Jola menjalani kehidupannya seperti biasa. Bangun di pagi hari, melakukan tugasnya sebagai mahasiswi untuk menuntut ilmu. Sepulang kuliah Jola akan tetap bekerja seperti biasa dan pulang di sore hari untuk membantu Renata menyiapkan makan malam. Kegiatan itu sudah berlangsung selama sepekan.
Akhir pekan ini, Jola menghabiskan waktu bersama Renata dengan berjalan-jalan memanjakan mata berkeliling pusat perbelanjaan. Memasuki toko pakaian, toko pernak-pernik, toko sepatu, ke salon untuk merawat tubuh dan berakhir di tempat makan.
Benar-benar hari yang menyenangkan, bahkan Renata sampai lupa jika ia adalah seorang istri. Renata lupa menanyakan kabar suaminya yang tadi pagi pergi bermain dengan sahabat masa kuliahnya dulu. Karena alasan itu pula Renata memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan Jola.
"Jola sebentar ya, aku ingin mengabari Yogi dulu." Renata beranjak dari duduknya.
Keduanya saat ini berada di tempat makan untuk menikmati makan siang.Jola mengangguk kecil dan kembali menikmati makananya. Berbeda dengan Renata yang hanya memakan sedikit saja, piring wanita cantik itu masih terdapat setengah dari porsi awal makanannya.
Renata berdiri di sudut resto sambil memandang keluar jendela yang menyajikan padatnya jalan raya ibu kota di akhir pekan ini.
“Halo Yogi,” buka Renata begitu sambungan teleponnya dijawab.
“Kau dimana?”
“Di rumah Pak Tua. Dia menjemputku di rumah sebelum aku sempat pergi.”
“Apa Ayah kembali menanyakan soal anak?”
“Ya. Syukurlah kau menelepon, jadi aku punya alasan untuk menjauh dari acara keluarga sialan ini.”
“Kau masih lama di sana?”
“Kau ingin aku menjemputmu? Aku akan segera menjemputmu agar bisa pergi dari acara sialan ini.”
“Baiklah, jemput aku dan Jola sekarang.”
“Baik tuan putri, keinginan anda adalah perintah bagi saya.”
“Haha kau menyebalkan! Segera ke sini pengawalku haha...”
“Ya, aku akan meneleponmu saat tiba di parkiran. Sampai jumpa Tuan Putri Rena.”
Sambungan telepon Renata dan Yogi berakhir. Renata kembali ke tempat duduknya dan tersenyum hangat pada Jola yang baru saja menyelesaikan kegiatan makannya.
“Sudah selesai?” tanya Renata yang dijawab Jola dengan anggukan kecil.
Renata menatap wajah polos Jola dengan lekat. Apa ia harus melakukan ini? Memanfaatkan gadis manis di hadapannya demi keuntungan dirinya dan juga Yogi. Tapi Renata tidak memiliki pilihan lain, hanya Jola yang dapat menolongnya saat ini.
"Jola jika aku membutuhkan bantuanmu. Apa kau mau membantuku?" tanya Renata dengan nada hati-hati.
Sejujurnya Renata merasa bersalah untuk menanyakan hal ini, ia sudah tau jawaban gadis manis ini adalah 'Ya, Mbak butuh bantuan apa? Aku akan membantu sebisaku.'
Renata tersenyum pahit, batinnya mengutuk keegoisan yang menguasai dirinya saat ini.
'Aku akan menjadi wanita jahat karena sudah menjebak gadis sebaik Jola dalam permasalahanku dan Yogi. Semua orang tentu akan membenciku seandainya mereka tau bahwa aku sengaja melakukan hal ini untuk melindungi diriku dan menolong Yogi agar tak kehilangan harta warisannya.’
"Apa kau bisa .... " Renata menjeda kalimatnya untuk menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskannya.
"Apa kau bisa menikah dengan Yogi, dan memberikannya seorang anak?"
Jola terdiam di tempatnya, tubuhnya seketika kaku saat mendengar permintaan Renata yang menurutnya sangat tak masuk akal. Pasti wanita di hadapannya saat ini sedang tidak sadar dengan ucapannya.
Jola menggeleng, jelas saja dirinya tidak bisa. "Mbak bercandakan?" tegur Jola.
Pasti tadi Jola hanya salah dengar.
"Jola aku mohon. Aku tidak bisa memberikan Yogi seorang anak."
Renata meraih tangan kanan Jola yang terbebas di atas meja, lalu menggenggamnya dengan erat sambil memberikan tatapan memohon pada gadis itu.
Jola hanya diam, sampai akhirnya ia melihat air mata yang mengalir di pipi mulus Renata. Jola tidak tau harus melakukan apa sekarang. Menerima permintaan Renata? Tentu saja ia tidak mau.
Jola tidak ingin menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang lain. Dia ini juga seorang wanita, dan bagi wanita berbagi itu haram hukumnya."Aku mohon, Jola. Yogi tengah terdesak saat ini, posisinya terancam dalam keluarganya. Yogi tidak akan menerima warisan dari ayahnya jika tidak memberikan keturunan untuk keluarga Diandra. Sementara aku tidak bisa memberi Yogi anak. Kau hanya perlu menikah dengan Yogi selama satu tahun, sampai anak kalian lahir. Setelah itu kau bebas dan aku akan memberikan apapun untukmu."
Hati nurani Jola merasa iba pada permasalahan yang menimpa Renata. Selama ini Jola pikir permasalahan hidupnya adalah yang tersulit di dunia ini, tapi ternyata Renata memiliki permasalahan yang lebih sulit. Renata pasti merasa tertekan karena tidak bisa menuruti permintaan keluarga Yogi.
Melihat Renata yang menangis tersedu-sedu di hadapannya, Jola menjadi tak tega. Apa dengan memberi mereka seorang anak itu sebanding dengan kebaikan yang telah Renata dan Yogi berikan untuknya? Tapi bukankah ini sama saja dengan Jola menyewakan rahimnya? Itu sama saja seperti Jola menjual anak yang ia lahirkan, anak yang berasal dari darah dagingnya sendiri.
Tidak, Jola katakan tidak.
Tapi sialnya kepala Jola malah mengangguk setuju. Menimbulkan sebuah senyum cerah di wajah cantik Renata. Jola mengutuk hati nuraninya yang ternyata lebih menyetujui permintaan Renata karena rasa ibanya itu.
"Terima kasih banyak Jola." ucap Renata.
Wanita yang lebih tua lima tahun dari Jola itu langsung memeluk tubuh gadis itu dengan erat. "Aku tidak tau harus berterima kasih seperti apa padamu." ucap Renata sambil tersenyum penuh kemenangan di balik punggung Jola.
Jola mengusap punggung Renata yang bergetar. "Anggap saja ini sebagai balasan rasa terima kasihku atas semua kebaikan Mbak dan Mas Yogi padaku."
Jola bisa merasakan Renata menggeleng, seolah tidak setuju dengan ucapannya.
"Ini bahkan terlalu berharga Jola. Apa yang aku dan Yogi berikan untukmu tidak sebanding dengan pengorbananmu ini."
Benar, tidak sebanding karena Jola akan menyerahkan darah dagingnya. Ibu mana yang rela berpisah dengan anaknya sendiri?
"Tidak Mbak, jangan bicara seperti itu. Jika Mbak dan Mas Yogi tidak menolongku, aku mungkin akan terlunta-lunta di jalanan."
'Maafkan aku Jola.'
***
Setibanya di rumah, Renata langsung menarik tangan Yogi menuju kamar tidur mereka. Sedang Jola menuju kamarnya yang berada di lantai dua.
Yogi dan Renata duduk bersebelahan di sofa yang berada dalam kamar mereka. Renata menghela napas sejenak, ia pasti akan mendapatkan amarah dari Yogi.
Persetan dengan segalanya, yang terpenting ia sudah berusaha untuk membantu suaminya itu.
"Apa kau sudah menemukan wanita untuk memberikanmu keturunan?" tanya Renata sambil menatap wajah Yogi, begitupun dengan Yogi.
"Sudah, kau orangnya." jawab Yogi disertai senyumnya, bermaksud untuk menggoda Renata.
"Aku sedang tidak ingin bercanda, Gi." ucap Renata dengan nada ketus.
"Kenapa langsung merajuk sih? Aku hanya menggodamu sayang."
"Kau bahkan tidak memiliki banyak waktu Yogi!"
"Masih ada tiga pekan sayang."
"Menikahlah dengan Jola." ucap Renata dengan wajah seriusnya.
Senyum manis yang terpasang di wajah Yogi seketika menghilang tergantikan wajah datar dan tatapan dingin.
"Tidak."
"Yogi, kau tidak memiliki banyak waktu lagi. Kau ingin kalah dari Awan?"
"AKU TIDAK PEDULI REN!!"
"AKU BAHKAN BISA MENINGGALKANMU KAPANPUN AKU MAU, GI! MENGERTILAH!"
"RENATA!"
"YOGI AKU MOHON! INI DEMI KEBAIKANMU, DEMI KEBAIKANKU JUGA. KAU HANYA PERLU MENIKAHI JOLA SELAMA SATU TAHUN!" teriak Renata lalu mulai terisak pelan.
Yogi menghela napas kasar sambil membuang tatapannya dari Renata. Dia tak ingin menduakan sang istri apapun alasannya. Bagi Yogi memiliki Renata saja sudah cukup meskipun mereka tak memiliki anak.
"Yogi, hanya ini kesempatanmu. Aku tidak apa-apa, lagi pula itu hanya pernikahan kontrak yang berjalan selama satu tahun."
"Kau yakin?"
Renata mengangguk dengan yakin.
"Kau tau konsekuensi dari keputusanmu ini?"
"Aku tau, dan aku percaya padamu Gi. Kau begitu mencintaiku, jadi kau tidak akan meninggalkanku hanya karena Jola."
Demi Tuhan, Yogi akan memenuhi semua keinginan Renata, tentu saja selain menikah lagi. Yogi tidak bisa dan ia sudah berjanji untuk tidak menjadi seperti sang Ayah.
"Rena, kau tau kalau aku tidak bisa menjadi monster seperti Ayahku. Aku belum tentu bisa berlaku adil pada kalian nanti, ini sangat sulit sayang."
Renata terisak keras, benar yang dikatakan suaminya. Belum tentu nanti Yogi dapat berlaku adil.
Bagaimana jika akhirnya Yogi lebih mencintai Jola, karena gadis itu telah memberikan Yogi seorang anak? Bagaimana jika nanti Yogi pergi meninggalkannya, bukan dirinya yang meninggalkan Yogi.
Renata menjadi bimbang, tapi sungguh ia juga tidak memiliki pilihan lain. Renata percaya pada Jola. Lagi pula gadis manis dan polos itu pasti tulus membantunya, jadi tidak mungkin gadis itu akan menggoda suaminya.
"Tidak ada pilihan lain lagi, lakukanlah. Tiga minggu itu waktu yang singkat, bahkan saat kau tertidur malam ini, besok bisa jadi adalah tiga minggumu itu."
Yogi menghela napas berat. Perkataan Renata ada benarnya, tiga minggu itu memang waktu yang singkat.
Sepertinya Tuhan sangat senang untuk menjebak Yogi dalam masalah yang rumit. Yogi akhirnya mengangguk pasrah, Renata benar bahwa Yogi tidak memiliki pilihan lain dan tidak memiliki banyak waktu lagi.
"Terima kasih." Renata melingkarkan tangannya pada tubuh Yogi, mendekap dan menghirup dalam-dalam aroma tubuh suaminya itu.
"Seharusnya aku yang berkata terima kasih. Bukan kamu sayang." Yogi mengusap-usap punggung kecil Renata yang bergetar.
Renata telah berkorban untuknya. Padahal bisa saja wanita itu pergi melepaskan diri darinya, tetapi Renata malah mengorbankan perasaannya yang harus berbagi suami demi mendapatkan seorang anak.
Berbagi bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan, saat barang kesayanganmu dipinjam, ada perasaan sedikit tidak rela dalam hatimu.
Apalagi, jika kau harus berbagi hal yang telah menjadi milikmu, akan menjadi milik orang lain juga. Menyakitkan bukan?
Renata melonggarkan pelukkannya, beralih menatap wajah Yogi. "Persiapkan dokumenmu, aku akan mengurus pernikahan kalian besok." ucap Renata sambil mengusap wajah Yogi dengan kedua telapak tangan mungilnya.
Yogi mengangguk kecil, perlahan mendekatkan wajahnya. Menyatukan kedua belah bibirnya dengan bibir milik Renata, melumatnya pelan dengan penuh perasaan. Perasaan bersalah karena telah melanggar janji pernikahan mereka untuk tidak saling berkhianat. Perasaan cinta, bahwa ia sangat mencintai wanitanya dan rela melakukan apapun untuknya.
Renata membalas lumatan lembut yang diberikan suaminya, matanya terpejam menikmati momen hangat bersama Yogi. Renata tau sebentar lagi dirinya dan Yogi tidak akan memiliki waktu seperti ini. Sebentar lagi, ia harus membagi Yogi dengan wanita lain. Apa yang pernah dirasakannya, termasuk ciuman ini juga akan dirasakan oleh Jola nantinya.
--TO BE CONTINUED--
Yogi duduk dengan tenang di kursi kerjanya. Kedua netranya memandang lurus ke depan, mengenang pertemuan pertama antara dirinya dengan Renata.Renata begitu cantik seperti dewi, bahkan ketika ia hanya duduk diam tanpa ekspresi. Yogi bersyukur dipertemukan dengan Renata, terlebih menjadi pria yang dapat menikahi wanita itu.Pertemuan pertama mereka adalah saat makan malam keluarga, membahas urusan perusahaan yang berujung perjodohan keduanya. Renata dengan anggun memperkenalkan diri sebagai putri tunggal keluarga Kenya. Salah satu keluarga terpandang di Jakarta. Memiliki bisnis perhotelan, industri kosmetik, hingga pendidikan universitas berlabel unggulan.Ayah Yogi ternyata sedang menanglotresaat Ayah Renata menerima usulan untuk menjodohkan Yogi dengan Renata. Yogi tau persis bahwa ayahnya itu sedang berusaha menaikkan tahta dan memperkaya diri.Jatuh cinta pada pandangan pertama. Yogi tidak pernah mempercayai itu, tapi akhirnya runtuh s
Setelah makan malam, Renata dan Yogi memilih untuk masuk ke dalam kamar mereka. Meninggalkan Jola sendiri yang tengah membersihkan meja makan seorang diri.Sebelumnya Renata sudah berpamitan pada Jola, karena merasa tidak enak membiarkan gadis itu untuk membersihkan meja makan sendiri. Tapi Jola tetaplah gadis polos yang baik hati, ia berkata'tidak apa-apa'sambil menyunggingkan senyum manisnya.Renata dan Yogi duduk bersebelahan dalam satu sofa panjang. Renata meraih sebuah map merah yang merupakan akta pernikahan Yogi dan Jola. Wanita itu menyerahkan map merah itu pada Yogi.Yogi menghela napas berat lalu meraih map merah itu, perlahan ia membukanya dan mulai membacanya baik-baik.Hari ini Yogi dan Jola telah sah menjadi pasangan suami dan istri secara hukum, untuk secara agama Yogi hanya perlu melakukan pemberkatan di hadapan pendeta.Yogi menatap wajah Renata. Wanita cantik itu tersenyum dengan tulus padanya, seolah menandak
--Bali. Renata dan Wenda sampai di Bali dan langsung menuju ke hotel untuk beristirahat. Renata merebahkan tubuhnya, merentangkan kedua tangan dan kakinya seolah ranjang ini hanyalah miliknya. Wenda sampai berdecak kesal melihatnya, lalu menarik kaki pendek Renata untuk menggeser tubuh mungil sahabatnya supaya dirinya bisa ikut berbaring di ranjang. "Ren, malamnaikyuk! Kamu tuh butuh hiburan, coba dehone night slee,."ujar Wenda sambil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Renata. Renata membulatkan matanya dan menatap wajah Wenda dengan kesal. "ONSkepalamu!! Enggak ya! Kalau cuma minum, ayok!" "Ck, denger ya, kamu minum sampai gak sadarkan diri. Bangun-bangun sudah di kamar orang lain dalam keadaannaked, sama sajaONSbodoh!" "Aku tidak akan mabuk, tenang saja. Aku ini sudahpro." "Sepertinya otakmu memang suda
Yogi berdiri di depan pintu kamar milik Jola, tangannya sudah beberapa kali terangkat untuk mengetuk pintu berwarna putih itu, tetapi kembali ia turunkan. Sejujurnya hati Yogi masih ragu. Bagaimana caranya untuk mengajak Jola bicara dengannya? Yogi mengacak surai hi
Tara menepati janjinya untuk menjemput Renata ke hotel dan mengajak wanita cantik itu untuk bersenang-senang di pantai pagi ini. Sesampainya di pantai, Renata langsung berlari-lari kecil sambil merentangkan kedua tangannya. Wanita cantik itu memang sangat menyukai pantai karena udaranya terasa
Jola melakukan tugasnya seperti hari-hari sebelumnya, hanya saja sekarang tugasnya bertambah dengan mengurus semua keperluan Yogi. Jola merasa kehidupannya saat ini seperti sebuah mimpi. Jola tidak pernah berpikir akan menikah diusia muda, bahkan dalam mimpi sekali pun. Bagi Jola mengumpulkan banyak uang adalah tujuan hidupnya, sedang pernikahan itu ibarat bonus dari Tuhan untuknya. Meskipun kenyataannya pernikahan yang Jola jalani saat ini hanyalah sebuah pernikahan
Hari ketiga di Bali, Renata kembali menghabiskan waktunyabersama Tara. Padahal Wenda yang mengajaknya berlibur ke sini untuk menenangkan diri dan bersenang-senang bersama. Namun kenyataannya Wenda terlalu sibuk melakukan pemotretan bersama agensinya, sebagai gantinya Wenda meminta Tara untuk menemani Renata berlibur menikmati Bali dan keindahan alamnya. Setelah mengenal Tara selama beberapa hari, Renata dapat menilai pria itu adalah orang yang menyenangkan. Tara bisa
Jola berdiri di depan gerbang kampusnya, menunggu Yogi datang menjemputnya sesuai dengan pembicaraan mereka semalam. Jujur saja, Jola merasa gugup untuk melakukan pemeriksaan ke dokter hari ini. Jola takut jika ternyata dirinya tak sesehat yang seharusnya untuk menjadi seorang ibu. Well, selama ini Jola tak pernah memeriksakan kesehatannya. Boro-boro mau periksa kesehatan, untuk makan saja Jola kesulitan. “Ola,” Jola menoleh, dilihatnya Falan yang berjalan menghampirnya. “Hey,” sapa Jola dengan nada kaku. “Kok berdiri di sini? Nungguin angkot? Mau aku anter pulang aja?” “Eh, gak perlu Falan. Aku lagi nunggu dijemput kok hehe,” “Dijemput? Sama siapa?” “Sama... Mbak Renata dong hehe,” jawab Jola berbohong. Rasanya sangat tak mungkin jika Jola memberitahu Falan bahwa yang menjemputnya adalah sang suami. “Oh, okay. Aku temenin mau?” “Gak usah. Bentar lagi Mbak Renata sampai kok, kamu duluan aja.”
Jola melangkah dengan terburu-buru, suara gedoran pintu rumahlah yang membuatnya seperti ini. Jola membuka pintu rumah, terlihat Yogi yang berada dirangkulan seorang lelaki bermata segaris."Oh, apa kamu Jola?" Tanya lelaki itu.Jola mengangguk kecil, atensinya tertuju pada Yogi yang tampak kacau. "Mas Yogi kenapa?""Akan kujelaskan, bisa tunjukkan dimana kamar kalian? Suamimu ini sangat berat."Jola memberi akses jalan masuk kepada lelaki itu untuk membawa suaminya. Jola tidak menunjukkan kamarnya, melainkan kamar Yogi dan Renata yang berada di lantai dasar. Terlalu menyusahkan jika Jola meminta lelaki itu untuk membawa Yogi ke kamarnya yang berada di lantai 2.Lelaki bermata segaris itu meletakkan tubuh Yogi di ranjang, segera Jola melepaskan sepatu yang dikenakan Yogi kemudian menutupi tubuh suaminya dengan selimut. Jola dan lelaki itu melangkah keluar kamar meninggalkan Yogi sendirian."Aku Andra, sekertaris Yogi. Maaf karena membawa kembali suamimu dalam keadaan seperti ini, kami
Diluar hujan turun dengan deras. Keadaan rumah saat ini sedang sepi, hanya terdengar suara hujan dan petir yang saling bersahutan.Jola duduk sendirian di ruang makan sambil menikmati semangkuk mie buatannya. Tadi sore Renata mengiriminya pesan bahwa ia akan menginap di tempat temannya. Sementara Yogi sama sekali tak memberinya kabar.Jola menghela napas berat sambil menatap seluruh sudut rumah. Rumah ini sangat luas, bahkan cukup untuk dihuni sampai sepuluh orang. Kesepian seperti inikah yang dirasakan oleh Renata sehingga wanita cantik itu dengan wajah penuh kesedihan memohon padanya untuk memberikan seorang bayi?Jola benar-benar merasa kasihan pada Renata. Selama dua tahun Renata menjalani kehidupan seperti ini, tidak bisa memiliki anak dan suami yang sibuk bekerja. Jola tersenyum miris lalu merapikan bekas makannya dan beranjak menuju kamar. ***Renata menekan digit-digit angka apartemen milik Tara. Kekasih tampannya itu tadi sore meneleponnya dan minta untuk ditemani karena sed
Yogi dan Andra menikmati makan siang mereka di kafe yang berseberangan dengan perusahaan Yogi. Selesai menikmati makanan berat, saatnya menikmati makanan penutup. Andra memakan pudingnya dengan santai, berbeda dengan Yogi yang hanya menyeruput kopi hitamnya tanpa minat. "Gi, bukannya itu si Awan?" tanya Andra dengan pandangan tidak lepas dari objek yang menarik perhatiannya. Yogi menoleh dan mengikuti arah pandangan Andra, seketika rahang pria itu mengeras. "Berengsek, dia sudah kembali!" Yogi mengumpat kesal dengan tangan kanannya yang terkepal erat. Awan menyadari keberadaan s
Pagi pukul enam, Jola terbangun dari tidur nyenyak. Ia segera mandi dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Ketika Jola tiba di dapur, dilihatnya Renata yang tengah sibuk memasak sarapan. Dengan langkah ragu dan memasang senyum terbaiknya, Jola melangkah perlahan menghampiri Renata dan menyapa wanita itu yang sedang sibuk dengan peralatan memasaknya. "Mbak,” panggil Jola dengan suara lembutnya. Renata menoleh, tersenyum manis membalas sapaan Jola barusan. Beberapa hari Jola tidak bertemu dengan wanita cantik yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya itu, membuat Jo
“Kau lelah?” tanya Yogi setelah memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Setelah puas berkeliling Bogor dan menjajal berbagai jenis makanan enak, akhirnya pasangan Yogi dan Jola pulang ke Jakarta. Sampai di kota metropolitan ini, sang mentari sudah bertukar tugas dengan sang rembulan. Perlajanan tak begitu lama lantaran jarak Jakarta dan Bogor tidaklah jauh. Jola menggeleng pelan sambil tersenyum hangat. “Tidak,” balasnya singkat, lalu melepas seatbelt yang melingkari tubuhnya. Yogi hanya mengangguk lalu membuka pintu mobilnya dan keluar, lalu disusul oleh Jola. Keduanya melangkah mendekati pintu utama, Jola memasukan kunci dan memutarnya. Namun kunci itu tak bergerak dan dengan mudah Jola dapat membuka pintu, seakan pintu tidaklah terkunci. Persaan takut seketika menyelimuti hati Jola. Apa di rumahnya ada orang? Apa rumahnya dimasuki oleh maling? Jola ingat betul sudah mengunci rumahnya kemarin sebelum berlari menyusul Yogi masuk ke dalam mobil
"Aku sudah tau.” “Apa?” Renata menatap wajah Tara dengan tatapan kosong, terlihat seperti anak kecil yang baru saja ketahuan berbohong oleh orang tuanya. “Aku sudah tau, bodoh." ujar Tara mengulang ucapannya disertai kekehan kecil karena melihat wajah terkejut Renata. "Kau tau siapa aku ‘kan?" Tara tersenyum miring menatap Renata yang terlihat gelisah di tempatnya. Dengan ragu, Renata mengangguk kecil. Kenapa ia bisa sebodoh ini? Harusnya Renata ingat bahwa Tara bukanlah orang biasa. Dia adalah anak dari pemilik perusahaan paling berpengaruh di Jakarta. Semua yang diinginkan Tara dapat terpenuhi, termasuk data diri Renata. Tara tidak harus bersusah payah untuk mencari tahu tentang Renata, hanya perlu meminta orang suruhannya untuk melakukannya. Tara memajukan tubuhnya, menyentuh kedua pundak Renata. Pria itu lantas menatap wajah Renata dengan serius lalu tersenyum hangat. "Aku tidak peduli dengan statusmu. Aku juga tau jika kau dan sua
Menyusul Jola ke kamar, Yogi bisa melihat istrinya itu merikuk di dalam selimut. Lagi-lagi niat jahilnya untuk menggoda Jola terlintas. Pria itu naik ke atas ranjang, bergerak mendekat pada Jola dan menarik turun selimut yang menutupinya. “Kau malu?” tanyanya yang langsung mendapat tatapan sinis dari Jola. “Wow, tatapanmu menakutkan.” Jola berbalik sambil menatap suaminya itu dengan serius. “Apa menyenangkan menggodaku?” tanyanya yang terdengar kesal. “Ya. Pipimu yang memerah ini.” Yogi mengusap pipi bulat Jola, perlahan ia mendekatkan wajahnya dan menyatukan bibirnya dengan bibir ranum Jola. Damn. Jola terdiam, tubuhnya seketika kaku dan tak bisa digerakan. Yogi merubah posisinya jadi menindih tubuh Jola, satu tangannya digunakan sebagai tumpuan sedang tangannya yang lain masih memegang pipi Jola dan mengusapnya dengan lembut. Sapuan lidah Yogi yang hangat pada permukaan bibir Jola membuat akal sehat gadis it
Renata dan Tara tengah duduk berdua di balkon kamar hotel milik Tara. Pandangan mata mereka tak lepas dari langit malam yang dihiasi bintang-bintang. Sebotol vodka menemani obrolan mereka malam ini. Tara berdehem, lalu meletakan gelas minumannya di meja. "Wanna play some game?" Tara menawarkan sebuah permainan. "What's the game?" tanya Renata sambil memandang wajah Tara yang duduk di sebelahnya. Permainan apa yang diinginkan pria ini. "Truth or Drunk?" Renata tertawa hingga kedua matanya membentuk bulan sabit.
Seusai menikmati makan malam di resto, Jola dan Yogi duduk berdua di teras vila yang menghadap pada kolam renang kecil. Jola melipat kedua kakinya, bersembunyi di balik selimut cokelat yang diberikan oleh Yogi. Sedang pria itu hanya duduk bersila dengan sebatang rokok yang terselip di jari tangannya. Jola baru tau jika Yogi seorang perokok.“Aku hanya merokok sesekali, itu pun jika ingin.” buka Yogi sambil menoleh pada Jola.“Jadi berhenti menatapku seperti itu,” lanjutnya.Jola gelagapan. Tak sadar jika sedari tadi ia memperhatikan Yogi. “Ma—maaf,” cicitnya sambil menunduk malu.Yogi terkekeh kecil, membuat Jola meliriknya.“Kau itu lucu.”“Aku?”“Hn.”Jola menatap bingung ke arah Yogi. “Lucu gimana?” tanyanya.Yogi membuang putung rokoknya ke kolam renang.“Mas, gak baik buang sampah sembarangan.”“