Fakta remaja, terkadang perasaan dan kejiwaannya berubah-ubah tidak dapat di tentukan seiring waktu.
"Hu ... hu ... huuu .... " begitulah deru nafas Lady yang terdengar ngos-ngosan karena lari untuk menghampiri meja tempat para sahabatnya berkumpul.
"Telat lagi?" tanya Kesya dengan datar.
"Hmm," jawab Lady acuh masih sambil mengatur nafas.
"Pasti kesiangan lagi gara-gara begadang nonton drakor?!" kali ini Fira yang bertanya dengan nada ketusnya.
"iya," Lady mengangguk dengan senyum yang menunjukan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi.
"Heran gue sama lo gak ada kapok-kapoknya telat udah tau bakalan dihukum, ini untung aja buk siska gak masuk karena sakit kalau gak pasti lo dihukum lari keliling lapangan plus hormat bendera, pasti lo gak bakal dibolehin masuk." kali ini Gladis yang angkat bicara dengan panjang lebar karena dia peduli.
"Gladis, lo tu bawel banget sih. Gue juga sebenernya kapok cuman gue gak bisa berhenti ngedrakor, jadinya gue begadang dan akhirnya kesiangan deh," balas Lady tak mau salah sambil ngaca menggunakan kaca yang selalu dia bawa kemanapun.
"Ya ampun muka gue keringetan, pasti bedak gue luntur deh terus rambut gue pasti lepek kena matahari, aduh gimana nih untung gue udah pake sunblock yang tebal," lanjut Lady sambil memanyunkan bibirnya.
"Lebay lo," ketus Fira yang hanya dibalas tatapan tak senang dari Lady.
"Lo gak mesti berhenti nge drakor, lo cukup ngebatasin jam nontonnya aja. Usahain tidur jangan sampai subuh, selain lo bisa kesiangan juga gak baik buat kesehatan lo sendiri," Kesya mengucapkan kalimat tersebut masih dengan wajah datarnya.
"Iya, betul tu kata Kesya, gue malam juga ngedrakor kok, tapi gue tau waktu beda sama lo yang gak tau waktu. Mau banjir, kebakaran, kemalingan juga lo gak peduli, tetep aja ngedrakor, heran gue. Lagian kita bawel gini karena kita care sama lo, tiap hari kita nasehatin aja lo gak berubah apalagi gak kita nasehatin," ucap Gladis.
"Ululu ... iya iya sahabatku yang paling care, memang kalian itu yang paling the best deh, thankyou be," ujar Lady dengan mencubit-cubit pipi Gladis gemes.
"Aduh lepasin sakit tau pipi gue," ujar Raisa kesel.
"Sorry," balas Lady dengan senyum tak berdosanya.
Iya, begitulah kondisi persahabatan keempat remaja perempuan tersebut.
Bersahabat sejak TK sampai kelas XI sekarang ini membuat mereka sudah seperti saudara, tidak ada lagi rasa canggung ketika menjahili atau emosi ketika dijahili, paling kesel doang, hehe.
Ditambah lagi, mereka selalu sekelas karena pemilik sekolah mereka dari TK, SMP, sampai SMA sekarang ini adalah keluarga Gladis, jadi dia dengan mudahnya meminta pihak sekolah diam-diam untuk menyatukan mereka berempat di dalam kelas yang sama.
Tetapi walaupun Gladis anak pemilik sekolah, dia tidak pernah mengumbarnya. Bahkan yang tahu Gladis anak pemilik sekolah hanya para sahabat dan guru-gurunya, sementara murid yang lain tidak tahu, karena mereka juga tidak ingin mencari tau. Gladis punya alasan tersendiri mengapa ia merahasiakan semua ini.
Hanya Kesya saja yang pernah berpisah itu pun hanya 1 tahun ketika SMP karena dia harus mengikuti orang tuanya yang pindah ke Bandung untuk mengurus neneknya yang sakit-sakitan, mereka berpikir bahwa mereka berempat tidak akan saling berjumpa lagi dengan Keysia tapi ternyata takdir berkata lain, nenek Kesya meninggal tepat saat kenaikan kelas sehingga Kesya dan keluarganya bisa langsung balik ke Jakarta. Kesya pun kembali bersekolah bersama keempat sahabatnya.
Bukan berarti Kesya senang nenek nya meninggal hanya, betul kata orang setiap masalah pasti ada hikmahnya.
Mereka berlima memiliki sifat yang berbeda-beda. Hanya satu yang sama yaitu sifat labil mereka. Ya begitulah fakta remaja, terkadang perasaan dan kejiwaannya berubah-ubah tidak dapat di tentukan seiring waktu.
Gladis yang pintar tapi bawel, Kesya yang pemberani soalnya dia atlet karate tapi berwajah datar, Fira yang jago nyanyi tapi jutek, dan Lady yang jago debat bahasa inggris tapi pemalas.
Mereka semua memiliki sifat peduli yang tinggi. Mereka juga sangat kompak, buktinya mereka semua sama-sama menyandang status jomblo terhormat. Bukan karena mereka tidak laku melainkan karena mereka belum menemukan yang cocok atau lebih tepatnya belum mau mencari yang cocok.
Walaupun tidak berpacaran, tetapi ada satu diantara mereka yang sudah lama jatuh cinta pada kakak kelas diatas mereka. Gladis, gadis itu sudah sejak lama memendam sebuah rasa untuk kakak kelasnya, Galang. Tetapi, dia lebih memilih memendam perasannya. Jangankan mengungkapkan rasa, mendekati Galang saja dia sudah takut duluan. Dia takut Galang ilfiel jika di dekati olehnya, padahal dia cantik tapi tetap saja insecure. Katanya, lebih baik memendam rasa dan memandangi dari jauh walaupun dari jauh setidaknya masih bisa memandangi dari pada harus kehilangan sesungguhnya. Yang lebih membuat Gladis tidak percaya diri adalah karena sering kali kedua pasang mata remaja berlawanan jenia itu bertemu, yang artinya kedua bola mata Galang bertemu dengan kedua bola mata Gladis, lelaki tampan itu akan menatap Gladis dengan mengintimidasi seolah dirinya tak suka jika Gladis melihatnya.
*Beste Freundin=seperti julukan sahabat terbaik dalam bahasa filipina.
XI Ipa 1Disinilah keberadaan empat remaja cantik tersebut. Di dalam kelas yang suasana dan tempatnya sudah seperti pasar.Ada yang bernyanyi, ada yang menjadikan meja sebagai alat gendang, ada yang tidur, ada yang selfie, vc, sampai siaran langsung, para kutu buku memilih membaca buku di kelas atau supaya lebih tenang mereka lebih memilih ke perpus seperti Ratna dan Layla.Lain hal nya dengan empat remaja yang saling sibuk dengan kegiatan dan pikirannya masing-masing seperti Lady yang dari tadi sibuk dengan ponselnya."Huu ... bosan, " tiba-tiba Gladis bersuara memecah keheningan tapi tidak membuat Lady tersadar dari dunianya. "Sama, gue juga bosan," sahut Fira."Hmm, gimana kalau kita main game aja biar ngilangin bosan," sahut Gladis."Game apa?" tanya Kesya.Mereka tampak berfikir namun b
"Tembak kak Galang sekarang."Tantangan Lady tersebut mendapat respon tak percaya dari Kesya, Fira, dan tentunya Gladis. Mereka sama sekali tak percaya Lady akan memberi tantangan yang sangat menguji nyali seperti itu. Gladis menganga sambil mengerjap-ngerjapkan matanya"Wha ... what?!" tanya Gladis masih belum percaya."Iya, lo harus nembak kak Galang. Terserah deh mau di lapangan, di kelas, di lab, di kantin, atau di toilet juga gak apa-apa. Yang penting lo harus nembak kak Galang, titik," ucap Lady dengan menekankan perkataannya."Wah, gak waras lo Lad," ucap Gladis seakan tak percaya."Gue waras, lo kali yang gak waras, punya perasaan kok di pendam," ucap Lady tersenyum miring."H-ha? Ya, kali gue ngedeketin cowok duluan, ada-ada aja lo Lad, gengsi dong gue," ucap Gladis dengan sok marah padahal jantungnya sudah berdetak tak menentu saat ini."Lo lupa, beberapa menit yang lalu lo malah nyaranin Fira buat nyatain
Sudah hampir jam pelajaran usai, tetapi Lady tak kunjung menampakkan wujudnya juga. Entah kemana gadis itu pergi yang jelas saat ini pelajaran sedang berlangsung dan dia tidak berada di kelas. Untuk pertama kalinya seorang Lady yang sangat suka pelajaran bahasa Inggria memilih bolos pada jam pelajaran tersebut. Apa setidak mau itu Lady bertemu dengan Gladis?"Key, gimana nih, Lady kok engga balik-balik, ya, ke kelas? Padahal ini kan mata pelajaran kesukaan dia," ucap Gladis sedikit berbisik pada Kesya yang duduk di depannya."Udah lah biarin aja, nanti juga datang ngambil tasnya," sahut Kesya datar."Gak usah di ambil pusing, dia emang kekanakan banget," sahut Fira yang duduk di samping Kesya."Ya, tetep aja gue gak enak, gara-gara gue gak mau ngelakuin tantangan dari dia, dia sampai bolos pelajaran," lirih Gladis tak ditanggapi Kesya dan Fira.Gladis merasa tak tenang, dia cemaa akan Lady yang tak kunjung datang. Gadis itu
"Gladis bangun sayang, ini udah jam 6 loh, kamu kan harus siap-siap ke sekolah." Reta sudah berdiri sejak sepuluh menit yang lalu di depan kamar putri bungsunya itu.Liberta atau yang biasa dipanggil reta saat ini sedang berdiri sambil menggedor-gedor pintu kamar putri bungsunya. merasa tak ada jawaban yang diberikan putrinya membuat reta kebingungan."Kok gak dijawab ya, gak biasanya Gladis susah bangun begini," gumamnya cemas.Karena cemas Reta akhirnya memutuskan masuk ke kamar putrinya yang untung saja tak dikunci."Gladis ... bangun nak, kamu gak sekolah? ini sudah jam 6 loh?" tanya Reta sambil mengusap-ngusap kepala anaknya."Hmm ... Gladis hari ini gak sekolah ya, Ma, soalnya Gladis ngerasa gak enak badan," ujarnya dengan lemas yang dibuat-buat.Reta menempelkan punggung tangannya ke dahi Gladis, namun yang dia rasakan adalah normal."Tapi,
Gladis dan Lady sampai di sekolah bertepatan dengan datangnya rombongan cowok-cowok nakal dengan embel-embel most wonted. Suara motor besar saling kejar-kejaran memenuhi area parkiran.Mata Lady dan Gladis sama-sama menatap kearah seorang cowok tinggi semampai yang sedang menyisir rambut menggunakan jari-jarinya. Setiap pergerakan cowok itu tidak luput dari pandnagan kedua gadia yang masih berada di dalam mobil itu. Perlahan para cowok itu turun daru motornya masing-masing sembari bercanda satu sama lain. Hanya cowok yang menyisir rambut menggunakan jarinya tadi yang diam. Tatapannya tajam lurus kedepan seakan menyiratkan pergi untuk orang-orang yany berada di depan jalannya. Benar saja, semua yang berada di depan jalan Galang memilih pergi atau menunduk. Laki-laki itu Galang setiap hari memang seperti itu kelakuannya."Itu orangnya buruan samperin," ucap Lady sambil menunjuk seorang cowok dengan baju keluar dan tangan dimasukan kedala
Saat ini Gladis, Kesya, Fira, dan Lady sedang berada di dalam kelas dan pelajaran sedang berlangsung."Lady." Gladis menoel-noel lengan Lady seperti anak kecil yang membujuk ibunya untuk membelikannya mainan."Lady," panggil Gladis masih dengan nada yang sama tapi sambil menoel-noel lengan lady."Lad--""Diam!" bentak Lady dengan suara tidak terlalu besar."Ihh, Lady jangan ngambek gitu dong, kalau ngambek-ngambek nanti cantiknya hilang, loh," pujuk Gladis dengan puppy eyesnya. Lady tak memperdulikan Gladis ia kembali melihat kedepan untuk mendengarkan penjelasan dari buk Siska."Ihh, Lady jawab dong, kok Gladis di diemin, sih," ucap Gladis dengan kesal sembari mengerucutkan bibirnya"Gue bilang diem," kesel Lady dengan menggebrak meja membuat seisi kelas menatap aneh ke arah mereka."Gladis, Lady ada apa?" tanya buk Siska. Betap
"Dis, lo ngmong dong. Masa dari tadi lo diam doang," ucap Lady dengan nada sedih."Lo mikir dong kenapa dia jadi diam gitu," cibir Fira."Diam lo, jangan kompor ya jadi orang," ketus Lady."Gue engga kompor-komporin, ya, emang harusnya lo sadar diri kalau lo alasan Gladis diam kayak gini," jawab Fira tak kalah ketus."Lo bukannya ngebantu gue buat dia ngomong, malah kompor-komporin," jawab Lady lagi."Ogah banget gue, lo usaha sendiri, orang lo yang salah," jawab Fira.Lady merasa emosinya semakin ke ubun-ubun mendengar ucapan Fira. Baru Lady akan menjawab tapi suata Gladis menghentikan suaranya."Udah diam, kalian berisik," ucap Gladis datar.Kini keempat remaja tersebut sedang berada di dalam kelasnya. Mereka bisa bebas berbicara karena kelasnya saat ini sedang free. Sedari kantin tadi, Gladis tidak bersuara sama sekali padahal sahabat-sahabatny
Pagi ini Gladis bangun lebih lama dari biasanya karena dia baru bisa tidur sekitar jam 3 subuh tadi. Gadis itu tidak melakukan apapun selama tidak bisa tidur, dia hanya terus melamun sembari menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya jelas tertuju pada satu hal, hal yang mampu membuat dia menjadi tidak tenang.Gladis bersiap dengan cepat lalu turun dan pamit ke sekolah tanpa sarapan. Reta sudah memaksa Gladis untuk sarapan tapi Gladis terus mengatakan bahwa dirinya sudah terlambat, dengan terpaksa Reta membiarkan Gladis berangkat tanpa sarapan.Gladis berjalan sendirian di koridor sekolahnya. Koridar nampak ramai oleh siswa-siswi, ada yang lalu lalang dan ada yang duduk di depan kelasnya. Gladis berjalan dengan tenang, tapi siapa yang tau bahwa pikiran gadis itu saat ini sangat tidak tenang.Mata Gladis menangkap sosok ketiga sahabatnya yang sedang berjalan kearahnya. Dalam hati Gladis sudah berniat balik arah agar tidak bert