Share

Bab 5

Jelas-jelas Kenneth sedang menungguku. Solana juga hanya sedang menumpang, tetapi dia malah duduk di bangku samping pengemudi.

Aku ingin sekali langsung pergi. Namun, akal sehatku memerintahku untuk tetap tinggal. Aku mengulurkan tangan ke sisi Kenneth. “Kunci mobil.”

Kenneth juga tidak mengatakan apa-apa, langsung meletakkan kunci mobil ke tanganku.

Tanpa berbasa-basi, aku langsung duduk di bangku samping pengemudi. Dengan ekspresi kaku dan kaget Solana, aku pun tersenyum. “Memangnya kenapa? Kamu itu juga kakaknya Kenneth. Sudah sewajarnya kamu menumpang mobil kami.”

Setelah itu, aku melihat ke sisi Kenneth yang masih berdiri di luar. “Ayo, cepat masuk mobil. Kakek pasti sudah menunggu kami.”

Sepanjang perjalanan, tidak ada yang berbicara sama sekali. Saking heningnya, aku merasa bagai di dalam peti mati saja.

Sebenarnya Solana ingin mengobrol dengan Kenneth. Namun, karena dia mesti menoleh terus, akan terasa sangat dipaksakan.

Mungkin Kenneth merasakan kekesalan di diriku. Tiba-tiba dia membuka tutup botol minuman, lalu menyerahkannya kepadaku. “Jus mangga kesukaanmu.”

Aku meminum sesuap. Keningku spontan berkerut. Aku pun mengembalikannya. “Manis sekali. Kamu minum saja.”

Belakangan ini aku lebih menyukai sesuatu yang berbau asam. Dulu ketika menyantap sesuatu yang tidak cocok di lidah, aku tetap akan memaksakan diri untuk menyantapnya, lantaran tidak ingin menyia-nyiakan makan. Namun sekarang, sesuap saja sudah tidak bisa.

“Oke.” Kenneth juga tidak berkata lain. Dia langsung mengambil kembali botol itu.

“Kamu sudah meminumnya, tapi kamu malah kasih dia. Sepertinya nggak higienis? Ada banyak kuman di dalam rongga mulut. Nanti malah tertular,” ucap Solana dengan panjang lebar.

Aku spontan tersenyum. “Dari logikamu, bukannya setiap malamnya kami akan selalu dalam bahaya?”

Semuanya juga sudah dewasa. Tentu saja Solana tahu apa yang aku maksud. “Tak kusangka, ternyata hubungan suami istri kalian cukup mesra juga.”

“Kamu cemburu?” Kenneth menyindirnya.

Terkadang pada suatu saat, contohnya sekarang, sikap Kenneth membuatku merasa sebenarnya dia cukup membenci Solana. Namun, terkadang aku juga merasa ini memang cara interaksi mereka berdua.

Solana kembali menyindir, “Aku memang lagi cemburu. Memangnya kenapa?”

“Siapa yang butuh rasa cemburumu?”

“Iya, iya, iya.” Solana mencemberutkan bibirnya, lalu menunjukkan senyuman di wajahnya. “Entah siapa yang sewaktu malam pertama pernikahan langsung mencampakkan istrinya demi menjagaku semalaman ….”

“Solana!” jerit Kenneth. Raut wajahnya langsung berubah.

Aku langsung tersadar dari melamunku dan langsung menginjak rem. Mobil hampir saja menerobos lampu merah.

Tatapanku tertuju pada kaca spion tengah. Aku menatap ekspresi wajah tajam Kenneth. Hatiku seperti diremuk saja. Air mata mulai berlinang di mataku.

Kenneth jarang menunjukkan sikap gugup di depanku. “Jasmine ….”

“Malam itu, kamu pergi mencarinya?” tanya aku. Setelah itu, aku baru menyadari suaraku terdengar agak ketus.

Perasaanku terasa kacau balau. Aku hampir tidak bisa mengendalikan diriku lagi.

Sekarang hubunganku dengan Kenneth memang cukup harmonis. Namun, pada malam pertamaku waktu itu, aku tidak tahu dia menerima panggilan dari siapa. Dia tiba-tiba meninggalkanku begitu saja tanpa kabar semalaman. Masalah itu masih menjadi duri yang menancap di dalam hatiku.

Masalah pernikahan kami memang ditetapkan oleh kakeknya Kenneth. Pada masa awal pernikahan, aku dan Kenneth masih tidak tergolong dekat. Aku juga tidak memiliki kesempatan untuk bertanya ke mana perginya dia malam itu.

Alhasil, masalah itu pun kubiarkan berlalu begitu saja. Namun sekarang, Solana malah mencabut duri yang menancap di dalam hatiku dengan kuat, kemudian menancapkannya kembali.

Tatapanku tak berhenti tertuju ke sisi mereka berdua. Aku merasa diriku bagai lelucon saja.

Solana menutup mulutnya dengan panik. Dia menatap Kenneth, lalu berkata, “Kamu nggak beri tahu Jasmine masalah itu? Semua ini salah aku. Aku orangnya terlalu blak-blakan.”

Seolah-olah, Solana sedang mengatakan, bukannya hubungan kami sangat bagus? Kenapa Kenneth malah menyembunyikan masalah itu dariku?

“Solana, apa otakmu korslet?” Raut wajah Kenneth sangat muram.

Kelima indra Kenneth sangat tajam. Aura dinginnya semakin kental lagi, membuat orang-orang yang melihat merasa takut. Itulah alasannya kenapa Kenneth bisa menjadi salah satu pengurus Grup Horgana di usianya yang masih tergolong muda.

“Sudahlah! Maaf, aku juga nggak tahu kamu nggak beri tahu dia masalah itu.” Solana segera meminta maaf, tetapi nada bicaranya malah terdengar lugu dan mesra. Sepertinya Solana tahu Kenneth juga tidak akan marah terhadapnya.

Suara dering ponsel yang familier tiba-tiba berbunyi.

“Kembalikan kepadaku.” Aku mengulurkan tangan untuk meminta ponselku kembali. Ketika melihat nama panggilan masuk, aku pun langsung mengangkatnya. “Kakek.”

“Jasmine, sudah mau sampai belum?”

Sesungguhnya, aku ingin sekali langsung menuruni mobil untuk meninggalkan mereka. Hanya saja, setelah mendengar suara ramah Wulio Horgana, hatiku kembali luluh. “Sebentar lagi sampai, kok. Kakek, cuaca hari ini agak dingin. Kakek jangan tunggu kami di depan rumah, ya.”

Semua orang tahu betapa serius dan kolotnya pemikiran Kakek. Namun, aku sering berpikir, seandainya kakekku masih hidup, sepertinya sikap mereka juga tidak akan jauh berbeda.

Ketika mobil melaju ke dalam Kediaman Keluarga Horgana, hari pun sudah senja. Tampak banyak lampion di depan halaman. Nuansa kuno sangat terasa di kediaman ini.

Aku memarkirkan mobilku, lalu membawa tasku menuruni mobil. Padahal aku sudah mengingatkan Kakek sewaktu telepon tadi, Kakek masih saja menunggu mereka di depan rumah.

Sewaktu telepon tadi, aku masih bisa menyembunyikan emosiku. Namun setelah berhadapan langsung dengan Kakek, dia bisa menangkap ekspresiku dalam sekilas mata.

“Apa bocah itu menindasmu lagi?” Wulio tampak kesal hendak membela cucu menantunya.

“Nggak, kok.” Aku tidak ingin Kakek mengkhawatirkanku. Aku pun membawanya ke dalam rumah. “Angin di luar kencang sekali. Gimana kalau Kakek masuk angin nanti?”

Aku memang sedang menyembunyikan masalah Kenneth dari Kakek. Namun, ketika Kakek melihat Kenneth dan Solana menuruni mobil, raut wajahnya kelihatan sangat muram.

Hanya saja, berhubung ada Paman dan yang lain di rumah, Kakek juga berusaha untuk mengendalikan emosinya.

Berbeda dengan ayah mertuaku, dia sangat gembira ketika melihat kedatangan Solana.

“Kenneth, dengar-dengar Solana mulai bekerja di perusahaan? Kamu mesti menjaganya dengan baik. Dengan begitu, kamu baru bisa menebus Bibi Winda-mu.”

Lantaran sedang duduk di depan meja makan, aku pun bisa berlagak tidak mendengarnya. Aku melanjutkan santapanku dengan sangat serius.

Kenneth mengamati ekspresiku, lalu berkata dengan datar, “Emm, aku mengerti.”

“Jasmine, kamu juga mesti bantuin Kenneth untuk lebih menjaga Solana.”

Ayah mertuaku menyebut namaku. Sepertinya dia takut akan ada yang menindas Solana sewaktu di perusahaan.

Aku meminum jus jagung, lalu membalas dengan datar, “Ayah tenang saja. Sekarang Kak Solana adalah atasanku. Malahan dia yang seharusnya lebih menjagaku.”

Begitu ucapanku dilontarkan, raut wajah orang-orang di depan meja makan tampak berubah.

“Jasmine, aku sudah pernah bilang. Kalau kamu merasa nggak senang, aku bisa mengalah untuk serahin posisi direktur kepadamu kapan saja,” ucap Solana dengan lapang dada.

Jika dibandingkan dengan cara bicara Solana, aku memang kelihatan sangat berhati sempit.

Wulio meletakkan gelas ke atas meja dengan kuat. Jelas sekali dia sedang marah saat ini. Nada bicaranya terdengar ketus. “Mengalah? Posisi itu memang adalah milik Jasmine! Apa kamu nggak sadar dengan kemampuanmu sendiri? Apa kamu nggak sadar Kenneth hanya ingin menebusmu saja? Kamu malah berani menerimanya!”

“Kakek ….”

“Jangan! Jangan panggil aku ‘Kakek’.”

Sebelumnya bibi kedua, Christy, pernah mengungkit masalah Wulio tidak pernah mengakui status Solana. Saat ibunya Solana hendak menikahi putranya, dia pun sangat menentang pernikahan itu. Namun, ayah mertuaku bersikeras untuk tetap melangsungkan pernikahannya.

Oleh sebab itu, harta Keluarga Horgana juga tidak berhubungan dengan ayah mertuaku. Setiap bulannya dia hanya meminta untuk diberi biaya hidup sebesar 10 miliar saja. Mengenai yang lain, dia tidak mendapatkan sepeser pun.

Geofrey segera berkata, “Ayah, sekarang Solana nggak punya siapa-siapa lagi. Kenapa ….”

“Tutup mulutmu!” jerit Wulio dengan gusar.

Sebelumnya, aku hanya tahu Wulio tidak begitu menyukai Solana. Namun seingatku, ini adalah pertama kalinya Solana dipermalukan di depan banyak orang.

Raut wajah Solana berubah pucat. Dia mengangkat tasnya sembari berdiri. “Nggak seharusnya aku datang hari ini. Aku sudah merusak suasana.”

Usai berbicara, Solana langsung berlari keluar rumah dengan menangis.

Geofrey memberi isyarat mata kepada Kenneth. “Kenapa kamu nggak pergi bujuk dia? Dia baru saja bercerai. Gimana kalau terjadi apa-apa sama dia? Apa kamu nggak punya hati nurani?”

Tiba-tiba aku mulai mengerti kenapa Kenneth terus memanjakan Solana. Sebab, setiap harinya ada orang yang akan selalu mengingatkan Kenneth, dia sudah bersalah terhadap seseorang. Seiring berjalannya waktu, siapa juga yang sanggup menerimanya?

Saat Wulio hendak menghentikannya, Kenneth pun sudah berlari keluar rumah.

Aku menatap bayangan punggung Kenneth untuk beberapa saat, lalu menghela napas ringan. Detik demi detik berlalu, mereka berdua masih belum kembali.

Sebagai istrinya Kenneth, sekarang sudah saatnya bagi aku untuk mencari suamiku. “Kakek, aku pergi lihat Kenneth dulu.”

“Emm.” Wulio mengangguk, lalu menyampaikan kepada pelayan, “Angin di luar sangat dingin. Ambilkan jaket untuk Jasmine.”

Aku berjalan keluar rumah. Tampak mobil Maybach masih diparkirkan di depan halaman. Jadi, aku berencana untuk mencari ke luar kediaman.

Baru saja aku melangkah keluar, aku pun mendengar suara perdebatan.

“Sebenarnya apa yang ingin kamu lakukan? Jangan beri tahu aku, kamu itu blak-blakan ketika mengatakan masalah di mobil tadi!” Kenneth sedang menyalahkan Solana.

Aku hanya pernah melihat sisi Kenneth seperti ini sewaktu dia sedang bekerja.

Solana masih bersikap lemah lembut. Dia menatap Kenneth dengan kedua mata meneteskan air mata. “Kamu lagi salahin aku, ya? Tapi aku lagi cemburu! Aku nggak bisa menahan diriku. Aku cemburu banget.”

“Solana, dia itu istriku. Siapa kamu? Kenapa kamu malah cemburu?” Kenneth tersenyum sinis.

“Maaf ….” Solana menangis hingga pundaknya gemetar. “Aku sudah bercerai. Ken, jelas-jelas kamu tahu aku bisa bercerai juga demi kamu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status