Laura yang melihat Asher saat melirik Vina jadi semakin cemburu. “Kau tidak bisa menjawabnya?” Rangga juga penasaran menunggu salah satu dari Asher dan Vina menjawab. Akan tetapi, mereka berdua justru diam membisu. Asher pergi ke samping Laura. “Kita bicara berdua saja. Aku akan mengatakan padamu,” bujuk Asher. “Kenapa harus bicara berdua? Selagi ada orang-orang yang bersangkutan, jawab saja pertanyaanku!” Vina terpaksa memperlihatkan kejutan untuk sang suami demi mengakhiri kesalahpahaman mereka. “Rencana kejutanku gagal sudah,” gumamnya. Rangga yang peka melihat gerak bibir Vina pun langsung berpaling saat Laura mengambil rancangan cincin dan jam tangan yang dipesan Vina. Tak mau melihat istrinya kecewa karena sudah susah payah memberinya kejutan, Rangga memutuskan pergi dulu dari sana. “Aku akan ke toilet sebentar.” Rangga sengaja memberikan privasi untuk sang istri. Setelah Rangga pergi, Vina lantas menceritakan segalanya kepada Laura. “Cincin yang dipakai Nyonya Vina itu ha
Asher menahan gejolak amarah sekuat tenaga. Mendengar kata ‘lumayan’ dari mulut anak bau kencur itu membuat dirinya ingin meremas-remasnya seperti kertas, lalu memasukkan ke saku celana supaya jera, dan memohon ampun padanya. Namun, jika dia menunjukkan kemarahan kepada bocah seusia Rachel, dirinya akan dipermalukan oleh orang-orang di sekitarnya. Asher meredam amarah dengan meremas tangan dengan kepalan kuat di bawah meja. “Iya, Paman hanya lumayan tampan.” Sungguh Asher ingin meninju bibirnya karena mencemooh diri sendiri. “Jadi, seleramu yang seperti Dave, bukan? Kau pandai sekali menilai lelaki tampan,” balasnya. Bibir Rachel berkedut-kedut ingin mengutuk Asher. Dia ingin membuat ayahnya memarahi Asher. Sebab, Asher telah memprovokasi Rangga dengan menjodohkan dirinya dengan Dave. Tetapi, Asher dengan lihai membalas ucapannya. ‘Bocah tengik, kau pikir bisa mengalahkanku?’ batin Asher seraya melipat tangan di depan dada dengan gaya berwibawa. Asher bangga pada diri sendiri kare
“Sudah ... hentikan, Sayang! Aku bisa hamil lagi kalau kau melakukannya berlebihan.” Laura mendorong kepala Asher. Bibir Asher masih berusaha menggigit kecil leher Laura. Namun, Laura segera memutar badan dan memungut pakaiannya, lalu berlari menuju kamar mandi. Asher melesat dengan kencang menyusul Laura. “Kau suka kejar-kejaran dulu? Mau jadi seperti kucing, huh?” “Ahh!!” Laura memekik ketika tubuhnya melayang. Asher memeluk Laura dari belakang dan mengangkatnya tinggi. “Lepaskan aku! Aku tidak mau lagi! Badanku sudah lelah!” “Lelah dari mana!? Kau hanya terlentang dan aku sendiri yang bekerja sejak tadi! Sekarang, giliranmu memanjakanku!” titah Asher. “Ngh ... Sayang ... jangan dari belakang!” “Ough, Sayang! Kau benar-benar luar biasa nikmat!” seru Asher gemas. Dari kamar Claus dan Collin, Simon dan Hanna yang sedang menemani si kembar tidur jadi canggung dan salah tingkah. Simon berdeham berulang-ulang saat erangan dan seruan nakal Asher terdengar samar. “K-kau tidurlah, Ha
Laura meninggalkan kedua putranya bersama Asher dan Rachel sejenak. Dia menghampiri Hanna dan menyentuh bahunya. Namun, justru Simon yang tersentak kaget. “Ikut denganku sebentar, Hanna,” perintah Laura halus. ‘Kenapa Laura tiba-tiba mau bicara dengan Hanna? Apa dia mendengar percakapanku semalam dari CCTV?’ batin Simon. Asher tentu saja menaruh kamera pengawas di kamar putra-putranya supaya bisa mengawasi di mana pun dia berada. Selain itu, melihat si kembar dan Laura saat lelah bekerja membuat beban di pundaknya terasa ringan. Akan tetapi, Asher tak peduli dengan gelagat Simon semalam. Dia menganggap wajar interaksi antara Simon dan Hanna yang terlihat seperti biasa. Sayangnya, Simon tak berpikir demikian. Dia takut Laura menyadari gerak-gerik anehnya semalam. Simon tak mau Laura sampai menyangka dirinya akan mengkhianati Callista lagi. Dia jadi merasa sangat bersalah karena berpikir yang tidak-tidak kepada Hanna. ‘Ini semua gara-gara suara Asher!’ Simon hanya bisa memaki Ashe
“Sayang, sekarang masih siang!” pekik Laura. “Siapa yang bilang sekarang sudah malam?” balas Asher. Wajah Laura berpaling ke kanan dan kiri setiap kali Asher hendak menciumnya. “Semakin kau berkelit, semakin aku menginginkanmu,” ujar Asher dengan suara berat. Mudah sekali dia terpancing gairah saat menyentuh tubuh Laura. Namun, Laura tak menyerah. Dia tak mau hamil lagi dengan jarak hanya satu tahun. Dia pun masih ingat bagaimana sakitnya melahirkan bayi kembar, apalagi anak kedua mereka terlahir caesar, dan itu begitu menyakitkan setelah operasi. Laura baru teringat kata-kata dokter yang membantu persalinan. Dia kemudian sedikit mengubahnya, “Sayang! Aku tidak boleh hamil sekarang! Kau lupa kata-kata dokter dulu saat aku melahirkan? Aku perlu menjeda paling tidak dua tahun sebelum hamil lagi!” Asher langsung berhenti menyerang Laura. Dia mengingat-ingat kembali kata dokter tersebut. Sialnya, Asher sangat khawatir waktu itu sehingga tak mengingat apa pun. “Argh!” Asher menegakka
“Dan kau, Simon, menikahlah jika kau kesepian. Callista tidak akan bisa kembali menemuimu lagi,” tutur Joanna tanpa ekspresi. Laura dan Asher terkejut hingga menatap Joanna bersamaan. Namun, Simon-lah yang paling kaget di antara mereka semua. ‘Jadi, Mama Joanna mendengarkan sejak awal ...,’ batin Simon malu setengah mati. “Tetapi, jangan memilih istri seperti perempuan jahat itu,” sambung Joanna. “Oma, kenapa tiba-tiba menyuruh Papa menikah lagi?” Laura berpaling ke arah Simon. “Papa kesepian? Bukankah setiap hari Papa sibuk bermain dengan Claus dan Collin?” Laura tak tahu keresahan Simon. Joanna juga belum menceritakan kepada siapa pun. Simon lantas menjawab dengan cepat, sebelum Joanna mempermalukannya, “Tidak, Mama. Aku akan menanti waktuku berakhir dan berkumpul bersama Callista. Dosaku kepada Callista sudah terlalu banyak dan aku tidak mau menambah dosa lainnya lagi.” Joanna berdecak sambil mengerling sinis. “Dosamu akan bertambah jika kau tidak bisa menjaga pandangan dan p
Kabar duka datang dari Keluarga Cakrawala. Bibi pebisnis kecil saingan Asher tersebut meninggal dunia setelah lama berperang melawan kanker. Asher dan Laura mengenakan setelan serba hitam dan bersiap melayat di kediaman Cakrawala. Dia menitipkan Claus dan Collin kepada Joanna dan kedua pelayan setia. “Sampaikan belasungkawa Oma kepada Rangga. Dia dulu beberapa kali mampir di rumah Oma, dan berhubungan baik dengan Jake. Mendiang kakeknya juga rekan bisnis kakekmu, Lau,” kata Joanna. “Baik, Oma. Maaf merepotkan Oma dengan menjaga Claus dan Collin. Kami hanya sebentar karena mendiang adik Nyonya Vina akan dibawa pulang ke negaranya,” balas Laura. Joanna mengangguk. “Hati-hati.” Simon pun ikut melayat bersama Laura dan Asher. Sampai di kediaman Cakrawala, mereka bergabung dengan Jake, Theo, dan orang tua Asher. Emma dan Carla sengaja tak diajak para suami karena sedang mengandung. Keluarga Asher tersebut mengucap belasungkawa kepada keluarga mendiang. Laura mendekat kepada Vina yang
“Nyonya,” panggil Hanna. Laura terbangun dari lamunan. Apakah pikirannya terlalu berlebihan? Setiap kali Asher bersikap mencurigakan, Laura tak bisa mengenyahkan rasa cemburu dan curiga. Biarpun dia tahu jika Asher tak mungkin berselingkuh dengan Rachel, tetapi hati Laura tak bisa tenang. “Hanna, apa aku terlalu posesif? Seperti katamu ... pria dan wanita yang tidak ada hubungan darah, tetapi mereka sangat akrab. Bisa jadi ....” Laura menggantung ucapannya. Hanna tahu maksud Laura bicara seperti itu. Meski baru satu hari pulang di kediaman Asher, Hanna telah mendengar dari para pelayan tentang Rachel. Bahkan, Asher menyiapkan kamar besar untuk gadis itu. “Asher juga tidak punya kerja sama apa pun dengan Tuan Rangga. Dia bahkan menganggap Rachel sebagai saingan pada mulanya. Aku tidak tahu kenapa Asher tiba-tiba ingin mengasuh Rachel. Atau mungkin ....” Laura sekali lagi tak melanjutkan kata-katanya. “Saya belum benar-benar mengenal Nona Rachel, tetapi dia masih SMA, Nyonya. Menur