"Maksud kamu, Mas. Semua dalam bahaya?" tanyaku khawatir. Mas Kelvin mengangguk, membenarkan tanyaku. Ingin rasanya aku keluar dari sini dan mencari keberadaan suamiku, tapi aku kenal Mas Kelvin. Dia tidak akan membiarkan aku pergi dan meninggalkan ruangan ini. "Mas, biarkan aku menemui Reinaldi. Bagaimanapun dia adalah suamiku," pintaku sungguh-sungguh. Mas Kelvin terlihat bimbang dengan permintaanku, pasti ada yang dia sembunyikan. Jika tidak dia akan memenuhi keinginanku menskipun itu melukai perasaannya. "Mas, apa ada yang kamu sembunyikan?" Aku melihat tajam ke arahnya. "Aku mohon, kamu tidur dulu dan perbanyak istirahat. Agar cepat kembali pulih, nanti semuanya akan kamu ketahui. Jika seperti ini, kamu akan semakin terluka!" ucapnya yang masih belum aku pahami. "Mas!" rajukku. "Dis! Kumohon!" tegasnya. Aku diam, ketika melihat matanya memerah. Antara rasa gelisah dan bingung, menjadi satu. Aku tahu, dia memikirkan diriku dan keluargaku. Akan tetapi, aku seorang istri dan
Setelah Mas Kelvin pergi, dua bawahannya yang lebih mirip seprti bodyguard datang dan menyapaku. Mengatakan, jika mereka bertugas menjagaku sampai Mas Kelvin datang, meski merasa risih diawasi, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. "Kami akan menunggu di depan kamar, jika ada sesuatu yang dibutuhkan panggil kami. Pak Kelvin juga mengatakan, jika kami harus menuruti permintaan Bu Gladis keculai keluar dari kamar!" Hening, tidak ada lagi suara di kamar ini, hanya menyisakan kegelisahaan yang tidak akan terobati hingga saatnya nanti. 'Bagaimana keadaan mama dan papa, juga Mutiara? Apakah mama Reinaldi marah padaku?' Apa yang ditakutkan Mas Kelvin?' Berbagai pertanyaan terlintas begitu saja dibenakku. Lelah, bukan hanya tubuh, tapi juga hatiku. Memilih memejamkan mata dan larut dalam buaiaan mimpi. Karena berontak pun tidak mungkin, aku sangat mengenal Mas Kelvin. *** Hari demi hari sudah kulewati, tanpa ada kabar dari Mas Kelvin ataupun dari orang lain. Ketika, akan memanggil orang
Aku tahu, itu suara Mas Kelvin. Perasaanku mulai tidak tenang, pasti ini akan menjadi perang dingin antara mereka. "Saya tidak ada urusan dengan kamu!" teriak Mas Aditya, yang terdengar serak di telingaku. "Menyingkir dari kehidupan Gladis! Sudah cukup kamu buat dia menderita!" balas Mas Kelvin. "Katakan padanya, kalau ingin Mutiara baik-baik saja, urungkan laporannya!" ancam Mas Aditya. 'Laporan? laporan apa, ya?' Kembali kuketuk pintu, meminta untuk dibukakan. Aku ingin mendengar alasan Mas Aditya melakukan hal ini. Bukankah dia yang menceraikanku dengan talak tiga, kenapa dia yang merasa tersakiti. "Mas Kelvin, tolong buka!" teriakku. Pintu pun terbuka, dan terlihat Mas Aditya yang sedang dihalangi oleh dua orang yang sejak kemarin menjagaku. Juga ada Mas Kelvin yang terlihat menahan amarah. "Mas. kenapa kamu melakukan ini?" tanyaku penasaran. Mas Aditya mendekat dengan mencoba meraih tubuhku, tapi langsung dihalangi Mas Kelvin. Lelaki yang pernah bersamaku beberapa tahun i
"Kamu! Kamu yang menyebabkan semua ini, Dis! Kamu yang menyebabkan kehancuranku, karena kamu aku kehilangan semuanya!" balas Mas Aditya geram. "Mas, aku minta maaf jika aku banyak salah padamu. Tapi coba kamu ingat-ingat kembali, siapa yang seharusnya yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi?" serangku. "Kamu jadi istri tidak becus, kamu tidak bisa memuaskanku di rajang! Kamu juga terlalu penurut!" bentaknya. Aku diam sejenak, mencerna kata-kata yang terlontar dari bibir Mas Aditya. Mungkin benar yang dia ucapkan, tapi aku hanya ingin jadi istri yang penurut, tapi ternyata itu tidak disukai olehnya. Apa mungkin semua lelaki begitu? "itu versi kamu, Mas! Apa perlu versiku kuungkapkan semuanya?" tantangku. "Sudahlah, sekarang kita perbaiki diri masing-masing. Hidup masih panjang, Mas. jangan hanya pikirkan balas dendam, jika aku sepertimu, maka sudah lama kamu jadi gembel di luar sana! tambahku Mas Aditya mengusap wajahnya dengan kasar, lalu mencoba mendekatiku dan Mas Kelvin
Mas Kelvin menghadiahi bogem mentah pada perut Mas Aditya dan membuat lelaki yang pernah hidup bersamaku terhuyung. "Kamu enggak ada hak, mencampuri urusanku dan Gladis!" Amarah Mas Aditya mulai meningkat. "Sepertinya, kamu harus diberi pelajaran, agar tidak seenaknya saja!" Mas Kelvin pun tidak mau kalah. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tubuhku sepertinya masih belum mendukung untuk bisa menghalangi mereka berdua. Kubiarkan mereka berdua berkelahi sesuka mereka, agar dapat menumpahkan kekesalan mereka yang terpendam. "Sudah puas kalian berkelahinya?" tanyaku pada dua lelaki yang sedang terengah-engah. "Kalian lihat sekitar! Betapa bodohnya kalian!" ejekku. Mereka berdua terlalu mementingkan ego, sehingga melupakan sekitarnya. Aku hanya bisa pasrah dengan keadaanku saat ini, apalah daya karena kehidupanku bukanlah diriku yang mengaturnya, meskipun rencana sudah kususun rapih. "Dis, kembalilah padaku!" pinta Mas Aditya dengan mengiba. "Mas, susun kembali hidupmu dan perbaiki sika
Mas Aditya melangkah pergi dengan hati yang aku tidak tahu, langkahnya pasti, meski kakinya gemetaran. Sebelumnya dia berjanji akan membawa Mutiara padaku dan mengatakankan padaku, jika dia tidak melukai Reinaldi. Sempat bingung, tapi aku tidak bisa meminta penjelasan lebih padanya. "Dis, kenapa enggak nunggu polisi datang?" protes Mas Kelvin. "Setelah dia masuk penjara dan keluar lagi, apa yang bisa dia lakukan, Mas?" tanyaku. Mas Kelvin diam, mencerna kata-kataku. Kemudian terlihat dia mengangguk perlahan dan samar. Lalu, dia tersenyum. "Aku sudah urus semua administrasinya, dan maaf terlambat!" ujar Mas Kelvin. "Berarti, kita bisa menemui Reinaldi?" tanyaku. Mas Kelvin tersenyum kecut, dia kemudian masuk ke dalam kamarku di rawat. Meminta orang kepercayaannya membereskan barang-barangku. Lalu, menatapku dari bawah hingga ke atas dan kembali lagi ke bawah. Memastikan, jika diriku baik-baik saja. "Apa masih sakit?" tanyanya. "Enggak, Mas! Aku sudah tidak sabar ingin melihat d
Mas Kelvin memandangku, tangan kirinya meraih kepalaku, dan menyandarkannya di pundaknya. Dia kembali menatap ke arah depan, menghembuskan napas berat dan mencengkram erat jemariku. Sangat terlihat, kegelisahan dalam matanya. "Mas, jangan seperti ini, aku takut jatuh cinta lagi padamu!" ujarku, beralih dari sandaranku. "Aku malah berharap kamu akan jatuh cinta lagi padaku, Dis!" balasnya dengan suara tercekat. "Mas!" rajukku. Sungguh tidak nyaman dalam situasi ini. Aku adalah seorang istri dan dia seorang suami, meskipun sudah berpisah. Aku merasa menghianati suamiku yang sedang terluka, lelaki yang sejak kecil kuharapkan menjadi suamiku kelak. "Kita ke mana?" tanyaku ketika menyadari perjalan ini tidak menuju ke rumah Reinaldi, melainkan ke rumah sakit tempat Reinaldi bekerja. "Sabar!" ucapnya lembut. Mas Kelvin sepertinya takut sesuatu, saat aku mencoba menarik tanganku dari gengaman tangannya, Dia meminta, agar aku memperbolehkannya memegang tanganku dan tidak boleh dilepas
Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa semua jadi kacau seperti ini. Apa yang sedang dibahas oleh Om Alex, kenapa dengan Reinaldi. "Tunggu, ada yang bisa jelaskan?" tanyaku. Belum juga kedua lelaki kesayanganku berbicara, security datang dan menegur kami. Meminta kami untuk tidak mengganggu orang lain dengan suara kami yang kadang meninggi, lalu aku mengajak mereka untuk berincang di luar sebelum bertemu dengan Reinaldi. "Jangan ada yang bicara, tolong jelaskan ada apa? Apakan Mas Aditya juga melukai Reinaldi? Lalu, kenapa dengan keluarga Reinaldi? Ada hubungan apa dengan Mas Kelvin?" tanyaku beruntun, ketika sampai di kantin. "Kamu jelaskan semuanya?" pinta Om Alex. Mas Kelvin menarik napas panjang dan mulai menjelaskan semuanya sejak awal Reinaldi memintanya untuk menjauhi diriku. Kemudian, Mas Kelvin mengetahui penyakit Reinaldi, saat mereka berdua bertengkar. Akhirnya, dia merelakan Reinaldi terus bersamaku, untuk memenuhi permintaan terakhir. Ujarnya, ketika Mas Aditya menusukk