Orang yang biasa duduk di tempat teratas, tiba-tiba ada orang lain yang terlihat lebih baik darinya. Kelabakan sendiri jadinya...
Saat Rangga membuka handuk, Asher membeliak sambil melihat pangkal paha pria itu. Kecewa karena ukuran mereka tak berbeda jauh. Dia pikir akan memenangkan sesuatu dari pria yang dikagumi Laura itu. ‘Menyebalkan sekali ....’ Rangga buru-buru masuk ke air karena merasa tak nyaman telanjang di depan umum meskipun hanya ada pria di tempat itu. Dan lokasi kolam mereka pun berada jauh dari kolam lain, karena Asher sengaja menyewa tempat khusus yang hanya bisa dimasuki orang-orang tertentu. Mendadak, kedua pria itu merasa canggung saat duduk bersandar di kolam air panas yang sama. Mereka sama-sama tak pernah bergaul dengan teman-teman mereka tanpa ada tujuan bisnis. ‘Kenapa aku harus mengikuti orang ini ke sini?’ sesal Asher dalam hati. ‘Tahu akan begini jadinya, tadi aku ikut Vina perawatan wajah saja. Dia bisa memberi tahu rahasia awet muda.’ Mereka tak tahu harus membicarakan apa. Sebab, mereka tak memiliki kerja sama bisnis apa pun. Asher sebelumnya memanggil Theo untuk datang karen
“Kau menuduhku? Tega sekali kau ....” Asher mengulur waktu supaya dapat menemukan alasan yang pantas diutarakan. Laura bergeming tak menjawab Asher. Manik biru itu masih menatap tajam Asher penuh curiga. “Aku berpapasan dengan Tuan Rangga saat istirahat di jalan. Dia mengajakku bicara tentang bisnis dan Tuan John tiba-tiba saja membatalkan pertemuan kami.” Begitu cepat Asher membuat alasan yang seakan-akan sangat masuk akal. Namun, Laura masih menatap Asher curiga. Sementara Asher, bahkan tak berkedip saat membuat kebohongan lainnya. “Mau bagaimana lagi? Aku tidak mungkin tiba-tiba pergi saat ada orang seperti Tuan Rangga mengajakku diskusi masalah bisnis, bukan?” Asher berulang kali menekankan bahwa mereka hanya bicara seputar bisnis, bukan bicara tentang masalah para pria yang tak perlu diketahui istri-istri mereka. “Jadi, kalian bertemu di mana? Kenapa Tuan Rangga tidak diajak mampir ke sini saja?” selidik Laura. Dia telah hafal pada suaminya yang lihai membuat alasan. “Kami
Sebelum Rangga mendatangi Asher dan Vina, dia memberi tahu istri Asher lebih dulu. Rangga sangat kasihan kepada Laura karena Asher mencoba menggoda istrinya yang cantik. Rangga sangat yakin jika Vina tak mungkin memulai. Asher pasti yang merayu Vina atau menggunakan tipu muslihat sehingga Vina diam-diam pergi tanpa berpamitan lebih dulu. Mustahil Vina akan berpaling darinya! [Nyonya Laura, suami Anda sedang di hotel bersama istri saya.] Kalimat Rangga yang selalu singkat dan ambigu tersebut membuat si penerima pesan langsung marah besar. Laura hampir saja membanting ponsel ketika membacanya. Pikiran Laura langsung tertuju pada aroma sabun asing yang kemarin dihirup dari tubuh sang suami. Semua yang pernah Asher lakukan untuknya tertutup oleh api cemburu dan prasangka. Apakah Asher telah melakukan perbuatan hina itu dengan Vina? Sejak kapan dan berapa kali mereka melakukannya? Apakah dirinya tak menarik lagi di mata Asher Smith? Laura perlu memastikan secara langsung! “Carlos!
Laura yang melihat Asher saat melirik Vina jadi semakin cemburu. “Kau tidak bisa menjawabnya?” Rangga juga penasaran menunggu salah satu dari Asher dan Vina menjawab. Akan tetapi, mereka berdua justru diam membisu. Asher pergi ke samping Laura. “Kita bicara berdua saja. Aku akan mengatakan padamu,” bujuk Asher. “Kenapa harus bicara berdua? Selagi ada orang-orang yang bersangkutan, jawab saja pertanyaanku!” Vina terpaksa memperlihatkan kejutan untuk sang suami demi mengakhiri kesalahpahaman mereka. “Rencana kejutanku gagal sudah,” gumamnya. Rangga yang peka melihat gerak bibir Vina pun langsung berpaling saat Laura mengambil rancangan cincin dan jam tangan yang dipesan Vina. Tak mau melihat istrinya kecewa karena sudah susah payah memberinya kejutan, Rangga memutuskan pergi dulu dari sana. “Aku akan ke toilet sebentar.” Rangga sengaja memberikan privasi untuk sang istri. Setelah Rangga pergi, Vina lantas menceritakan segalanya kepada Laura. “Cincin yang dipakai Nyonya Vina itu ha
Asher menahan gejolak amarah sekuat tenaga. Mendengar kata ‘lumayan’ dari mulut anak bau kencur itu membuat dirinya ingin meremas-remasnya seperti kertas, lalu memasukkan ke saku celana supaya jera, dan memohon ampun padanya. Namun, jika dia menunjukkan kemarahan kepada bocah seusia Rachel, dirinya akan dipermalukan oleh orang-orang di sekitarnya. Asher meredam amarah dengan meremas tangan dengan kepalan kuat di bawah meja. “Iya, Paman hanya lumayan tampan.” Sungguh Asher ingin meninju bibirnya karena mencemooh diri sendiri. “Jadi, seleramu yang seperti Dave, bukan? Kau pandai sekali menilai lelaki tampan,” balasnya. Bibir Rachel berkedut-kedut ingin mengutuk Asher. Dia ingin membuat ayahnya memarahi Asher. Sebab, Asher telah memprovokasi Rangga dengan menjodohkan dirinya dengan Dave. Tetapi, Asher dengan lihai membalas ucapannya. ‘Bocah tengik, kau pikir bisa mengalahkanku?’ batin Asher seraya melipat tangan di depan dada dengan gaya berwibawa. Asher bangga pada diri sendiri kare
“Sudah ... hentikan, Sayang! Aku bisa hamil lagi kalau kau melakukannya berlebihan.” Laura mendorong kepala Asher. Bibir Asher masih berusaha menggigit kecil leher Laura. Namun, Laura segera memutar badan dan memungut pakaiannya, lalu berlari menuju kamar mandi. Asher melesat dengan kencang menyusul Laura. “Kau suka kejar-kejaran dulu? Mau jadi seperti kucing, huh?” “Ahh!!” Laura memekik ketika tubuhnya melayang. Asher memeluk Laura dari belakang dan mengangkatnya tinggi. “Lepaskan aku! Aku tidak mau lagi! Badanku sudah lelah!” “Lelah dari mana!? Kau hanya terlentang dan aku sendiri yang bekerja sejak tadi! Sekarang, giliranmu memanjakanku!” titah Asher. “Ngh ... Sayang ... jangan dari belakang!” “Ough, Sayang! Kau benar-benar luar biasa nikmat!” seru Asher gemas. Dari kamar Claus dan Collin, Simon dan Hanna yang sedang menemani si kembar tidur jadi canggung dan salah tingkah. Simon berdeham berulang-ulang saat erangan dan seruan nakal Asher terdengar samar. “K-kau tidurlah, Ha
Laura meninggalkan kedua putranya bersama Asher dan Rachel sejenak. Dia menghampiri Hanna dan menyentuh bahunya. Namun, justru Simon yang tersentak kaget. “Ikut denganku sebentar, Hanna,” perintah Laura halus. ‘Kenapa Laura tiba-tiba mau bicara dengan Hanna? Apa dia mendengar percakapanku semalam dari CCTV?’ batin Simon. Asher tentu saja menaruh kamera pengawas di kamar putra-putranya supaya bisa mengawasi di mana pun dia berada. Selain itu, melihat si kembar dan Laura saat lelah bekerja membuat beban di pundaknya terasa ringan. Akan tetapi, Asher tak peduli dengan gelagat Simon semalam. Dia menganggap wajar interaksi antara Simon dan Hanna yang terlihat seperti biasa. Sayangnya, Simon tak berpikir demikian. Dia takut Laura menyadari gerak-gerik anehnya semalam. Simon tak mau Laura sampai menyangka dirinya akan mengkhianati Callista lagi. Dia jadi merasa sangat bersalah karena berpikir yang tidak-tidak kepada Hanna. ‘Ini semua gara-gara suara Asher!’ Simon hanya bisa memaki Ashe
“Sayang, sekarang masih siang!” pekik Laura. “Siapa yang bilang sekarang sudah malam?” balas Asher. Wajah Laura berpaling ke kanan dan kiri setiap kali Asher hendak menciumnya. “Semakin kau berkelit, semakin aku menginginkanmu,” ujar Asher dengan suara berat. Mudah sekali dia terpancing gairah saat menyentuh tubuh Laura. Namun, Laura tak menyerah. Dia tak mau hamil lagi dengan jarak hanya satu tahun. Dia pun masih ingat bagaimana sakitnya melahirkan bayi kembar, apalagi anak kedua mereka terlahir caesar, dan itu begitu menyakitkan setelah operasi. Laura baru teringat kata-kata dokter yang membantu persalinan. Dia kemudian sedikit mengubahnya, “Sayang! Aku tidak boleh hamil sekarang! Kau lupa kata-kata dokter dulu saat aku melahirkan? Aku perlu menjeda paling tidak dua tahun sebelum hamil lagi!” Asher langsung berhenti menyerang Laura. Dia mengingat-ingat kembali kata dokter tersebut. Sialnya, Asher sangat khawatir waktu itu sehingga tak mengingat apa pun. “Argh!” Asher menegakka