai segitunya padaku. Atau mungkin aku tidak mengenal dirinya yang sebenarnya."Boleh." Ujarnya.Dia mengunci mobil dan mengajakku untuk masuk ke mall. Sebab katanya, nanti kita sarapan dulu di dalam dan setelahnya membeli perlengkapan rumah.Iya, khusus hari ini, mas Abi mengatakan kalau kita tidak masuk kerja. Lagipula, ini hari Jumat dan biasanya tidak ada laporan yang masuk ke emailku. Kalaupun ada, aku akan jadwalkan ke hari Senin sebab hari Jumat memiliki jam kerja yang cukup singkat."Hmm.... Kalau tidak keberatan, aku boleh tahu alasan mas kenapa pulang dalam keadaan mabuk?. Jujur saja, itu pertama kalinya aku melihat mas seperti itu." Tanyaku sedikit ragu. Apalagi saat aku bertanya hal demikian, dia malah mendelik menatap
Setelah cukup lama berjimbaku dengan barang-barang dapur beserta isinya, aku memutuskan untuk menyudahinya dan pulang ke kontrakan.Sepanjang perjalanan aku memikirkan bagaimana hubungan mas Abi dan Elisa yang sepertinya menjadi rumit karena aku. Tapi, aku juga tidak sepenuhnya salah sebab mas Abi tidak terbuka dengan apa yang ada. Seburuk apapun itu, setidaknya dalam hubungan tidak boleh ada yang disembunyikan. Aku bukan berarti memaksa mas Abi untuk mengakui kalau kita berdua sudah menikah, hanya saja setidaknya dalam pertengkaran mereka tidak boleh membawa-bawa namaku, apalagi sampai menyebutku dengan panggilan 'jalang' di tempat umum."Maaf, mbak. Sudah sampai di alamat tujuan."Suara sopir yang menginterupsi membuatku sadar. "Pak, boleh minta tunggu sebentar, gak? Saya cuman mau mengambil barang-barang saya saja, setelahnya saya mau naik taksi bapak lagi. Boleh, kan?" Tanyaku."Iya, boleh mbak. Saya tunggu." Katanya.Ak
Aku tidur membelakangi mas Abi yang terlelap di belakangku. Sebenarnya, aku tidak pernah sedikitpun bisa terlelap setelah apa yang sudah kami lakukan sebelumnya. Iya, aku tahu, dia sudah berhak melakukanya, hanya saja tidakkah dia melakukannya dengan lembut dan jangan menyebut nama perempuan lain?. Ia seakan-akan melakukannya dengan perempuan itu, dengan memanfaatkan tubuhku.Bahkan kini, air mataku tidak bisa diajak kompromi untuk berhenti menangis. Aku membungkam mulutku untuk tidak bersuara, membiarkan perasaan kecewa ini hanya aku saja yang boleh merasakannya."Eughh..."Ranjang terasa sedikit bergerak. Sepertinya mas Abi sedang mengubah posisi tidurnya. Entahlah, aku tidak berminat untuk memastikan apa yang sedang dia lakukan di belakangku. Entah dia masih terlelap ataupun terbangun, untuk saat ini aku hanya mau menenangkan pikiran dan hatiku."Jam berapa ini, Alesha?"Ternyata dia bangun. Segera aku menghapus air