Share

6.Raja Bayu Jaga Geni

DUAAAARRR!

Ledakan keras terdengar saat petir merah menyambar tubuh Bara Sena yang masih dalam wujud Iblis Neraka. Meski sudah menahan serangan petir itu menggunakan kekuatan perisai cahaya dan tangan Neraka miliknya, tubuh Bara Sena masih terdorong surut ke belakang hingga beberapa langkah. Pemuda itu terkejut merasakan dahsyatnya kekuatan petir merah milik Bayu Jaga Geni. Begitu juga dengan semua orang yang melihat petir merah tersebut. Karena mereka semua tahu, Bayu tidak memiliki kekuatan petir merah. Dia hanya memiliki petir putih yang tingkatannya berada di bawah merah, ungu, kuning, hitam dan biru.

Lebih terkejut lagi Bayu Jaga Geni yang melihat Bara Sena nampak baik-baik saja setelah menahan petir merah yang dia keluarkan dari ujung jarinya.

"Dia bisa menahannya dengan mudah? Layak disebut Pemburu Dewa sejati seperti yang ayah katakan..." batin Bayu Jaga Geni sambil terus mengawasi Bara Sena yang masih menatap tajam kearahnya.

"Benar, aku adalah Bayu Jaga Geni. Raja di Kerajaan ini, dan aku datang karena kau membuat keributan di kota yan sebentar lagi akan diadakan turnamen. Apakah aku harus menghukummu?" kata Bayu Jaga Geni.

Bara berdiri dengan tegap kembali sambil tersenyum kecil menutupi rasa perih di tangannya yang baru saja menahan serangan petir merah milik anak Jaka Geni tersebut.

"Aku sebenarnya tak begitu tertarik dengan acara ini. Tapi ayahmu yang mengharap kedatanganku....Aku bosan selama satu bulan tak bertemu dia dan malah bertemu dengan anak-anaknya yang tak ada akhlak sama sekali. Bukankah seharusnya mereka menghormati posisiku sebagai anak dari Mahapatih terdahulu?" kata Bara denga nada sinis namun mengandung amarah didalamnya.

Bayu Jaga Geni mengepalkan tinjunya mendengar ucapan yang membuat darahnya naik hingga ke ubun-ubun tersebut. Namun dia ingat pesan dari sang ayah bahwa dia harus menjaga sikap didepan anak Bima Sena tersebut. Meski sang ayah tak memberitahu alasan dia harus melakukan hal itu, Bayu yakin, ayahnya menyadari sesuatu bahwa anaknya tersebut belum cukup mampu melawan Bara Sena yang saat ini jelas-jelas sudah berada di tingkat yang setara dengan Dewa meski dia masih berada di Ranah Alam Cakrawala.

"Maafkan kami kalau ternyata kami membuatmu merasa tidak nyaman. Kami sebagai anak Batara Geni memang terlalu lancang terhadap anak Mahapatih Bima Sena...Masalah di tempat ini, aku akan menutup mata asalkan kau tidak mengulangnya lagi," kata Bayu Jaga Geni berusaha untuk bersabar dan menahan rasa kesal didalam hatinya. Dia tak mau kota itu menjadi Medan perang jika sampai Bara Sena mengamuk dan mengacau di kotanya tersebut.

Bara sangat terkejut melihat Bayu Jaga Geni yang seorang Raja dan dikenal sebagai orang paling arogan di Probo Lintang menundukkan kepala di hadapannya yang seorang anak mahapatih. Semua orang yang ada disana pun dibuat heran dan takjub. Termasuk Dewi Utari dan kedua anaknya yang baru saja berkumpul kembali dalam keadaan sedikit terluka dalam.

Kekuatan Iblis Neraka di tubuh Bara pun lenyap dan wujudnya kembali menjadi sosok pemuda tampan dengan rambut gondrong sebahu.

"Jika kau berkata seperti itu, maka alangkah buruknya aku jika terus melakukan pertarungan di tempat ini. Aku akan menantikan pertarungan yang sesungguhnya melawan anak-anak Batara Geni di arena yang resmi," kata Bara sambil tersenyum kearah Bayu Jaga Geni.

Maharaja Probo Lintang itu tak membalas senyuman tersebut dan segera berbalik badan.

"Aku pun sudah tak sabar menjajal kemampuanmu, Pemburu Dewa...Suci, Umbara, aku tak akan mempermasalahkan hal ini. Tapi aku minta kalian untuk membayar ganti rugi atas kerusakan yang terjadi di tempat ini. Karena kalian yang memulainya lebih dulu!" ujarnya sebelum dia melesat pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Apaaa...!? Kami harus mengganti kerugian semua ini!?" teriak Suci tidak terima.

Dewi Utari berusaha menenangkan putrinya tersebut. Kesal karena merasa disalahkan atas kehancuran di tempat itu, Dewi Suci Geni itu pun langsung melemparkan tatapan mata kesal nya kearah Bara yang berdiri santai sambil sedekap tangan.

"Kenapa? Kau ingin mengajakku bertarung lagi? Apa kau tak menyadari sesuatu saat tadi kia bertarung?" tanya Bara.

"Apa?" tanya Suci tak tahu dan matanya semakin tajam menatap kearah Bara Sena.

"Kau dan kakakmu, bukanlah lawanku. Jika aku bersungguh-sungguh, kalian sudah mati di tanganku. Serangan yang kalian dapatkan itu hanya sebagian kecil dari kekuatanku. Apa kalian tak pernah mendengar cerita tentang diriku yang membunuh Dewa Indra, Dewa Maruta dan bahkan Mahapatih Bima Sena ayahku sendiri? Kalian tidak menyadari bahaya apa yang ada didepan kalian saat kalian mengusik diriku lebih dulu..." kata Bara sambil menyeringai.

Umbara dan Suci tertegun mendengar hal itu. Mereka hanya bisa saling pandang. Bara Sena mendekati Dewi Utari lalu memberikan satu cincin berwarna perak kepada wanita tersebut.

"Maaf jika aku membuat Bibi merasa resah. Tapi beginilah anak muda. Suka bertarung dan mencari masalah. Aku harap, pemberian ini tak memberatkan kalian untuk mengganti semua bangunan yang hancur ini," kata Bara Sena lalu dia pun pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Setelah Bara pergi, Suci dan Umbara mendekati ibunya yang masih terdiam mematung.

"Ada apa Ibu? Sepertinya orang itu memberimu sesuatu?" tanya Suci.

Dewi Utari membuka telapak tangannya yang mengepal. Mereka bertiga melihat cincin perak di tangan wanita tersebut.

"Cincin...? Jangan-jangan...!" Suci sempat menduga yang tidak-tidak. Sebelum pikirannya berubah liar, ibunya sudah mencubit hidungnya yang mancung tersebut.

"Jangan berpikir yang aneh-aneh! Bara memberikan ini untuk membayar ganti rugi yang sudah kalian ciptakan di tempat ini!" kata Dewi Utari membuat Suci tersenyum malu karena sudah berpikir yang sangat jauh dari kenyataan.

"Apakah dia memberikan kita harta?" tanya Umbara.

"Kita akan lihat apa isi didalam cincin ini...Aku merasakan ada banyak sekali harta yang tersimpan di dalam cincin ini...Itu sebabnya aku tak bisa berkata apa-apa saat dia memberika cincin ini..." kata Dewi Utari.

Dia pun langsung mengenakan cincin tersebut membuat Suci kembali menggoda ibunya.

"Ibu menerima cincin dari pria lain selain ayah...Dan memakainya...Apakah ibu tidak merasa aneh...?" kata Suci membuat wajah ibunya memerah. Seketika itu juga Dewi Utari melepas cincin tersebut laku memberikannya kepada Suci.

"Kau saja yang mamakai ini! Lagipula sejak awal kau yang memiliki perasaan pada pemuda itu!" kata ibunya sewot karena sejak tadi putrinya itu menggoda dirinya sehingga membuat dia salah tingkah sendiri.

Dengan tersenyum lebar, Suci menerima cincin perak tersebut lalu mengenakannya. Begitu cincin tersebut berada di jari manisnya, sinar aneh muncul dari dalam cincin tersebut. Suci pun bisa melihat apa yang tidak bisa dilihat oleh ibu dan kakaknya. Dia pun ternganga melihat semua harta didalam cincin tersebut.

"Ini...Ini semua harta benda yang sangat mahal dan tak terhitung jumlahnya! Dan juga ada banyak benda pusaka serta senjata Sakti tingkat dewa!" seru Suci dalam hati. Ibu dan kakaknya benar-benar dibuat penasaran dengan apa yang Suci lihat didalam cincin ruang tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status