Luka bakar di punggungku sudah sedikit membaik, meski aku tahu akan memberikan bekas yang menjijikkan. Bekas luka bakar yang begitu besar, hampir memenuhi punggungku. Selama beberapa hari, aku hampir tidak memakai baju. Hanya ditutupi oleh kain tipis saja. Begitu perih.
Sudah sepuluh hari berlalu. Sejak hari itu, mas Abi selalu ada di apartemen. Setiap malam juga tidur denganku, menemaniku yang sakit akibat luka bakar itu. Terkadang, aku tiba-tiba demam. Kadang pula karena faktor kehamilanku, membuatku mual muntah di tengah malam.
Beberapa kali aku mendengarnya berbicara dengan Elisa dari telpon ketika aku pura-pura tidur di sampingnya. Mas Abi bicara seperlunya dengan Elisa, bahkan mungkin terkesan dingin padanya. Namun tetap saja, aku masih belum bisa berbuat baik padanya. Sampai saat ini, aku selalu cuek padanya, bahkan menjawab dirinya pun hanya seperlunya.
Seperti tadi pagi, mas Abi bertanya aku mau sarapan apa. Dan jawabanku padanya adala
Dua hari berlalu."Mas, kamu tidak lupa hari ini, kan?" Tanyaku.Mas Abi tidak mungkin lupa dengan hari ini. Ini adalah hari pernikahannya dengan Elisa, tapi dia malah santai tidur-tiduran malas denganku di pagi hari ini sampai matahari naik."Memangnya ada apa dengan hari ini, Alesha?" Tanya mas Abi sangat tenang.Aku sontak berbalik dan saling berhadapan dengannya. Melihatnya yang benar-benar tampak tenang, tanpa ada masalah sedikitpun. Bahkan senyumannya yang tampak tenang, mengartikan dia benar-benar tidak merasa ada masalah dalam dirinya."Astaga, mas. Ini adalah hari pernikahanmu dengan Elisa." Kata ku."Lalu?"Aku sontak menganga tidak percaya dengan jawabannya. Tidak pernah terlintas dalam pikiranku kalau mas Abi akan bereaksi seperti ini. Dia mengabaikan apa yang menjadi keinginan terbesarnya dulu.Di depan matanya, pernikahan akan sebentar lagi digelar, tapi dia malah se
Dan sesuai perkataan dari mas Abi dua hari yang lalu, yang mengatakan akan mengenalkan ku dengan keluarganya.Hari ini, kami melakukannya. Sepanjang perjalanan aku gugup, perasaanku gelisah tidak karuan. Pikiranku hanya satu, apakah mereka akan menerima diriku dalam keluarga mereka?.Mas Abi menggenggam tanganku, "jangan gugup. Ada aku yang akan menemanimu." Katanya dengan senyuman yang begitu tulus.Aku hanya bisa tersenyum, nyatanya hal itu belum mampu membuatku menjadi tenang dan melupakan apa yang sudah aku pikirkan semalaman. Aku begadang memikirkan cara yang setidaknya bisa membuatku diterima di keluarga itu, sedangkan mas Abi malah terlalu santai. Dia terlelap dan tidak bisa dibangunkan meski aku membangunkannya beberapa kali."Sebentar lagi kita sampai. Kamu mau beli sesuatu dulu biar gak gugup?" Tanya mas Abi.Kini, pikiranku tertuju pada satu. "Ice cream.""Tidak bisa, sayang. Kamu sudah menghabiskan dua ice cream tadi
"Aku tidak mau mempoligami Alesha, ma!" Bantah mas Abi dengan nada suara yang lantang, sedangkan Elisa di samping mama mas Abi menangis sesegukan.Aku sudah membatu di belakang mas Abi. Tak pernah terpikir sebelumnya kalau mama mas Abi akan menyarankan hal itu pada anaknya sendiri. Aku pikir, mereka akan memilih mana yang lebih baik untuk anak-anaknya, atau mungkin akan menyuruh mas Abi menceraikan ku sebab mereka tidak percaya dengan pernikahan yang kami lakukan secara diam-diam. Namun ia malah menawarkan hal yang tidak bisa terduga. Poligami, adalah hubungan berbagi yang mungkin tidak akan pernah bisa aku lakukan. Aku tidak akan tahan dengan hal itu."Lalu kamu mau apa?. Kamu membatalkan pernikahanmu dengan Elisa dan membawa perempuan lain ke hadapan keluarga besar kita, padahal kamu tahu kalau Elisa sedang mengandung anakmu. Kamu mau membuat nama baik keluarga kita tercoreng karena perbuatan sesatmu ini!"Mas Abi terdiam, membuatku tidak bisa berp
Aku pulang ke Solo.Perjalanan yang begitu panjang, dengan kondisi hati yang sedikit hancur, dan kondisi tubuh yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja, aku harus menahan semuanya. Sepanjang perjalanan, tangisku tidak bisa terhenti.Aku pergi ke Solo mulanya bersama Nadia, tapi karena dia ada pekerjaan di kantor, aku tidak bisa menjadi batu sandungan dalam hidupnya. Alhasil, merasakan semuanya sendiri, semakin membuatku merasa tak pantas.Mas Abi tidak akan bisa menghubungiku, sebab aku sengaja tidak membeli hp untuk menggantikan hp ku yang rusak sebelumnya. Aku sengaja."Mbak, sudah sampai."Suara itu membuatku tersadar. Menghapus air mataku dan keluar dari taksi yang membawaku sampai ke depan rumah. Rumah yang akan menerima diriku dalam keadaan apapun."Terimakasih ya, pak. Ini bayarnya."Setelah memberikan bayarannya, aku beranjak turun dari taksi itu. Kaki ku terasa berat menuju gerbang rumah, sedangk
Halo, semuanya.Aku mau mengucapkan terimakasih banyak buat yang sudah membaca cerita ini, aku senang banget. Tapi, aku sedih juga karena gak bisa lanjutin cerita ini karena sekarang aku hanya bisa berkarya di satu platform atau kata lainnya tuh aku jadi penulis ekslusif. Dimana Thor? Di aplikasi kuda poni ya guys...Untuk kalian yang mau terus baca cerita aku, silakan bisa cek di aplikasi ungu atau kuda poni. Di situ ada banyak cerita yang aku buat dan bisa kalian baca. Ada yang berbayar, ada yang gratis.Kalian bisa baca dan cari cerita aku dengan nama pena yang sama, yaitu limabersaudara.See you in another platform ya guys!!!Lopyuu!
Aku Alesha Sahira.Biasa dipanggil Eca.Arti dari namaku adalah perempuan yang diharapkan akan mendapatkan keberuntungan yang melimpah ruah dan senantiasa kuat dalam menghadapi segala cobaan.Umurku 25 tahun dan kini menjadi sekretaris dari seorang pemimpin perusahaan yang andal. Menjadi sekretaris nyatanya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Aku harus meluangkan banyak waktu, meski itu di luar kontrak sekalipun. Misalnya, menemaninya keluar kota yang sifatnya meeting mendadak.Saking sibuknya, aku bahkan tidak punya waktu untuk mengurus diriku sendiri. Jangankan mengurus diri, pria pun tidak ada yang mau mendekat denganku saking sibuknya. Sedangkan di umurku yang segitu, aku sudah ditekan oleh keluarga agar cepat-cepat menikah dan memberikan mereka momongan.Sayangnya, mereka tidak tahu kalau mempunyai momongan tidak akan semudah mengatur jadwal mas Abian Darmawangsa.Mas Abi, atasanku yang paling perhatian. Dia
Nikah siri.Siapa sangka kalau pada akhirnya aku dan mas Abi menikah siri di hadapan ayah yang sekarat dan mau berpulang ke hadapan Tuhan. Sesaat setelah aku dan mas Abi sah menikah, baru kemudian ayah menyerah. Ia benar-benar meninggalkanku dan ibu.Sakit mana lagi yang Engkau ciptakan, Tuhan?. HambaMu ini tak sanggup merasakannya. Bagaimana mungkin Engkau mengambil cinta pertama hamba dengan sangat cepat, sedangkan hamba sendiri belum mengabulkan semua permintaannya?.Mas Abi selalu menarikku ketika memberontak di pemakaman ayah. Tepat di depan mataku ayah dimakamkan untuk terakhir kalinya. Menangis darah pun percuma, sebab dengan tangisan tidak akan membuatnya bisa kembali seperti sedia kala."Mas, ayah sudah pergi ninggalin aku, mas." Ujarku pada mas Abi, mencoba melepaskan tanganku darinya."Iya, aku tahu Alesha. Tapi kamu tidak bisa membangunkan ayah
Rumah yang sangat luas dan terlalu mewah bagiku. Setelah hampir satu jam lebih aku berkeliling memahami setiap sudut rumah ini, aku baru paham satu hal kalau semuanya memang baru dan perlu di isi olehku.Tembok yang kosong tidak ada bingkai foto sedikitpun, bahkan dapur pun tidak ada alat-alat masak yang bisa aku gunakan. Sepertinya memang mas Abi terlalu terburu-buru membelinya, atau rumah ini salah satu dari sekian properti miliknya.Entahlah, semakin lama, aku semakin tidak merasa enak menerima pemberian rumah ini, meski ia memaksaku dengan dalih bahwa kita sudah menikah. Meski hanya menikah siri, hanya saja aku tak pantas mendapatkannya."Aku harus minta persetujuan mas Abi besok agar mau memberiku izin mengisi rumah ini. Setidaknya ada peralatan dapur yang bisa aku pakai memasak. Lumayan kalau beli makanan terus setiap hari, mending masak sendiri." Gumamku, kemudian masuk ke kamar.Sebenarnya, aku juga tidak tahu kamar ku akan