Maya
***"Awas ya kamu, May! Suamimu selingkuh baru tahu rasa! Aku dengar dia itu bujang, nikah sama janda kayak kamu. Mungkin untuk asisten di rumah ya? Kasihan! Bentar lagi juga nangis darah diselingkuhi!"Risma benar-benar mulutnya itu tak sekolah. Tak ada adab sekali saat bicara. Tapi, sedikit-sedikit dia perlu diberi pelajaran supaya tak seenaknya saja.Aku memperlihatkan mimik wajah biasa saja, menyeringai lalu bicara. "Oh, terima kasih karena kamu sudah mengingatkan ya, Risma. Tapi, soal aku dijadikan pembantu, sepertinya enggak ya. Asisten rumah tangga di rumahku lebih dari lima orang. Malah, enggak ada bagian untukku beres-beres sedikitpun. Aku hanya disuruh belanja, belanja, main, liburan, ya begitulah, Ris, mungkin dugaan kamu meleset."Dengan nada pelan super standar aku menjelaskan kekeliruannya terhadap dugaan buruk terhadapku. Sepertinya saat ini dia terpukau dengan emosinya.PoV Maya***"Iya, Mbak, saya mau bawa ibu mertua saya dulu. Rumah ini akan di renovasi, jadi ibu sementara akan tinggal di rumah kami." Mas Yoga menanggapi Risma seperti benar saja. Dia tak tahu bagaimana wanita itu."Oh begitu. Aduh, Mas ini ya sudah tampan, baik, perhatian sama mertua. Suami idaman benget. Ih!"Keningku mengernyit heran melihat tingkah Risma. Aku tahu, dia sedang cari perhatian pada suamiku. Baiklah, lihat, sejauh mana dia akan melangkah."Terima kasih, Mbak. Tentu saya harus bisa membahagiakan orang tua istri saya, karena beliau telah rela menyerahkan putrinya yang cantik dan terbaik. Seorang wanita yang telah membuat beliau bangga karena pencapaian karirnya. Tentunya merenovasi rumah ini tak seberapa dibanding keridhoannya membiarkan saya bersanding dengan putrinya yang sekarang telah jadi istri saya."Jleb!Seketika liurku terteguk malu mendengar jawaban Mas Yoga terhadap pernya
Anang***Aku telah melapor pada pihak berwenang atas penyitaan rumah yang tanpa ada putusan dari pengadilan. Kupikir yang melakukan itu benar-benar perusahaan si Yoga seenaknya, ternyata setelah mendengar dari mulut pengacara, yang lakukan itu si Sindy. Dia sekarang masih ada di luar negeri kemungkinan jalan-jalan bersama pria lain. Aku sudah menduga, dia bukan wanita yang setia.Ibuku saat itu tak tahu apapun. Ia langsung saja pergi meninggalkan rumah tanpa bertanya banyak atau curiga. Dasar Ibu, anaknya saja baru ditahan, masak iya rumah langsung disita. Tapi itu kelakuan si Sindy, dia pasti dendam padaku. Dasar wanita bod*h, dia sepertinya ingin merasakan mendekam di dalam sel tahanan sepertiku saat ini.Sidang pertama telah aku lalui. Sialnya, lancar sekali. Pengacara tak bisa melakukan apapun karena memang bukti-bukti konkrit sekali. Tak ada yang bisa dibuat berdalih, hanya pembelaan kecil tak berarti saja.Lukma
Anang***"Kenapa melotot?" Dia menegurku dengan nada menakutkan. Sepertinya santapannya hari ini adalah aku. Yang lain tak digubris."Saya gak percaya Abang dikurung empat kali bolak-balik. Pembunuhan itu dikurungnya lama. Masak usia Abang segini sudah empat kali." Aku coba buka suara supaya tak terlihat seperti bajingan yang mentalnya ibarat tempe basi.Dia malah terkekeh lalu tertawa. "Hahahaha. Hahahaha. Kalian ingin tahu usiaku? Usiaku sekarang delapan puluh tahun!"Aku dan mereka semua tersentak kaget mendengar lelucon si pria itu. Masak iya usianya 80 tahun? "Alah, gak mungkin!" Aku menanggapi. Yang lain hanya diam sembari bisik-bisik."Kalian pasti tak percaya padaku. Rahasia awet muda ini, karena aku suka minum darah segar. Darah manusia-manusia bajingan yang segar. Hahaha."Jleb!"Kedua bola mataku melebar tak percaya. Mana ada manusia makan darah sesamanya." Bat
Sindy***Plaakk!Aku terperangah sembari meringis.Baru saja tiba di bandara kepulangan di negeri tercinta, seorang wanita seusiaku datang-datang langsung menampar tanpa ada basa-basi."Della!"Om Teguh menegur wanita itu. Sepertinya ia mengenalnya. Om Teguh adalah pria yang baru saja tiba liburan bersamaku. Kami habiskan waktu dua hari di sana.Siapa dia?"Papa, apa-apaan ini? Papa enak-enakan pergi dengan wanita girang ini?" Telunjuk wanita yang bernama Della itu menunjukku dengan kasar. Jadi dia anaknya Om Teguh?Om Teguh saat ini benar-benar kecewa berat sembari menahan malu. "Del, Del, Della udah. Kamu jangan bikin malu!" "Diem, Pah, Papa yang bikin malu. Mama lagi sakit, Papa malah enak-enakan berdua-duaan liburan dengan wanita laknat ini! Papa ijin kerja ke luar kota, nyatanya pergi dengan wa
Sindy***"Kamu memang gak tahu ibuku, tapi dengan kamu pergi dengan papaku, itu artinya kamu telah menganiaya ibuku. Ibuku sedang berjuang dalam sakit di ICU, butuh support dari suami, dan kamu malah enak-enakan. Mau kamu aku penjarakan hah?"Sepertinya wanita ini memang bisa berperan penting. Dari tampilannya saja terlihat, dia wanita yang mengerti soal hukum seperti ini. Aku tak boleh cari mati. Bisa-bisa benar, aku akan dipenjarakan olehnya. Tak bisa, ini tak boleh dibiarkan."Lalu sekarang kamu mau apa, hah?" tegurku balik."Mauku, kembalikan lagi uang yang telah papaku transfer ke kamu. Cepat!"Kedua bola mataku melebar kaget. "Enak saja, ini uangku, kamu nggak ada hak ya!" cekalku nanar."Kembalikan! Atau kamu akan aku buat menderita. Kamu lihat 'kan, pria yang tadi bersamamu memilih untuk pergi dan gak hiraukan kamu! Itu artinya, kamu gak bisa lagi berlindung. Kalau kamu gak balikkin uang
Maya***"Sindy, Sindy, kamu konyol sekali. Bisa-bisanya kamu lakukan ini. Apa cara kamu ini seperti dalam sebuah drama perfilman. Pasangan ikut berbuat kriminal demi ditahan dengan kekasihnya. Padahal, kalian tak akan dibuat satu sel tahanan. Kalian berbeda jenis kelamin."Aku ikut bicara setelah kami dipanggil untuk sejenak bertemu dengan pelaku. Ternyata benar, Sindy yang melakukan hal konyol itu. Di sini juga ada ibunya Sindy. Dia ikut menyusul di belakang.Mendengar pernyataanku, Sindy memperlihatkan raut wajah yang amat marah terhadapku."Diam kamu ya, Maya! Aku ini ada di pihakmu. Aku sengaja bantu sita rumah itu supaya kalian nanti akan lebih mudah." Dia dengan nada marah melempar tanggapan."Oh ya, atau itu caramu untuk memfitnah perusahaaan kami?" tandasku santai."Tolong maafkan anak saya. Dia pasti gak sengaja lakukan hal itu." Ibunya ikut bicara. Si Ibu tak tahu bagaimana kelakuan anaknya itu. Sekarang begini, dulu, dia sampai meledek dan menghina-hina Mas Yoga."Maaf, Bu
Mas Yoga yang sedang ngobrol dengan mandor pun teralihkan perhatian sebentar. Ia beberapa detik melempar senyum pada Risma lalu manggut satu kali menanggapi kalimat Risma."Maya, ayok minum dulu di rumahku. Di sini panas." Dia benar-benar ingin cari perhatian suamiku. Laganya yang sok kaya dan sok tak akur denganku, kini seperti perhatian dan menjadikanku sahabatnya. "Makasih, Risma, kami hanya sebentar kok." Aku menanggapinya.Bukannya fokus dengan jawabanku, Risma malah lenggak-lenggok memperhatikan Mas Yoga—suamiku. Ya ampun, terlihat sekali dia cari sensasi. Sambil geleng-geleng ujung rambut, berdiri tak diam, dia meminta diperhatikan suamiku sepertinya."Baik, kalau begitu saya kembali dulu, Pak. Ada beberapa tugas yang belum saya sampaikan pada pekerja." Pak Mandor hendak pamit kembali ke area pembangunan. Jadinya kini Mas Yoga tak lagi bicara dengannya."Baik, Pak. Saya juga tak akan lama, akan segera pamit lagi." Mas Yoga membalas. Perjumpaan mereka kali ini pun diakhiri. "
Maya***Saat ini Mas Yoga sudah berangkat ke luar kota. Mungkin juga sudah sampai. Ada sesuatu hal yang harus ia urus di sana. Aku mengetahui apa yang akan dia urus. Katanya ia akan sampai di rumah kembali nanti malam. Ada asisten dan sopir yang menemaninya. Jangan salah sangka dulu, asistennya itu seorang pria. Sejak awal, Mas Yoga tidak mempekerjakan asisten wanita.Teringat soal Risma kemarin yang selalu saja cari perhatian kepada suamiku. Sepertinya lewat Mas Diwan aku harus beritahu ini. Siapa tahu dia bisa mendapatkan efek jera. Tapi, yang aku bingung adalah kapan aku bisa bertemu dengan suami Risma itu. Seharusnya dalam momen tak sengaja. Kalau disengaja, bisa-bisa Mas Yoga salah paham. Apalagi dia itu mantan pacarku dulu sewaktu jaman SMA. Baru saja menarik napas panjang, tiba-tiba datang sebuah video call lewat sebuah aplikasi dari suami tercinta. Gegas, tak menunggu lama aku pun me