Share

Bab 2. Pakai Di Sini

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-11-04 14:53:10

Naura harus ke rumah sakit ketika mendapatkan pesan dari Dion, suaminya, yang mengatakan kalau ibu mertuanya kritis di ICU. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, ponsel Naura berbunyi, menampilkan pemberitahuan bahwa uang sebesar empat miliar sudah dikirimkan ke rekening Naura.

“I-ini … banyak sekali.” Naura menutup mulutnya, ia terkejut karena Reval memberikan dua kali lipat dari yang Naura pinjam.

Selama di dalam taksi, Naura hanya bisa menangis, takdirnya kini sudah ada di depan mata.

Sesampainya di ruang gawat darurat, Naura menemukan ibu mertuanya terbaring lemah di balik kaca ruang ICU. Perempuan tua itu adalah satu-satunya yang pernah memperlakukan Naura seperti keluarga sejak ia menikah dengan Dion. Hati Naura mencelos melihat kondisinya, tapi sebelum ia bisa mendekat lebih jauh, suara Dion terdengar dari belakang.

“Uangnya mana?” tanyanya, tanpa basa-basi, tanpa sedikit pun empati di wajahnya.

Naura berbalik, menyerahkan amplop tebal yang ia bawa. Dion langsung meraihnya dan membukanya, menghitung isinya dengan cepat seperti seorang pedagang di pasar.

“Bagus. Ini cukup buat bayar beberapa bulan,” katanya santai, sebelum menyelipkan amplop itu ke dalam jaketnya.

Naura menahan air matanya. “Mas … ini uang buat Ibu. Buat perawatan beliau.”

Dion mengangkat bahu dengan ekspresi tanpa dosa. “Ya udah. Yang penting beres kan? Lagian, kamu juga gampang cari uang segini.”

Kata-kata itu membuat Naura gemetar. Ia memandang Dion, suaminya, dengan tatapan penuh luka. “Gampang? Mas, aku kerja siang-malam, lembur, pinjam ke sana-sini, bahkan sampai harus mengorbankan harga diri …”

“Terus?” potong Dion dingin. “Kamu istri, kan? Itu memang tugas kamu. Apa susahnya bantu suami?”

Naura terdiam, napasnya tercekat. Ia menatap pria itu dengan pandangan kosong, lalu berbicara dengan suara rendah tapi penuh kepedihan.

“Kalau tugas istri itu seperti yang kamu pikir, Mas … aku ingin tahu, apa tugas suami?”

Dion tidak menjawab. Sebaliknya, ia hanya mendengkus kesal dan melangkah pergi, meninggalkan Naura sendirian di koridor rumah sakit.

**

Setelah kejadian di rumah sakit, Naura saat ini kembali berada di dalam taksi. Malam ini adalah awal dari perjanjiannya dengan Reval.

Perut Naura terasa mual hanya membayangkannya. Ia seperti sedang terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung.

Naura meyakinkan diri. Iya melakukan semua itu untuk keluarga.

Ketika Naura tiba di hotel mewah yang telah Reval sebutkan, kakinya hampir tidak bisa melangkah. Jantung wanita itu berdebar begitu kencang hingga membuat napasnya tersengal. Gedung yang menjulang tinggi di depannya seolah mengejek kelemahan Naura.

Bagaimana mungkin ia bisa melakukan ini?

Dengan berat hati Naura melangkah masuk melewati pintu otomatis dan menuju resepsionis.

Wanita di balik meja itu tersenyum ramah saat Naura menyebut nama Reval.

“Silahkan, Ibu. Pak Reval sudah menunggu Anda di lantai atas,” ujar wanita itu lembut. Seolah itu hal yang sangat biasa.

Naura menekan tombol lift dengan tangan gemetar. Ketika pintu lift terbuka dan ia melangkah masuk. Wanita itu merasa seperti sedang memasuki dunia lain. Dunia yang tidak seharusnya ia masuki.

Namun, pikiran Naura kembali pada Dion dan ibu mertuanya. Pada utang-utang yang menumpuk dan ancaman penagih yang datang setiap hari. Tidak ada jalan lain. Ia berjalan sambil memaksakan diri untuk tetap tenang.

Pintu lift terbuka dengan lembut di lantai tertinggi. Naura melangkah keluar dan di depannya berdiri sebuah pintu besar dengan desain yang mewah. Tangannya bergetar saat membuka pintu yang ternyata tidak terkunci.

Pintu terbuka dan Reval berdiri di sana. Lelaki itu tampak sempurna dengan setelan jasnya. Mata hitamnya menatap Naura dengan intensitas yang membuat Naura merasakan sesuatu yang berdesir. Ada yang berbeda dari caranya menatap malam ini. Lebih menguasai.

“Masuklah,” ucap Reval pelan. Suaranya begitu tenang dan dalam.

Naura melangkah masuk tanpa sadar dan tak lama kemudian pintu tertutup di belakangnya.

Ruangan itu memancarkan kemewahan, namun kehadiran Reval lah yang paling mendominasi. Lelaki itu berdiri di dekat jendela besar, punggungnya menghadap Naura, tangan di saku celana. Ia tidak langsung menoleh ketika Naura masuk, membiarkan wanita itu bergulat dengan kegugupannya sendiri.

Perlahan, Reval berbalik. Ekspresinya datar, namun tatapannya membuat Naura merasa kecil. Ia mendekat, tidak terburu-buru. Kakinya hampir tak bersuara di atas lantai marmer. Ketika jaraknya hanya satu langkah dari Naura, ia berhenti.

Dengan gerakan perlahan, Reval mengangkat tangannya, bukan untuk menyentuh, tetapi untuk mengambil helai rambut Naura yang jatuh di pipinya. Tidak ada kelembutan di gerakannya, hanya ketelitian, seperti seseorang yang sedang merapikan sesuatu miliknya.

“Kamu datang tepat waktu,” katanya, suaranya rendah, hampir seperti gumaman. Tidak ada pujian, tidak ada basa-basi. Hanya pernyataan yang dingin.

Kata-kata itu terdengar biasa, namun mampu membuat tubuh Naura gemetar. Ia hanya bisa terdiam kaku di saat jemari Reval menyentuh pipinya dengan penuh kelembutan.

Seharusnya Naura merasa jijik ataupun takut, tetapi ada sesuatu yang aneh terjadi di dalam dirinya. Hati wanita itu berdebar keras. Bukan hanya karena ketakutan, namun juga karena rasa yang tak bisa ia pahami.

Dion selalu keras dan hanya manis saat ada maunya. Sangat berbeda dengan Reval yang memperlakukan Naura dengan lembut, bahkan di saat seperti ini.

Rasanya Naura ingin menolak, ingin melarikan diri. Tetapi ada sesuatu hal lain dalam cara Reval berbicara dan menatapnya. Membuat Naura merasa terikat.

Reval tersenyum, mengambil dokumen dari atas meja kecil di dekat sofa. “Sebelum kita melangkah lebih jauh, aku ingin memastikan semuanya tertulis dengan jelas. Uang itu sudah langsung ditransfer ke rekeningmu tadi.”

Naura menatap dokumen itu dengan ragu. Tangannya bergetar saat Reval menyerahkan pena kepadanya.

“Tanda tangani ini, dan semua masalahmu selesai,” katanya.

Naura menggigit bibir. Matanya berpindah-pindah antara dokumen di tangannya dan Reval yang berdiri tak jauh darinya.

Jantung Naura berdegup kencang. Apa yang harus ia katakan kepada Dion nanti?

Jemari Reval mengusap bahu Naura dengan lembut. Kedua matanya menatap dalam ke mata Naura, seolah menuntut wanita itu untuk segera memberikan kenikmatan untuknya.

Akhirnya, dengan tangan yang gemetar, Naura menandatangani dokumen itu.

“Bagus,” ucap Reval, senyum kembali menghiasi wajahnya. “Sekarang, kenapa kita tidak mulai menikmati malam ini?”

“T-tapi—” Naura tergugu, ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa ia harus melayani bosnya sendiri dan mengkhianati sang suami.

Reval melangkah mundur dan menjauh, lalu datang kembali dengan membawa sebuah kotak di tangannya.

Lelaki itu tidak langsung menjelaskan ketika memberikan kotak tersebut. Ia hanya mendorongnya ke arah Naura dengan satu tangan, matanya tetap menatap wanita di depannya tanpa ekspresi.

“Ini, apa, Pak?” suara Naura nyaris hilang, dan Reval hanya mengangkat alis sedikit, seolah heran mengapa pertanyaan itu perlu diajukan.

“Lihat sendiri,” jawabnya singkat, suaranya tidak lebih keras dari desiran angin.

Saat Naura membuka kotak itu, Reval tidak bergerak. Hanya matanya yang mengamati ekspresi wanita itu, seperti sedang membaca setiap reaksi tanpa perlu bertanya.

Di dalam kotak itu terdapat lingerie hitam yang tipis dan berdesain mewah. Sangat berbeda dari pakaian sederhana yang biasa ia kenakan.

Ketika Naura mendongak, ia mendapati Reval masih berdiri diam, satu tangan di sakunya, yang lain terulur sedikit ke meja di dekatnya, memegang segelas anggur dengan santai.

“Pakai,” katanya akhirnya, suara bariton itu seperti perintah yang tidak bisa ditawar.

Ketika Naura ragu dan hendak melangkah pergi, suara Reval menghentikan wanita itu seperti belenggu tak terlihat. “Di sini.”

Rich Mama

Waduh, gimana ya perasaan Naura???

| 2

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 3. Melanjutkan Permainan

    Reval melangkah mendekati Naura tanpa ekspresi. “Aku di sini. Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan,” ujar Reval singkat, sambil menyentuh bahu Naura dengan lembut, namun tidak menunjukkan kehangatan. Naura menatap Reval, terkejut oleh kata-kata itu. Sentuhan di bahunya terasa aneh, dingin, seolah tidak ada emosi di baliknya. Rasa cemas menyelimuti dirinya, namun ia tetap terdiam. Namun, ia merasa tak mampu menolak. Perlahan ia menarik napas, berusaha meredam gemuruh jantungnya yang semakin cepat. Pandangannya tetap tertunduk, enggan bertemu mata Reval. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Naura mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Setiap helai pakaian yang terlepas menambah rasa terpapar yang semakin dalam, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Namun tatapan dingin Reval tetap menembusnya, seolah menahan setiap niat untuk mundur. Ketika pakaian terakhir terlepas, Naura merasa tubuhnya hampir tidak terlindungi, meskipun hanya ada sedikit kain yang menutupi tub

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 4. Menuntaskan Hasrat

    Naura memandangnya dengan ekspresi bingung, masih mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Ciuman mendadak itu, kehadiran Reval yang mendominasi, dan kalimat terakhirnya tentang malam esok membuatnya dilanda kegelisahan yang memuncak. “Tunggu … apa maksud Bapak jika besok malam adalah malam yang sesungguhnya?” tanya Naura, suaranya terdengar lemah, hampir berbisik. Reval menoleh sekilas, kemudian mendengus kecil. Ia berjalan menuju pintu kamar hotel tanpa menjawab langsung. Ketika ia membuka pintu untuk membuat Naura keluar dari kamarnya, ekspresinya masih sama, dingin dan penuh kontrol. “Kita belum selesai, Naura. Sampai apa yang kulakukan padamu setimpal dengan uang yang sudah kuberikan,” katanya dengan nada yang begitu tenang, namun penuh tekanan. Naura merasa seperti ditampar oleh kata-kata itu. Bibirnya sedikit terbuka, ingin membalas, tetapi ia tak menemukan kekuatan untuk melakukannya. Ia hanya berdiri mematung beberapa detik sebelum akhirnya berjalan keluar dengan

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 5. Kau Akan Menyesal

    “Naura! Mana sarapan? Apa kau mau aku kelaparan?” teriak Dion dari ruang tamu, nadanya penuh kemarahan. Suara teriakan Dion di pagi hari membangunkan Naura dari tidurnya. Naura membuka matanya dengan berat. Tubuhnya terasa lemah, dan setiap gerakan memunculkan rasa nyeri yang tajam. Dengan langkah tertatih, ia berusaha bangkit dari tempat tidur. Rasa nyeri di selangkangan menjadi pengingat pahit akan tadi malam, sebuah malam yang ia jalani dengan terpaksa, tanpa ruang untuk dirinya sendiri. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya terasa seperti ditarik oleh beban yang tak kasatmata, beban dari perasaan hampa yang terus-menerus menghantuinya. ‘Aku harus bertahan,’ pikirnya, menguatkan diri meski hatinya terasa semakin remuk. Ia menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan letih. Air dingin mengalir di kulitnya, tapi tidak cukup untuk menghapus perasaan hampa yang terus menghantuinya. Setelah selesai, Naura mengenakan pakaian sederhana dan segera ke dapur un

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 6. Kedinginan atau Takut?

    Dion merasakan bahwa ucapan lelaki di hadapannya ini tidak main-main. Dilihat dari penampilannya, Reval bukan lelaki sembarangan. Seketika nyali suami Naura tersebut menciut. Ia menarik tangannya dengan gerakan tiba-tiba untuk menghindar. “Sial!” umpat Dion seraya mundur selangkah. Namun tatapan matanya kepada Naura menunjukkan kemarahan. Lelaki itu segera melangkah pergi dari sana dengan perasaan kalut. “Apa yang kalian lihat? Bubar!” teriaknya frustrasi kepada beberapa pengunjung rumah sakit yang masih menjadi penonton setia. Sementara Naura berdiri dengan perasaan lega sekaligus khawatir. “Pak Reval ... kenapa Bapak ada di sini?” tanya Naura penuh selidik. Seolah ingin mengatakan bahwa Reval sengaja mengikuti dirinya sampai ke rumah sakit. “Memangnya hanya kamu yang memiliki kepentingan di rumah sakit?” Reval tersenyum meremehkan. Dengan entengnya ia berjalan menjauh meninggalkan Naura yang masih terdiam kaku di tempatnya. Sementara Naura merasa tertohok mendengar jaw

    Last Updated : 2024-11-21
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 7. Sensasi Baru

    “Seharusnya saya tidak berada di sini,” sahut Naura, berusaha menguatkan suaranya. “Tapi kamu tetap datang,” Reval menanggapi tanpa kehilangan kendalinya. Tangannya tetap bertahan di pinggang Naura, sementara tatapannya bergeming. Naura mencoba mundur, namun punggungnya sudah bertemu dengan pintu yang tertutup rapat. Detak jantungnya semakin tidak terkendali, sementara udara terasa lebih berat di ruangan itu. “Sa–saya ...,” katanya dengan nada ragu. Sebelum Naura sempat berbalik, Reval meraih kedua bahunya dengan lembut. “Jangan lari, Naura.” Nada suaranya tegas, namun ada kelembutan yang tidak dapat diabaikan. “Kamu sudah ada di sini. Nikmati saja malam ini bersamaku.” Naura mengerjap gugup, merasa setiap kata Reval memenjarakan langkahnya. Ia berusaha melepaskan diri dari genggaman itu, namun Reval menggerakkan tangannya dengan tenang, tanpa sedikit pun memaksa. Sebelum Naura sadar apa yang terjadi, jaket tebal yang melingkupi tubuhnya sudah terjatuh di lantai. Naura m

    Last Updated : 2024-11-22
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 8. Untuk Kesekian Kalinya

    Reval merangkak naik. Ia menautkan jemarinya pada jemari Naura, menggenggamnya erat. Ia membimbing tangan Naura ke atas, lalu merentangkannya perlahan ke sisi kanan dan kiri, seolah ingin membuat Naura benar-benar berserah pada momen itu. “Percayakan semua padaku,” bisik Reval dengan nada rendah yang menggetarkan. Tatapannya penuh dengan kehangatan, namun tetap menunjukkan kendali. Naura menatapnya, jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasa dirinya seperti lukisan kosong yang tengah diwarnai oleh sentuhan dan perhatian Reval. Ia tidak tahu bagaimana tubuhnya bisa begitu menuruti setiap gerakan lembut pria itu. Reval mengecup tangan Naura yang terentang, menciptakan jejak kehangatan yang tak terlupakan di kulitnya. Jemarinya perlahan melonggarkan genggaman, tetapi tetap tidak membiarkan Naura terlepas dari dirinya. “Malam ini ... kamu milikku,” ucapnya lirih, namun penuh makna. Naura tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa memejamkan mata, membiarkan perasaan itu m

    Last Updated : 2024-11-23
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 9. Mandi Bersama

    Keesokan paginya, Naura tersentak dari tidurnya. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul sembilan pagi. “Ibu ....” Naura benar-benar merasa bodoh. Seharusnya pagi ini ia sudah berada di rumah sakit. Naura segera mengenakan pakaiannya. Ia turun dari ranjang dan tanpa sadar Naura justru mendekati jendela besar di sisi kamar. Tirai tersingkap, memperlihatkan pemandangan kota yang begitu memukau. Lampu-lampu gedung masih terlihat samar di kejauhan, perlahan pudar berganti dengan cahaya matahari pagi yang mulai menyinari kota. Langit biru yang cerah terasa kontras dengan awan gelap di hatinya. Naura memejamkan mata, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang karena kembali teringat dengan nasib ibu mertuanya. Apakah Dion memperlakukannya dengan baik? Wanita itu bahkan meragukan suaminya sendiri. ‘Ibu ... maaf ....’ Perasaan bersalah itu menyeruak lebih dalam. Ia bisa membayangkan wajah ibu mertuanya yang pucat, duduk di kursi roda, dengan senyum tipis yang selalu ia berikan meskip

    Last Updated : 2024-11-24
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 10. Sebuah Pesan

    ‘Astaga! Apa-apaan ini. Pak Reval benar-benar gila’ batin Naura berteriak kesal. Meskipun begitu ia merasa seperti pengantin baru di dalam sebuah novel. Ya, itu karena Dion tidak pernah memperlakukannya seperti itu. Naura merasa sedih ketika mengingat Dion kembali. ‘Apakah mungkin Mas Dion tidak pernah mencintaiku? Lalu untuk apa dia menikahiku?’ Naura tersentak dari lamunannya ketika merasakan tubuhnya terendam air hangat. Air itu begitu nyaman, melingkupi kulitnya, sementara aroma sabun yang lembut memenuhi ruangan. Namun, kenyamanan tersebut segera terganggu oleh kehadiran Reval. Lelaki di dekatnya ini sedang mengawasi dengan tatapan yang sulit diartikan. Hati Naura mencelos saat pria itu perlahan menunduk, mendekatkan wajahnya ke arahnya. “Stop Pak Reval! Jangan melewati batas!” seru Naura, mencoba menjaga nada suaranya tetap tegas meski ada nada ketakutan yang sulit disembunyikan. Sungguh ucapan yang sangat konyol. Padahal tadi malam Reval telah menjamah seluruh bagian

    Last Updated : 2024-11-24

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 188. Milik Mereka Berdua

    Ekspresi Reval mengeras. “Itu bukan urusan kita, Naura.”“Tapi dia masih tak sadarkan diri—”“Dia akan baik-baik saja. Ada dokter dan perawat di sini. Naura, kamu tidak perlu merasa bertanggung jawab atas seseorang yang tidak pernah memikirkan perasaanmu.”Naura terdiam. Ada sesuatu dalam nada suara Reval yang membuat hatinya bergetar. Seakan pria itu bukan hanya berbicara tentang Callista, tetapi juga tentang Dion.Ia tahu Reval benar.Callista bukan tanggung jawabnya. Dion juga bukan.Namun, rasa iba itu tetap ada, menggantung di sudut hatinya.“Saya tidak ingin pergi dalam keadaan seperti ini,” gumamnya.Reval menghembuskan napas panjang. “Naura.” Ia meraih bahu gadis itu, menatapnya dalam-dalam. “Kalau kamu tetap di sini, apa yang akan berubah?”Naura menggigit bibir. Ia tidak bisa menjawab.“Kamu hanya akan terus terjebak dalam rasa sakit dan keraguan.” Suara Reval melembut.Kini Naura merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti perasaannya.Reval berbicara dengan nada sedikit

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 187. Menggeleng Lemah

    Sebuah tepuk tangan nyaring terdengar di ruangan itu. “Jadi ini semua perbuatan Mama?” ujar Reval, suaranya rendah tetapi penuh tekanan. Wanita paruh baya yang masih duduk itu tersentak. Wajahnya yang semula tenang kini dipenuhi keterkejutan. “Reval! Ka–kamu ...” “Kenapa, Ma?” Reval melangkah maju, ekspresinya dingin. “Terkejut karena aku dan Naura mendengar pembicaraan kalian?” Di belakang Reval, Naura berdiri dengan tubuh menegang. Jantungnya berdetak kencang, sulit mempercayai apa yang baru saja ia dengar. Kata-kata dokter dan mama Reval masih terngiang di telinganya. Dion dan Callista memang berselingkuh. Bukan jebakan. Mereka benar-benar mengkhianati dirinya. Mama Reval hanya berusaha menutupi fakta itu dengan kebohongan lain. Ruangan itu terasa semakin menyempit. Napas Naura tersengal, seakan udara mendadak menipis. Dadanya berdenyut, bukan hanya karena kekecewaan, tetapi juga karena rasa bodoh yang terus menyergap. “Jadi ...” Suara Naura bergetar. “Tidak ada yang menj

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 186. Licik

    Naura tertawa kecil, getir. Matanya kembali menatap Dion. “Bukankah saya bodoh?” Suaranya bergetar. “Saya berusaha percaya bahwa dia pria yang baik, bahwa dia adalah orang yang bisa saya cintai tanpa takut dikhianati lagi. Tapi lihat sekarang ... ternyata saya tidak lebih dari seorang wanita bodoh yang terus saja berharap pada sesuatu yang sia-sia.” Suara Naura pecah di akhir kalimat. Dan saat itu, pertahanannya runtuh. Tangannya menutup wajahnya, tubuhnya bergetar hebat menahan isakan. Reval tak bisa lagi hanya diam. Tanpa ragu, ia menarik Naura ke dalam pelukannya. Naura semula memberontak, kedua tangannya mendorong dada Reval, tetapi pria itu tak goyah. “Lepaskan,” ucapnya lirih, suaranya teredam di dada Reval. “Tangismu tidak akan membuat semua ini berubah, Naura.” Reval semakin mengeratkan pelukannya. Naura kembali mencoba melawan, tetapi kekuatannya sudah habis. Ia akhirnya menyerah. Tangannya mengepal di dada Reval, lalu tanpa bisa ditahan lagi, ia menangis sejadi-jad

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 185. Menyakitkan

    Koper milik Naura tergeletak begitu saja. Wanita itu tidak lagi peduli. Tangannya gemetar saat memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, napasnya tersengal. Ia baru saja menerima sebuah kabar yang menghantamnya lebih keras dari apa pun. Dion. Ditemukan di kamar hotel. Bersama seorang wanita. Tak sadarkan diri. Keadaannya … tak berbusana. Perut Naura terasa seperti dipukul keras. Otaknya berusaha mencerna, tapi semuanya terasa begitu absurd, begitu menyakitkan. Tangannya melambai, menghentikan taksi yang melintas. Tanpa ragu, ia masuk dan menyebutkan satu tujuan. Rumah sakit. Sepanjang perjalanan, bayangan Dion berputar di pikirannya. Pria yang selama ini menjadi harapan terakhirnya, tempatnya berpulang setelah semua yang terjadi dengan Reval. Namun sekarang, seolah takdir kembali menertawakannya. Air mata sudah berlinang di pipinya. Ia tak peduli. Taksi berhenti dengan rem mendadak di depan rumah sakit. Naura bergegas keluar, hampir tersandung karena langkahnya yang terbu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 184. Tidak Percaya

    Jantung Naura berdegup lebih cepat dari biasanya. Ia menegakkan duduknya, menatap wajah wanita paruh baya itu dengan perasaan tak menentu. “Ada apa dengan Mas Dion, Bu?” tanyanya hati-hati. Ibu Lastri menghela napas. Tangannya saling bertaut, pertanda bahwa ia sedang berusaha menyusun kata-kata. “Tadi Dion sempat menghubungi Ibu. Katanya dia sangat sibuk dengan pekerjaan, jadi tidak bisa menjemputmu.” Naura mengerutkan kening. “Kenapa Mas Dion nggak bilang langsung kepadaku, Bu? Dihubungi juga susah.” Ibu Lastri terdiam sesaat. “Em, itu….” Naura menangkap kegugupan di raut wajah wanita itu. Matanya yang biasanya lembut kini seperti menyimpan sesuatu. “Ada apa, Bu?” desaknya, nada suaranya sedikit lebih tinggi dari yang ia maksudkan. Ibu Lastri tersenyum tipis, tapi senyumnya terasa tidak natural. “Mungkin sinyalnya sedang buruk, Nak.” Naura terdiam, berusaha mencerna jawaban itu. Tapi sesuatu dalam dirinya berteriak bahwa ada yang janggal. Ia menatap wajah wanita itu le

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 183. Tentang Dion

    Dinda menghela napas panjang, lalu memaksa bibirnya tersenyum meski matanya masih berlinang. “Hadiah kecil untukmu. Jangan pernah lupakan aku, ya?” Jemari Naura bergetar saat menerima kotak itu. Rasanya berat sekali untuk menggenggamnya, seolah kotak kecil itu membawa seluruh kenangan yang pernah mereka lalui bersama. Ia menatap Dinda, lalu Ervan. Keduanya memiliki ekspresi yang berbeda. Dinda yang emosional, sementara Ervan lebih menahan, tetapi sorot matanya jelas menunjukkan kepedulian yang mendalam. Naura tersenyum tipis, menahan sesak yang mengganjal di dadanya. “Terima kasih ... untuk segalanya,” ujar Naura pelan, tetapi cukup jelas untuk keduanya dengar. Dinda menggigit bibirnya, menahan tangis yang hendak pecah. “Kalau kamu butuh tempat pulang ... aku di sini, Naura.” Ervan mengangguk pelan, menambahkan, “Kami di sini.” Naura tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia hanya menatap mereka dalam diam, menghafal wajah mereka untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya melangkah mun

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 182. Dalam Genggamannya

    Naura memejamkan mata, menolak perasaan yang menggumpal di dadanya. Tangannya mengepal di sisi tubuh, berusaha mengendalikan getaran emosi yang berkecamuk. Tapi, getar suara Reval menembus pertahanannya. “Aku tidak peduli siapa ayah dari bayi yang kamu kandung. Yang kuinginkan... hanya kamu, Naura.” Sebuah bulir air mata jatuh di pipi Naura, entah karena keterkejutan atau rasa yang tak mampu dia jelaskan. Reval terdiam melihatnya, tatapannya melunak. Perlahan, jemarinya terangkat, menghapus jejak air mata itu dengan sentuhan yang begitu lembut seolah takut merusak sesuatu yang rapuh. “Saya... tidak bisa.” Suara Naura lirih namun tegas, meski dadanya terasa sesak. “Saya istri orang lain, Pak Reval. Dan sebentar lagi Bapak akan menikah dengan Callista.” Reval tersenyum pahit, matanya menyimpan luka yang tak terucapkan. “Pernikahan itu tidak pernah kuinginkan. Hanya kamu... sejak awal, hanya kamu yang mengisi ruang kosong dalam hatiku, Naura.” Reval terdiam sejenak. Lalu, tanpa p

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 181. Semakin Mendekat

    Hari yang dinanti telah tiba. Hari ini adalah hari terakhir Naura menjejakkan kakinya di perusahaan besar milik Reval. Ia akan segera meninggalkan kota yang penuh kenangan itu. Untuk terakhir kalinya, Naura ingin meminta maaf dan berterima kasih kepada Reval. Langkah kaki Naura menggema pelan di lantai marmer kantor. Setiap langkahnya terasa berat, seolah setiap jejak yang ia tinggalkan adalah perpisahan dengan semua kenangan yang pernah terukir di tempat ini. Jantungnya berdetak tak menentu saat ia berdiri di depan pintu ruangan yang sudah begitu familiar. Ruangan di mana banyak kisahnya dengan Reval tercipta. Tangannya terangkat, mengetuk pintu kayu itu dengan ragu. Tok. Tok. Tok. Tak ada jawaban. Naura menunggu sejenak, berharap mendengar suara yang selama ini mampu menggetarkan hatinya. Namun, keheningan tetap menyelimuti ruangan di balik pintu itu. Perlahan, ia memutar kenop pintu. Tidak terkunci. Naura mendorong pintu dan melangkah masuk. Udara di dalam terasa sedikit

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 180. Di Bawah Langit Kelabu

    Rintik hujan turun pelan, mengetuk dedaunan dan memercik tanah merah yang masih basah. Udara di pemakaman terasa lembap, bercampur aroma tanah yang khas setelah hujan pertama. Angin semilir membawa desah dedaunan, seolah menjadi bisikan dari mereka yang beristirahat abadi di bawahnya. Di antara barisan nisan berwarna abu-abu, seorang pria berdiri diam. Jas hitam membungkus tubuhnya, tetapi dingin tetap merasuk hingga ke tulang. Rambutnya yang basah menempel di dahi, sementara tetesan air mengalir pelan di sepanjang rahangnya yang tegas. Sepasang mata kelamnya menatap nisan di depannya. Tatapan yang menyimpan luka tak terucap. Nama yang terukir di sana terasa seperti belati yang menusuk jantungnya setiap kali ia membacanya. Kirana A. Wijaya Reval berjongkok perlahan, membiarkan lututnya menyentuh tanah yang basah. Jemarinya terulur, menyentuh ukiran nama itu seolah berharap kehangatan masa lalu dapat merembes melalui batu yang dingin. Bibirnya bergerak, tetapi tak ada suara

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status