Setelah makan malam, Renata dan Yogi memilih untuk masuk ke dalam kamar mereka. Meninggalkan Jola sendiri yang tengah membersihkan meja makan seorang diri.
Sebelumnya Renata sudah berpamitan pada Jola, karena merasa tidak enak membiarkan gadis itu untuk membersihkan meja makan sendiri. Tapi Jola tetaplah gadis polos yang baik hati, ia berkata 'tidak apa-apa' sambil menyunggingkan senyum manisnya.
Renata dan Yogi duduk bersebelahan dalam satu sofa panjang. Renata meraih sebuah map merah yang merupakan akta pernikahan Yogi dan Jola. Wanita itu menyerahkan map merah itu pada Yogi.
Yogi menghela napas berat lalu meraih map merah itu, perlahan ia membukanya dan mulai membacanya baik-baik.
Hari ini Yogi dan Jola telah sah menjadi pasangan suami dan istri secara hukum, untuk secara agama Yogi hanya perlu melakukan pemberkatan di hadapan pendeta.
Yogi menatap wajah Renata. Wanita cantik itu tersenyum dengan tulus padanya, seolah menandakan bahwa dirinya baik-baik saja.
Sebenarnya Yogi tidak perlu merasa bersalah, karena pada dasarnya Renata memang tidak mencintainya. Karena hal itu pula Renata mengizinkannya untuk menikah lagi. Tapi Yogi tidak bisa bersikap baik-baik saja seperti Renata, karena dirinya benar-benar mencintai wanita itu. Persetan dengan Renata yang tidak mencintainya. Yogi tidak peduli akan hal itu karena yang penting baginya adalah Renata tetap berada di sisinya walaupun perasaannya tidak pernah terbalaskan.
"Kau yakin Ren?"
Renata mengangguk pelan, tangannnya bergerak menyentuh lengan Yogi.
"Tentu saja aku yakin Gi. Aku bahkan sudah mengurus dokumen pernikahan kalian," jawabnya dengan nada lembut.
Yogi menutup map merah itu, lalu meletakkannya di atas nakas yang berada di samping sofa.
"Kita tidak perlu melangkah sejauh ini, Ren. Kau pasti sudah tau risiko dari keputusanmu inikan?"
"Ya, aku tau. Aku bisa saja kehilangan dirimu."
"Batalkan saja, kumohon sayang."
"Tidak Yogi." Renata meraih tangan Yogi, lalu menggenggamnya erat. "Sekarang ini kau hanya perlu menerima kehadiran Jola dalam hidupmu, memperlakukannya layaknya kau memperlakukanku. Jangan pernah membedakan kasih sayangmu padaku dan padanya."
"Rena, berbagi adalah hal yang sulit."
"Aku tau itu, Gi. Kau hanya perlu belajar." ucap Renata sambil tersenyum hangat.
Yogi menarik tubuh mungil Renata ke dalam dekapannya. Hatinya benar-benar hancur sekarang. Bagaimana mungkin wanita yang dicintainya ini, meminta dirinya untuk membangi cintanya pada wanita lain.
Bagaimana caranya berlaku adil? Ini sangat sulit bagi Yogi. Selama ini dia sudah berbagi sang ayah bersama Awan. Lalu sekarang dirinya yang harus dibagi untuk Renata dan Jola.
Renata melepaskan pelukan Yogi. "Gi, besok aku akan pergi menemani Wenda ke Bali."
"Apa? Kenapa mendadak sekali? Berapa lama kau di sana? Jam berapa kau akan pergi?"
Renata terkekeh mendengar rentetan pertanyaan dari suaminya itu. "Maaf, Wenda baru mengabariku saat kami berpergian tadi. Aku hanya akan pergi selama sepekan, dan aku akan berangkat tepat setelah kau mengucapkan janji pernikahanmu besok."
Yogi memasang raut wajah kesalnya. "Sepekan? Itu sangat lama, sayang. Siapa yang akan mengurusku nanti?" ujarnya dengan nada manja disertai bibir yang mengerucut.
"Ada Jola, dia adalah istrimu sekarang."
"Aku bahkan belum mengucapkan janji pernikahan di hadapan pendeta, berarti Jola belum menjadi istriku!" rajuknya.
Renata berdecak. "Ck, baiklah aku akan menelepon pendeta sekarang juga supaya kau mengucapkan janji pernikahanmu sekarang."
"Renata..." Yogi memanggil istrinya dengan nada manja.
"Yogi tolong perlakukan Jola dengan baik. Dia akan menjadi wanita yang mengandung anakmu."
Yogi terdiam, lidahnya seketika kelu. Tujuan Renata memintanya menikahi Jola adalah supaya dirinya bisa mendapatkan penerus untuk keluarga Diandra.
Kepala Yogi terasa berdenyut nyeri sekarang. Perdebatan Yogi dengan ayahnya waktu itu berputar diotaknya seperti potongan kaset yang rusak.
'Hah, setidaknya cari wanita lain jika Renata tidak mau.'
'Aku tidak bisa. Aku tidak seperti dirimu.'
Yogi mengutuk dirinya dalam hati, sekarang dia sedang menjilat ludahnya sendiri. Yogi ingat dengan jelas saat dirinya bertemu sang ayah waktu itu, dan dengan sombongnya Yogi berkata bahwa dia tidak berengsek seperti ayahnya. Tapi sekarang, Yogi bahkan sama persis seperti ayahnya. Lelaki berengsek yang hanya bisa menyakiti hati wanita.
'Kau butuh uang? Ingin pekerjaan?'
'Tenanglah, Aku akan memberikan pekerjaan yang baik. Aku bukan orang jahat.'
'Pekerjaan seperti apa?'
'Aku belum memikirkannya, tapi yang jelas bukan pekerjaan rendahan dengan menjual tubuhmu.'
Hingga potongan memori saat Yogi dan Jola pertama kali bertemu. Yogi yang memberikan Jola uang secara cuma-cuma dan menjanjikan sebuah pekerjaan pada gadis itu. Ternyata pekerjaan seperti ini yang akan ia berikan pada Jola. Mengandung anaknya, sama saja dengan memperkerjakan Jola untuk menjual tubuhnya. Yogi menertawakan dirinya dalam hati. Bahkan label berengsek masih kurang untuk seorang dirinya saat ini.
"Istirahatlah, besok pagi kau harus bersiap. Pendeta akan kesini pukul delapan pagi. Aku akan menyiapkan koperku, jadi kau tidurlah duluan." Renata mengusap pipi Yogi dengan lembut lalu beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Yogi yang masih terdiam menatap kepergiannya.
Besok Yogi akan menjadi seorang suami —lagi. Yogi bahkan menikahi seorang gadis muda.
Bagaimana dia dapat membuat gadis itu mengandung darah dagingnya? Sementara selama gadis itu ada, Yogi seperti menganggapnya tak pernah ada. Mengajaknya berbicara pun tidak.
***
Renata menutup kopernya, kemudian menghela napas sejenak. Dalam hati, ia terus merapalkan doa kepada Tuhan, semoga ini adalah keputusan terbaik yang dibuatnya. Berharap suatu saat dirinya tidak akan pernah menyesali keputusan ini.
Renata menaiki satu persatu anak tangga. Ia ingin menemui Jola dan meminta gadis manis itu bersiap untuk besok pagi. Renata mengetuk pintu kamar Jola, terdengar sahutan yang menyuruhnya masuk.
Renata melangkah masuk ke dalam kamar Jola, dilihatnya gadis itu sedang membaca sebuah buku di meja. Sepertinya gadis muda itu sedang belajar, Renata jadi merasa bersalah sudah mengganggu waktunya.
"Em, apa aku mengganggumu Jola?"
"Tidak Mbak, aku hanya sedang membaca karena tidak tau ingin melakukan apa."
Renata tersenyum kecil mendengarnya, lalu duduk di tepi ranjang milik Jola. "Besok, bersiaplah sebelum pukul delapan. Pendeta akan datang ke rumah, kau dan Yogi harus mengucapkan janji pernikahan supaya pernikahan kalian sah secara agama."
Jola hanya diam sambil menatap kosong ke arah wajah Renata.
Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiran wanita cantik itu? Kenapa dengan mudahnya memberikan suaminya pada wanita lain? Ini terasa sangat lucu, mengingat pernikahan Renata dan Yogi sudah dua tahun berjalan.
"B—baiklah Mbak."
"Jola, maafkan sikap Yogi yang begitu dingin padamu. Dia memang seperti itu diawal, tapi saat kau sudah lama bersamanya, ia akan bersikap sangat hangat. Aku harap, kau akan segera mendapatkan sisi hangat Yogi."
"A—ah, iya Mbak."
"Berbahagialah atas pernikahan kalian besok, aku akan pergi berlibur bersama Wenda. Aku harap akan ada kabar bahagia setelah aku kembali. Istirahatlah, selamat malam." Renata mengelus surai hitam Jola dengan lembut, lalu beranjak pergi.
Jola kembali menghela napas berat. Besok, statusnya akan berubah menjadi seorang istri. Istri kedua, lebih tepatnya.
Mungkin orang lain yang tidak mengetahui permasalahan mereka, akan mengecap Jola sebagai perebut suami orang. Hadir sebagai orang ketiga dalam hubungan rumah tangga orang lain bukan hal yang patut dibanggakan, walaupun kehidupan mewah dan layak sebagai jaminannya.
***
Tepat pukul depalan pagi, pendeta tiba di rumah Yogi dan Renata. Renata yang sudah menyiapkan segala keperluan langsung menyambut kedatangan pendeta dengan ramah. Wanita cantik itu segera memanggil Yogi dan Jola untuk melaksanakan pemberkatan pernikahan mereka.
Renata terus mengembangkan senyumnya selama mendengarkan Yogi mengucap janji pernikahan untuk menjaga, menyayangi, dan memberikan kebahagian lahir dan batin pada Jola selamanya.
Renata bahkan sampai terharu, saat mendengar suara Jola yang begitu lembut mengucapkan janji yang sama seperti yang diucapkan Yogi sebelumnya. Bahkan rasanya jika Tuhan mengambil nyawa Renata hari ini juga, maka Renata sudah siap. Ia terlalu bahagia saat ini, tak ada yang perlu dikhawatirkannya lagi. Jika ia mati pun, akan ada Jola yang menjaga dan melayani Yogi untuk menggantikan tugasnya sebagai istri.
"Ya, saya bersedia." Suara berat Yogi terdengar, menarik Renata kembali ke dunia nyata dari lamunannya.
"Dan kau, Jyotika Jola, mau menerima Prayogi Kalingga Diandra sebagai suamimu sampai akhir hidupmu?"
"Y—ya, s—saya bersedia."
Suara Jola terdengar gugup, membuat Renata tersenyum kecil mendengarnya. Ia paham, pasti gadis itu merasa gugup setengah mati karena ini adalah pengalaman pertama di hidupnya. Renata juga seperti itu saat ia menikah dengan Yogi dua tahun yang lalu.
Setelah acara pemberkatan dan makan-makan, Renata pamit pergi bersama Wenda. Menyisakan Yogi dan Jola berdua. Merasa suasana canggung, Yogi memutuskan untuk berangkat ke kantor, begitu pun dengan Jola yang langsung berangkat ke kampus.
Sebelum pergi Renata sudah berpesan pada Jola untuk mengurusi segala keperluan Yogi selama ia pergi, serta melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik, karena Yogi tidak menyukai keadaan rumah yang berantakan.***
Renata dan Wenda sudah duduk di dalam pesawat, mereka sudah lepas landas tiga puluh menit yang lalu. Butuh waktu hampir dua jam lamanya untuk sampai di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
Renata melihat ke sisinya, Wenda sudah terlelap dengan bibir yang sedikit terbuka, terlihat cukup menggemaskan. Renata menghela napas berat, entah sudah ke berapa kali untuk hari ini. Saat ini pikirannya melayang pada sosok Yogi, pria yang selama dua tahun ini menemani hidupnya.
Renata mengenang pertemuan pertamanya dengan Yogi. Pria berkulit pucat itu hanya berbicara seperlunya, berwajah datar dengan sorot mata yang tajam. Renata sempat takut akan perjodohannya dengan pria bersifat dingin itu. Namun, setelah mengenal Yogi lebih jauh, Renata menemukan pribadi lain dari pria itu. Sebenarnya, Yogi memiliki sisi hangat.
Renata masih mengingat saat pertama kali dirinya mendapati sisi hangat Yogi. Sore hari, di taman kota. Renata dan Yogi menikmati suasana kota yang sedang padat-padatnya karena bertepatan dengan jam pulang kerja.
Mereka duduk di bangku taman sambil menikmati segelas ice coffee, obrolan ringan terjadi, membicarakan apa saja yang mereka lakukan seharian ini? Apa menu makan siang tadi? Apa ada hal yang buruk atau menyenangkan tadi?
Hingga tiba-tiba terdengar isak tangis seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahun yang terjatuh dari sepedanya, sepertinya anak itu baru belajar mengendarainya.
Melihat hal itu, Yogi spontan beranjak dan menolong anak perempuan itu. Renata tertegun di tempatnya, matanya fokus memperhatikan Yogi yang dengan cekatan membersihkan pasir yang menempel di tubuh anak perempuan itu. Mengusap-usap pipi ataupun kepalanya untuk menenangkan tangis anak perempuan itu.
Kemana Yogi yang terlihat dingin itu? Sekarang hanya ada seorang pria dengan senyuman hangatnya sedang menenangkan anak kecil yang menangis. Yogi bahkan menggendong anak perempuan itu, mengajaknya bergabung dengan Renata.
Renata tersenyum cerah pada anak perempuan digendongan Yogi, menanyakan namanya dan memberikannya minuman sebagai hadiah karena anak itu sudah tidak menangis lagi. Tak lama, orang tua dari anak perempuan itu datang, mengucapkan terima kasih lalu membawa anaknya pergi menjauh dari Yogi dan Renata.
Suasana hening terjadi, dalam hati Renata merasa bersyukur hari ini dirinya mau diajak jalan oleh Yogi, sehingga dia bisa melihat sisi lain dari calon suaminya itu. Renata jadi tertarik dengan sosok Yogi, ingin melihat lagi sisi hangat pria itu.
Dari hari itu, Renata memutuskan menyetujui perjodohannya dengan Yogi. Menerima kehadiran pria itu sebagai calon suaminya, meskipun hatinya belum terbuka untuk menerima cintanya.
Renata menutup matanya, seketika cairan bening mengalir di kedua pipi mulusnya. Ia tidak pernah tahu, ternyata rasanya akan sesakit ini. Apakah sekarang Renata menyesal telah memberikan suaminya pada wanita lain?
'Apa kau menyesal, Ren? Tenang saja, ini tak akan lama. Mereka hanya menikah selama setahun, setelah Jola melahirkan, Yogi akan kembali padamu. Kau hanya berbagi selama setahun, itu tidak akan terasa lama. Bersabarlah...'
—To be continued—
--Bali. Renata dan Wenda sampai di Bali dan langsung menuju ke hotel untuk beristirahat. Renata merebahkan tubuhnya, merentangkan kedua tangan dan kakinya seolah ranjang ini hanyalah miliknya. Wenda sampai berdecak kesal melihatnya, lalu menarik kaki pendek Renata untuk menggeser tubuh mungil sahabatnya supaya dirinya bisa ikut berbaring di ranjang. "Ren, malamnaikyuk! Kamu tuh butuh hiburan, coba dehone night slee,."ujar Wenda sambil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Renata. Renata membulatkan matanya dan menatap wajah Wenda dengan kesal. "ONSkepalamu!! Enggak ya! Kalau cuma minum, ayok!" "Ck, denger ya, kamu minum sampai gak sadarkan diri. Bangun-bangun sudah di kamar orang lain dalam keadaannaked, sama sajaONSbodoh!" "Aku tidak akan mabuk, tenang saja. Aku ini sudahpro." "Sepertinya otakmu memang suda
Yogi berdiri di depan pintu kamar milik Jola, tangannya sudah beberapa kali terangkat untuk mengetuk pintu berwarna putih itu, tetapi kembali ia turunkan. Sejujurnya hati Yogi masih ragu. Bagaimana caranya untuk mengajak Jola bicara dengannya? Yogi mengacak surai hi
Tara menepati janjinya untuk menjemput Renata ke hotel dan mengajak wanita cantik itu untuk bersenang-senang di pantai pagi ini. Sesampainya di pantai, Renata langsung berlari-lari kecil sambil merentangkan kedua tangannya. Wanita cantik itu memang sangat menyukai pantai karena udaranya terasa
Jola melakukan tugasnya seperti hari-hari sebelumnya, hanya saja sekarang tugasnya bertambah dengan mengurus semua keperluan Yogi. Jola merasa kehidupannya saat ini seperti sebuah mimpi. Jola tidak pernah berpikir akan menikah diusia muda, bahkan dalam mimpi sekali pun. Bagi Jola mengumpulkan banyak uang adalah tujuan hidupnya, sedang pernikahan itu ibarat bonus dari Tuhan untuknya. Meskipun kenyataannya pernikahan yang Jola jalani saat ini hanyalah sebuah pernikahan
Hari ketiga di Bali, Renata kembali menghabiskan waktunyabersama Tara. Padahal Wenda yang mengajaknya berlibur ke sini untuk menenangkan diri dan bersenang-senang bersama. Namun kenyataannya Wenda terlalu sibuk melakukan pemotretan bersama agensinya, sebagai gantinya Wenda meminta Tara untuk menemani Renata berlibur menikmati Bali dan keindahan alamnya. Setelah mengenal Tara selama beberapa hari, Renata dapat menilai pria itu adalah orang yang menyenangkan. Tara bisa
Jola berdiri di depan gerbang kampusnya, menunggu Yogi datang menjemputnya sesuai dengan pembicaraan mereka semalam. Jujur saja, Jola merasa gugup untuk melakukan pemeriksaan ke dokter hari ini. Jola takut jika ternyata dirinya tak sesehat yang seharusnya untuk menjadi seorang ibu. Well, selama ini Jola tak pernah memeriksakan kesehatannya. Boro-boro mau periksa kesehatan, untuk makan saja Jola kesulitan. “Ola,” Jola menoleh, dilihatnya Falan yang berjalan menghampirnya. “Hey,” sapa Jola dengan nada kaku. “Kok berdiri di sini? Nungguin angkot? Mau aku anter pulang aja?” “Eh, gak perlu Falan. Aku lagi nunggu dijemput kok hehe,” “Dijemput? Sama siapa?” “Sama... Mbak Renata dong hehe,” jawab Jola berbohong. Rasanya sangat tak mungkin jika Jola memberitahu Falan bahwa yang menjemputnya adalah sang suami. “Oh, okay. Aku temenin mau?” “Gak usah. Bentar lagi Mbak Renata sampai kok, kamu duluan aja.”
Seperti yang direncanakan Yogi kemarin, hari ini mereka akan berangkat ke Bogor untuk berlibur. Jola merasa antusias, karena sejujurnya ia tidak pernah pergi berlibur. Hidup pas-pasan membuatnya harus mengubur semua hal-hal menyenangkan dalam hidup, termasuk pergi liburan. Semalam Yogi membantu Jola untuk menyiapkan barang apa saja yang perlu mereka bawa untuk pergi berlibur. Jika Yogi tak membantunya, mungkin Jola hanya akan membawa dompet dan ponselnya saja. Jola tak pernah pergi berlibur, jadi menurutnya selama ia membawa dompet dan ponsel, semua akan baik-baik saja. Mendengar penuturan Jola yang begitu polos, Yogi tertawa dan langsung membantu gadis itu untuk mengepack barang-barangnya. Mengingat kejadian semalam membuat Jola tersenyum tanpa sadar. Yogi mulai bersikap hangat padanya, dan Jola menyukai hal itu. Selama empat hari Renata pergi meninggalkan mereka, Jola dan Yogi menghabiskan banyak waktu bersama. Jola jadi tau b
Seusai menikmati makan malam di resto, Jola dan Yogi duduk berdua di teras vila yang menghadap pada kolam renang kecil. Jola melipat kedua kakinya, bersembunyi di balik selimut cokelat yang diberikan oleh Yogi. Sedang pria itu hanya duduk bersila dengan sebatang rokok yang terselip di jari tangannya. Jola baru tau jika Yogi seorang perokok.“Aku hanya merokok sesekali, itu pun jika ingin.” buka Yogi sambil menoleh pada Jola.“Jadi berhenti menatapku seperti itu,” lanjutnya.Jola gelagapan. Tak sadar jika sedari tadi ia memperhatikan Yogi. “Ma—maaf,” cicitnya sambil menunduk malu.Yogi terkekeh kecil, membuat Jola meliriknya.“Kau itu lucu.”“Aku?”“Hn.”Jola menatap bingung ke arah Yogi. “Lucu gimana?” tanyanya.Yogi membuang putung rokoknya ke kolam renang.“Mas, gak baik buang sampah sembarangan.”“