Paramitha, salah satu orang kepercayaan mendiang pengusaha Suseno yang juga merupakan teman lama Celine saat kuliah, menyambut kedatangan wanita kaya itu di lobby kantor.“Aku kira kamu nggak jadi datang hari ini,” ucapnya sambil memeluk sang sahabat. “Maaf ya aku sudah merepotkanmu dengan urusan suamiku,” ujar Celine sedikit berbisik. Lalu keduanya pun beriringan menuju ke lantai atas. Ruang direktur yang selama ini merupakan tempat Narendra menghabiskan waktu untuk mengurusi perusahaan peninggalan mendiang suami Celine adalah tujuan mereka saat ini. “Apa kamu ada kesulitan mengurus semuanya, Mith?” tanya Celine saat keduanya akhirnya berada di dalam ruangan itu. Celine terlihat sudah menduduki kursi direktur, sementara Mitha yang baru saja selesai berbicara dengan salah satu karyawan, mulai fokus dengan apa yang ditanyakan oleh sahabatnya.“Lumayan sih. Aku akui suamimu itu memang sangat handal mengelola perusahaanmu, Ce. Aku paham sekarang kenapa dulu mendiang suamimu begitu men
Demi mencapai tujuannya, Dewo mulai gencar memanfaatkan Sri. Sayang sekali, wanita yang telah gelap mata karena cinta matinya pada lelaki itu tak bisa membaca niat tersembunyi di balik sikap Dewo yang semakin manis padanya. Padahal sebenarnya dalam hati Dewo, tetap hanya ada Agnia seorang saja. Sementara Sri hanya dijadikannya pelampiasan dan batu loncatan untuk semua ketidakpuasan pada istrinya itu. Seperti halnya hari ini, Dewo yang gundah karena menunggu kabar dari Agnia, terlihat tak bersemangat di kantornya. Dalam situasi itu, Mirna justru beberapa kali menelponnya. Adiknya itu melaporkan jika Naya dan Aqilla terus merengek minta untuk dipertemukan dengan ibu mereka. Mirna yang dititipi dua anaknya pun jadi pusing tujuh keliling, hingga Dewo tak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya. “Bisa ajak jalan mereka kemana dulu gitu? Aku masih sibuk banget di kantor, Mir,” katanya.“Sudah, Mas. Aku sudah ajak mereka sampai bolak balik dua kali jalan. Mereka tetap maunya diantarkan ketem
“Kami sudah menemukan keberadaan orang yang ibu maksud.” Seseorang menghubungi Celine untuk melaporkan sesuatu. Tak banyak bertanya lagi, Celine pun segera bersiap meluncur ke tempat yang disebutkan oleh orang-orang bayarannya itu. Sementara itu di tempat lain, Narendra rupanya sedang berkunjung ke rumah Rani. Keduanya kini nampak tengah serius ngobrol di teras rumah berpagar cukup tinggi itu. Di lingkungan sekitarnya, Rani memang termasuk warga yang cukup tertutup. Bertahun-tahun tinggal di kompleks yang terbilang elit itu, dia sama sekali tak berbaur dengan warga sekitarnya. Sayangnya, tak banyak yang mempedulikan itu juga karena lingkungannya memang terdiri dari banyak warga yang individualist. Bagi Rani sendiri, dia bukannya ingin mengeksklusifkan diri dari warga sekitar. Dia hanya menyadari statusnya yang merupakan istri kedua yang disimpan oleh seorang pengusaha kaya di daerah itu. Dia tak ingin terlihat mencolok untuk menghindari masalah untuk dirinya sendiri nantinya. Ber
Celine akhirnya memutuskan untuk membawa Narendra ke rumahnya. Sesampainya di sana, dia pun segera menyuruh orang-orang bayarannya untuk menyeret lelaki itu ke kamar tamu.“Apakah perlu kita ikat dia biar nggak bikin masalah, Bu?” Salah seorang diantara mereka bertanya. Celine menggeleng. ”Tidak perlu. Kalian boleh pergi sekarang. Akan ku hubungi lagi jika aku butuh,” kata wanita itu kemudian. Narendra yang beberapa saat yang lalu dilempar dengan kasar ke kursi tamu, kini terlihat sedang meringis menahan nyeri di lengannya yang sempat dicekal sangat kasar oleh dua orang suruhan Celine tadi. Dari luar, sayup sayup didengarnya suara mesin mobilnya yang berhenti. Dia sangat hafal suara mesin mobilnya dan sangat yakin bahwa salah satu orang suruhan Celine telah membawa mobilnya ke rumah itu. Sejujurnya Narendra sangat ciut nyali dengan orang-orang suruhan Celine itu. Dengan badan-badan yang tegap dan berotot, Narendra yakin tubuhnya remuk dengan mudah jika istrinya itu memerintahkan pa
Sadar dari pingsannya, asisten rumah tangga Rani segera berlari ke jalanan meminta bantuan beberapa tetangga dan satpam kompleks pun segera menolong dan membawa mereka ke rumah sakit. Kondisi Rani yang lumayan parah karena sempat mengeluarkan darah dari hidung dan beberapa bagian tubuhnya.Saat kemudian wanita itu sadarkan diri, Agnia adalah orang yang pertama kali diingatnya. Asisten rumah tangganya yang sudah membaik dan bisa menunggunya di kamar perawatan, langsung mencarikan ponsel yang tadi sempat dibawanya serta kerumah sakit. “Kenapa nggak kasih tahu bapak aja, Bu?” usul asistennya itu. Sejenak Rani berpikir, tapi kemudian menggeleng. Tidak mungkin dia ceritakan kejadian yang menimpanya itu pada suaminya. Lelaki itu pasti akan membatasi ruang geraknya jika sampai tahu bahwa istrinya justru mencari penyakit berhubungan dengan orang-orang bermasalah. “Tidak usah. kalau bapak telpon nanti, kamu jangan bilang soal kejadian ini, ya?”Asisten itupun mengangguk setuju, walau sebenar
Setelah terdiam beberapa saat lamanya, akhirnya Rani yang selalu banyak akal mengatakan sesuatu yang membuat Agnia shock.“Sepertinya nggak ada salahnya kamu terima tawaran Dewo kali ini, Ni.”“Apa?!” Agnia hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. Bagaimana mungkin Rani menyarankan padanya untuk menerima tawaran Dewo, padahal selama ini dia yang paling gencar memberi masukan untuk segera melepaskan diri dari lelaki itu. “Kamu sadar sama yang kamu katakan, Ran?”“Iya Ni, aku sadar sesadar sadarnya. Ini demi kebaikanmu. Aku mengkhawatirkan keselamatanmu. Kalau terjadi apa-apa sama kamu, bagaimana nanti anak-anakmu?”“Maksud kamu apa sih, Ran? Negara ini punya hukum. Masa’ orang segampang itu mau mencelakai orang? Udahlah jangan khawatir, yang penting aku kan udah nggak ada hubungan apa-apa sama Narendra.””Kamu nggak ngerti sih Ni betapa seramnya wanita bernama Celine itu. Aku heran deh bagaimana mungkin Narendra dulu bisa memutuskan untuk menikah dengannya.” “Kamu bilang dia ka
“Nanti malam kamu nginep sini kan?” Sri menghampiri Dewo yang sudah bersiap ke kantor. “Sepertinya malam ini nggak bisa. Kamu tahu kan kemarin keluargaku marah karena mereka akhirnya tahu hubungan kita gara-gara anak bungsuku?” Dewo mengingatkan Sri dengan cerita hari sebelumnya bahwa Aqilla menolak untuk dibawa ke tempat wanita itu, hingga membuat Pak Sapto dan Bu Sapto pun marah padanya. “Aku harus hati-hati sekarang, Sri. Pelan-pelan aku akan memberi pengertian pada mereka tentang hubungan mereka. Toh hubunganku dengan istriku juga sudah tidak mungkin diperbaiki lagi. Aku yakin mereka akan memahaminya juga nanti.”Sri langsung cemberut mendengarkan penjelasan panjang lebar Dewo. “Sampai kapan? Kalau mereka tidak mau merestui hubungan kita dan malah menjodohkanmu dengan wanita lain lagi, gimana?”Dewo tertawa melihat tingkah wanita di depannya. Kini dia pun harus berhati-hati menghadapi sikap Sri. Tentu dia tidak bisa seenaknya memperlakukan wanita itu semuanya seperti dulu. Sri ad
Agnia terpaksa harus berjalan ke depan restoran setelah menerima pesan dari driver taksi online agar menunggunya di pinggir jalan. Sebelum taksi itu datang, Agnia masih sempat melihat mobil Dewo melewatinya, bahkan Naya dan Aqilla juga sempat melambaikan tangan ke arahnya dan mengatakan sampai jumpa.Saat mobil itu menghilang di tikungan jalan, Agnia baru kembali fokus ke ponselnya. Taksinya baru akan sampai beberapa menit kemudian. Lalu Agnia memutuskan untuk duduk dulu di halte yang kebetulan tak jauh dari tempatnya berdiri. Perlahan dia melangkah, walau masih dengan sesekali meringis karena merasakan nyeri di beberapa bagian tubuhnya. Hanya beberapa meter saja sebelum Agnia mencapai tempat duduk halte, tiba-tiba sebuah mobil berhenti mendadak di dekatnya. Kemudian dengan gerakan cepat dan tak pernah diduga oleh Agnia, dua orang turun dan langsung mengangkat tubuh lemahnya itu untuk kemudian dibawa masuk ke dalam mobil berwarna hitam tersebut. Antara sadar dan tidak, Agnia meringi
Rani menatap sahabatnya yang duduk bersandar di sampingnya dengan kebingungan. Tangannya bahkan masih terasa gemetar usai membaca berita itu. Namun kondisi Agnia yang terlihat masih begitu lemah membuatnya ragu. Sayangnya, kebingungan Rani terbaca oleh Agnia yang sedang menoleh ke arahnya. “Kenapa, Ran?” tanyanya, masih dengan suara parau. “Eh, ehmm nggak kok, Ni. Nggak apa-apa,” jawabnya terbata. Meski dalam kondisi terpuruk, Agnia tentu tak tega melihat muka pucat pasi sahabatnya itu. Dia pun kemudian menggeser posisi duduknya, lalu berusaha memegang kening Rani. “Apa kamu sakit?” tanyanya. “Kalau memang nggak kuat, kamu pulang saja nggak apa-apa, Ran. Ada bapak ibu dan adik-adik Mas Dewo di sini. Mereka bisa menemaniku,” lanjutnya. Rani menggeleng. Dalam kondisi seperti itu, tentu saja Rani lebih memilih untuk tinggal bersama dengan Agnia dibanding beristirahat di kontrakan sendirian. Meski begitu, Rani masih belum ingin menceritakan kondisinya saat ini pada sahabatnya. “Aku ng
Roda empat Narendra melaju makin cepat di depan mobil polisi yang mengejarnya. Celine ingin terus mempertahankan kecepatannya demi tak tertangkap oleh polisi-polisi yang mengejarnya itu, sementara Narendra yang berusaha sekuat tenaga menghentikan wanita itu justru membuat gerak mobil jadi semakin tak tentu arah. “Cel, berhenti Celine!” Narendra makin panik. Ditambah lagi, suara sirine mobil polisi yang meraung raung di belakang mereka dan orang-orang di jalanan yang nyaris semuanya berhenti menyaksikan kejadian itu seolah menelanjangi keduanya. Narendra terus berteriak menyuruh Celine untuk menghentikan mobilnya. Sementara tangannya berusaha sebisa mungkin menghentikan Celine. Namun hal itu justru membuat Celine kehilangan fokus. Laju mobil pun semakin tak terkendali. Celine yang panik, bahkan tak sempat berpikir untuk menghentikan saja mobil itu dan menyerahkan dirinya pada pihak berwajib. “Diam kamu! Bisa diam nggak sih! Kamu justru bikin aku nggak fokus, Narendra!” kata wanita
Tak lagi memperdulikan Celine, Narendra bergegas turun ke lantai bawah. Lelaki itu berjalan cepat menuju dimana mobilnya terparkir. Namun karena merasa belum selesai dengan Narendra, Celine mengejar hingga ke tempat parkir. Dorong mendorong kasar pun terjadi. Narendra yang yang ingin cepat pergi ke rumah Agnia merasa sangat terganggu dengan kehadiran Celine yang terus ingin mengajaknya bicara. Sementara itu, Celine yang masih merasa punya urusan dengan lelaki itu pun tak mau tinggal diam. Berulang kali dia menutup kembali pintu mobil yang dibuka oleh Narendra. Karena kesal dengan ulah Celine, Narendra akhirnya menghentikan niatnya untuk segera pergi. Dia kembali menutup kembali pintu mobilnya dengan kasar, kemudian berdiri berkacak pinggang di depan sang istri. “Mau kamu apa sih?! Kamu nggak lihat aku mau pergi? Aku juga punya urusan, Celine. Nggak bisa terus terusan meladeni tingkah konyolmu yang kekanak-kanakan kayak gini.”Melihat Narendra makin marah, Celine justru juga bertam
Rani akhirnya menemukan sebuah rumah kontrakan kecil yang langsung dibayarnya selama setahun ke depan. Sebenarnya bisa saja dia menyewa sebuah apartemen yang pastinya lebih nyaman daripada kontrakan yang dipilihnya saat itu. Tapi mengingat sudah tak ada lagi lelaki yang mensupport finansialnya saat ini, Rani memilih untuk berhemat sampai nanti dia mendapatkan sumber penghasilan lainnya lagi. Memikirkan kondisinya yang berbalik seratus delapan puluh derajat dari yang sebelumnya, Rani jadi teringat dengan nasib malang yang juga sedang menimpa sahabatnya. Untuk itulah, hari itu dia memutuskan untuk kembali mengunjungi Agnia di rumah sakit. Namun sesampainya di sana, Rani dibuat shock dengan telah berkumpulnya semua keluarga besar Agnia yang seolah sedang bersiap menghadapi sesuatu buruk yang akan terjadi. Dan benar saja, beberapa saat setelah kedatangan Rani, dokter akhirnya menyampaikan berita bahwa Dewo benar-benar telah pergi meninggalkan mereka semua. Tangis yang pecah dari Agnia
Di tengah tengah kebingungannya, Rani hanya teringat pada Agnia. Tapi saat taksi yang membawanya menuju rumah sahabatnya itu baru sampai setengah perjalanan, dia seperti baru tersadar bahwa keputusannya untuk pergi ke rumah Agnia adalah salah. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk menumpang tinggal di rumah sahabatnya itu jika saat ini saja Agnia sedang mengalami kesulitan yang bahkan jauh lebih berat dibanding dirinya. “Nggak jadi, Pak. Saya turun di sini saja. Saya akan ganti ongkosnya,” katanya kemudian pada si driver taksi online yang ditumpanginya. Rani pun kemudian turun, lalu memutuskan untuk duduk sebentar di sebuah bangku taman untuk memikirkan apa yang akan dilakukannya selanjutnya. Kembali ke rumah orang tuanya adalah hal yang jelas tidak mungkin dilakukannya. Selain karena keduanya sudah meninggal dunia, rumah itu kini juga telah diambil alih keluarga kakaknya yang sangat membencinya karena ketidakpeduliannya pada keluarga besar. Ternyata selama ini dia merasa hidupnya b
Wanita yang biasanya sangat patuh dan penurut pada Rani itu tak menampakkan gentar sedikitpun. Bahkan dia juga berani membalas saat mantan istri dari majikannya itu menampar pipinya berulang kali. “Saya sudah berusaha menjadi asisten yang baik, tapi kelakuan Anda sudah sangat keterlaluan. Anda mengkhianati suami Anda sendiri di rumahnya. Itu sama saja Anda membuang kotoran Anda di tempat makan yang telah diberikan majikan Anda. Sekarang lebih baik Anda pergi. Karena walaupun sampai menangis darah pun, Bapak tidak akan pernah memaafkan Anda,” kata wanita itu setengah mengancam. Mendengar kata-kata sang mantan pembantu, niat Rani untuk meminta maaf pada mantan suaminya pun urung sudah. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan oleh mantan asisten rumah tangganya itu, suaminya tentu tak akan sudi lagi menerima permintaan maafnya mengingat dirinya bukan lah satu satunya wanita yang dia miliki. Rani mengutuk kebodohannya sendiri karena ternyata selama ini karena memilih untuk menerima
Sementara itu di tempat lain, Narendra justru disibukkan dengan kecemburuan Rani yang tak jua Reda. Dia baru sadar sekarang bahwa sahabatnya itu kini sudah mulai tergila gila padanya, hingga harus merasa marah saat mendengar keinginannya untuk kembali mengejar Agnia. Narendra yang sore itu sudah kembali ke apartemennya bahkan harus disibukkan dengan chat panjang lebar Rani yang memaki makinya tentang rencananya sebelumnya. Namun bukannya bersedih dengan kelakuan Rani yang kolokan seperti anak kecil, Narendra justru makin berbangga bahwa ternyata dia bisa membuat sahabatnya itu bertekuk lutut juga padanya. Walaupun sebenarnya hal itu bukan hal yang diinginkannya. Seandainya saja yang tergila gila padanya itu adalah Agnia, mungkin ceritanya akan jadi lain. Tapi meski begitu, demi meredakan amarah Rani dan demi untuk membuat wanita itu terus tetap mau melayani semua keinginannya, Narendra terpaksa kembali menemui wanita itu malam harinya. Rani tentu saja terkejut melihat Narendra telah
“Ada orang yang nyari Ibu di luar.”Sri baru saja keluar dari kamar mandi sore itu saat seorang pembantu rumah tangganya menghampiri. “Siapa?” tanyanya dengan mengerutkan dahi. “Nggak tahu, Bu. Tapi katanya polisi," kata si pelayan. Wajah Sri langsung pucat pasi mendengar itu. Sejujurnya, dari pagi perasaannya sudah tidak karuan karena belum mendapat kabar apapun dari Atun tentang hasil dari aksi orang-orang bayarannya yang katanya berencana melaksanakan tugas mereka hari sebelumnya. Tapi ditunggu sampai sore hari, Atun sama sekali tidak memberinya kabar apapun. “Kamu balik ke depan sana. Bilang saja aku nggak ada. Kemana gitu,” kata Sri dengan nada bingung. “Baik, Bu.” Wanita berusia sekitar empat puluh tahunan itu pun langsung berlalu meninggalkan majikannya dan bergegas menemui dua tamu yang sedang menunggu di depan pintu rumah makan. “Tidak ada gimana, tadi katanya ada?” kata salah seorang diantara kedua lelaki berseragam itu usai mendengar penjelasan bahwa Sri tak ada di ru
Belum habis kesedihan dan ketakutannya dengan kondisi sang suami, Agnia harus dibuat shock oleh beberapa orang yang menyatroni rumahnya dengan senjata. Apalagi saat polisi kemudian menyatakan bahwa kemungkinan besar ketiga orang penyusup itu berniat untuk membunuhnya. Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Polisi mengaitkan apa yang terjadi dengan adanya racun yang dikirimkan pada Agnia yang justru mencelakai suaminya. Ditambah lagi dengan keterangan seluruh keluarga Agnia yang menceritakan kejadian saat dirinya diculik beberapa waktu sebelumnya. Polisi semakin kuat menduga bahwa target utama dalam rencana pembunuhan di keluarga itu tentu lah Agnia. Mendengar keterangan yang disampaikan pihak kepolisian, Agnia makin yakin bahwa Rani tidak mungkin terlibat dalam pengiriman kue beracun yang mengakibatkan Dewo sekarat. Mengingat sahabatnya itu, Agnia yang sedang dalam kondisi bingung dan karena selama ini dia lah satu satunya sahabat yang selalu bersedia mendengar segala keluh kesahnya, akhi