Sabar Kakek Asher 😅
“Sayang, sekarang masih siang!” pekik Laura. “Siapa yang bilang sekarang sudah malam?” balas Asher. Wajah Laura berpaling ke kanan dan kiri setiap kali Asher hendak menciumnya. “Semakin kau berkelit, semakin aku menginginkanmu,” ujar Asher dengan suara berat. Mudah sekali dia terpancing gairah saat menyentuh tubuh Laura. Namun, Laura tak menyerah. Dia tak mau hamil lagi dengan jarak hanya satu tahun. Dia pun masih ingat bagaimana sakitnya melahirkan bayi kembar, apalagi anak kedua mereka terlahir caesar, dan itu begitu menyakitkan setelah operasi. Laura baru teringat kata-kata dokter yang membantu persalinan. Dia kemudian sedikit mengubahnya, “Sayang! Aku tidak boleh hamil sekarang! Kau lupa kata-kata dokter dulu saat aku melahirkan? Aku perlu menjeda paling tidak dua tahun sebelum hamil lagi!” Asher langsung berhenti menyerang Laura. Dia mengingat-ingat kembali kata dokter tersebut. Sialnya, Asher sangat khawatir waktu itu sehingga tak mengingat apa pun. “Argh!” Asher menegakka
“Dan kau, Simon, menikahlah jika kau kesepian. Callista tidak akan bisa kembali menemuimu lagi,” tutur Joanna tanpa ekspresi. Laura dan Asher terkejut hingga menatap Joanna bersamaan. Namun, Simon-lah yang paling kaget di antara mereka semua. ‘Jadi, Mama Joanna mendengarkan sejak awal ...,’ batin Simon malu setengah mati. “Tetapi, jangan memilih istri seperti perempuan jahat itu,” sambung Joanna. “Oma, kenapa tiba-tiba menyuruh Papa menikah lagi?” Laura berpaling ke arah Simon. “Papa kesepian? Bukankah setiap hari Papa sibuk bermain dengan Claus dan Collin?” Laura tak tahu keresahan Simon. Joanna juga belum menceritakan kepada siapa pun. Simon lantas menjawab dengan cepat, sebelum Joanna mempermalukannya, “Tidak, Mama. Aku akan menanti waktuku berakhir dan berkumpul bersama Callista. Dosaku kepada Callista sudah terlalu banyak dan aku tidak mau menambah dosa lainnya lagi.” Joanna berdecak sambil mengerling sinis. “Dosamu akan bertambah jika kau tidak bisa menjaga pandangan dan p
Kabar duka datang dari Keluarga Cakrawala. Bibi pebisnis kecil saingan Asher tersebut meninggal dunia setelah lama berperang melawan kanker. Asher dan Laura mengenakan setelan serba hitam dan bersiap melayat di kediaman Cakrawala. Dia menitipkan Claus dan Collin kepada Joanna dan kedua pelayan setia. “Sampaikan belasungkawa Oma kepada Rangga. Dia dulu beberapa kali mampir di rumah Oma, dan berhubungan baik dengan Jake. Mendiang kakeknya juga rekan bisnis kakekmu, Lau,” kata Joanna. “Baik, Oma. Maaf merepotkan Oma dengan menjaga Claus dan Collin. Kami hanya sebentar karena mendiang adik Nyonya Vina akan dibawa pulang ke negaranya,” balas Laura. Joanna mengangguk. “Hati-hati.” Simon pun ikut melayat bersama Laura dan Asher. Sampai di kediaman Cakrawala, mereka bergabung dengan Jake, Theo, dan orang tua Asher. Emma dan Carla sengaja tak diajak para suami karena sedang mengandung. Keluarga Asher tersebut mengucap belasungkawa kepada keluarga mendiang. Laura mendekat kepada Vina yang
“Nyonya,” panggil Hanna. Laura terbangun dari lamunan. Apakah pikirannya terlalu berlebihan? Setiap kali Asher bersikap mencurigakan, Laura tak bisa mengenyahkan rasa cemburu dan curiga. Biarpun dia tahu jika Asher tak mungkin berselingkuh dengan Rachel, tetapi hati Laura tak bisa tenang. “Hanna, apa aku terlalu posesif? Seperti katamu ... pria dan wanita yang tidak ada hubungan darah, tetapi mereka sangat akrab. Bisa jadi ....” Laura menggantung ucapannya. Hanna tahu maksud Laura bicara seperti itu. Meski baru satu hari pulang di kediaman Asher, Hanna telah mendengar dari para pelayan tentang Rachel. Bahkan, Asher menyiapkan kamar besar untuk gadis itu. “Asher juga tidak punya kerja sama apa pun dengan Tuan Rangga. Dia bahkan menganggap Rachel sebagai saingan pada mulanya. Aku tidak tahu kenapa Asher tiba-tiba ingin mengasuh Rachel. Atau mungkin ....” Laura sekali lagi tak melanjutkan kata-katanya. “Saya belum benar-benar mengenal Nona Rachel, tetapi dia masih SMA, Nyonya. Menur
Asher membuang napas kasar. Dia selalu bisa membaca jalan pikiran Laura. Oleh karena itu, dia menceritakan kegiatannya bersama Rachel tanpa ditutup-tutupi. Yang membuat Asher kesal hanya satu hal. Kecemburuan Laura terlalu berlebihan kali ini. “Aku tidak bermaksud membandingkanmu dengan Rachel. Kau seharusnya lebih mengerti karena lebih dewasa dari Rachel. Jangan bersikap seperti anak kecil ....” Laura melemparkan tubuhnya ke samping. Kemudian memutar badan memunggungi Asher. Asher memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut. Biasanya, dia akan merayu Laura yang sedang marah atau cemburu. Namun, kali ini Asher tak melakukannya. Laura justru semakin marah karena Asher telah berubah semenjak kedatangan Rachel. Dugaan-dugaan yang tadinya selalu disanggah, kini menjadi lebih kuat bersarang di benaknya. Dia mendengar Asher menghela napas berulang-ulang, tetapi tak kunjung mendekati dirinya. Karena Asher tetap diam, Laura beranjak dari kasur, lalu memutuskan akan pindah tidur ke kamar Cla
Asher menatap tajam pria itu. “Siapa kau? Beraninya ikut campur urusan orang!” Pria itu tersenyum miring selagi berdiri dengan percaya diri. “Hanya pria lewat yang memberi saran kepada pria lain yang gelisah sampai mencurahkan hati di tempat umum.” Asher hendak membalas perkataan pria itu. Namun, pria itu lebih dulu berbalik pergi sambil melambaikan tangan sekali tanpa menoleh lagi ke belakang. “Siapa orang kurang ajar itu!?” geram Asher. “Saya belum pernah melihatnya. Tetapi, jika dia bisa masuk ke tempat ini, pasti dia bukan orang biasa.” Asher menyeringai dengan aura menyeramkan. “Bukan orang biasa, huh?” Pria itu membuat suasana hati Asher menjadi semakin buruk. Dia mengajak Theo pulang setelah menghabiskan waktu berendam selama satu jam. Sepanjang perjalanan pulang, pikiran Asher teralihkan oleh kata-kata pria itu. Dia menggerutu tiada henti karena diberi saran yang membuatnya semakin kesal. Sampai di rumah, bukan mendapat sambutan hangat, Laura lagi-lagi menatap sinis dir
‘Tidak bisakah kau menuruti keinginanku satu kali ini saja?’ Satu kalimat sederhana yang diucapkan dengan suara halus, tetapi sangat menyakitkan bagi Asher. Jadi, selama ini Laura tak pernah melihat atau menghargai usahanya .... “Baik,” balas Asher datar. “Maaf karena aku menghabiskan waktu dengan gadis yang sudah aku anggap sebagai anak perempuanku. Juga karena aku hanya ingin jujur dan memberi tahu kegiatanku bersama Rachel. Aku akan mengatakan kepada Dave dan Rachel supaya tidak perlu belajar lagi di rumah kita.” Asher tak menunjukkan lagi emosinya. Dia tahu jika Laura menunggu kata maaf darinya. Dan karena semua yang dia lakukan dan berikan kepada Laura selama ini tak pernah dianggap, maka dia akan mengabulkan permintaan Laura ‘sekali’ saja. “Kau tidak terdengar menyesal sama sekali. Dan kenapa Dave tidak boleh datang ke rumah? Aku hanya membicarakan Rachel!” “Ya, hanya Rachel yang tidak boleh datang.” Dua pramusaji yang datang mengantarkan hidangan menyela percakapan mereka.
“Nyonya, di mana Tuan Asher?” Carlos celingukan ke sana-kemari mencari keberadaan tuannya. “Kau antar aku pulang dulu. Asher sedang bersenang-senang bersama Rachel di hotel.” Laura membanting pintu mobil hingga membuat Carlos terlonjak kaget. Melihat dari mata sembab Laura, Carlos tahu jika Laura baru saja menangis. Dia tak banyak berkomentar dan segera masuk ke mobil untuk mengantar Laura pulang. Sampai di rumah, Joanna dan Simon sedang duduk di ruang tamu. Simon tampak panik menjelaskan sesuatu kepada Joanna. Laura pun langsung melewati mereka tanpa menyapa lebih dulu. “Laura!” seru Simon. Laura menghentikan langkahnya. “Di mana Asher? Kenapa kau tidak menyapa Oma Joanna lebih dulu?” tegur Simon. “Asher sedang bersenang-senang dengan Rachel di hotel.” Laura berbalik dan melanjutkan langkahnya. Sesaat kemudian, Carlos datang dengan wajah cemas. “Tuan Simon, Tuan Asher sedang berkelahi dengan orang di hotel.” Laura masih mendengar mereka bicara. Dia tersenyum miris oleh tindak