Share

Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir
Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir
Author: Rich Mama

Bab 1. Temani Aku Malam Ini

Author: Rich Mama
last update Last Updated: 2024-11-04 11:42:03

“Saya … ingin mengajukan pinjaman, Pak.”

Naura berdiri beberapa langkah dari meja, meremas jemarinya yang basah oleh keringat. Suaranya sedikit bergetar.

Ucapan Naura membuat Reval menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi sibuk menandatangani berkas-berkas. Tatapannya langsung tertuju pada Naura, tatapan yang sulit diartikan.

CEO duda itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tak berubah. “Berapa yang kamu butuhkan?”

“Dua miliar, Pak.”

Ruangan itu mendadak hening, seolah waktu berhenti. Naura menggigit bibir, menunggu reaksi yang tidak kunjung datang.

Reval akhirnya tertawa kecil, suara yang tidak membawa kehangatan. “Kamu sadar betapa besar angka itu, kan?”

“Saya sadar, Pak. Tapi saya tidak punya pilihan lain,” jawab Naura, nadanya memohon.

Reval mengangguk pelan, lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke arah jendela besar di belakang meja, melihat pemandangan kota yang sibuk.

“Kamu tahu, Naura, perusahaan tidak seperti lembaga amal. Kami tidak memberikan uang begitu saja tanpa ada keuntungan di baliknya.”

Naura meneguk ludah. “Saya bersedia melakukan apapun, Pak. Saya akan bekerja lebih keras. Saya bisa mengganti uangnya dengan pemotongan gaji. Apa pun.”

Reval kembali duduk ke kursinya. Ia menatap Naura dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Apa pun?”

Senyum tipis muncul di wajah Reval, senyum yang membuat perut Naura terasa dingin.

“Kalau begitu,” katanya sambil memainkan pulpen di jarinya, “kita bicarakan syaratnya.”

“A-apa syaratnya, Pak?” Naura terpekur setelah bosnya itu mengatakan hal tersebut.

“Kamu yakin mau meminjam uang sebesar itu?” tanyanya perlahan, nyaris seperti bisikan.

Naura mengangguk, meski hatinya penuh keraguan. “Ibu mertua saya tidak punya banyak waktu, Pak. Operasi harus dilakukan secepatnya. Kalau tidak …” suaranya terhenti, tercekik oleh emosi yang menumpuk.

Reval memiringkan kepala sedikit, menatapnya dengan minat baru. “Baiklah. Dua miliar bukan jumlah kecil, Naura. Perusahaan tidak akan memberikannya begitu saja tanpa jaminan.”

“Saya … saya tidak punya apa-apa untuk dijaminkan, Pak,” ujar Naura, hampir panik. “Tapi saya akan melunasinya, apa pun caranya. Saya bisa—”

“Ssst,” Reval mengangkat tangannya, menghentikan kata-katanya. “Aku tidak bicara soal uang atau properti.”

Naura terdiam. Matanya mengerjap, mencoba mencerna maksudnya.

“Kamu mau tahu apa jaminannya?” tanya Reval sambil menyandarkan tubuh ke kursi, tatapannya menelisik.

Naura menggigit bibir, perasaannya berkecamuk antara penasaran dan takut. “Apa, Pak?”

Reval tersenyum tipis, senyum yang membuat bulu kuduk Naura meremang. “Aku ingin kamu menemani aku malam ini.”

Jantung Naura seakan berhenti. “Me-menemani?” ulangnya dengan suara hampir tak terdengar.

“Ya. Di Velvet Crown Hotel. Kita habiskan malam bersama. Itu saja,” jawab Reval santai, seolah sedang menawarkan makan siang biasa.

Kata-kata itu meluncur begitu tenang, namun dampaknya seperti pukulan keras di kepala Naura. Ia membeku di tempatnya, tubuhnya tak mampu bergerak.

“Saya sudah menikah, Pak,” katanya dengan nada yang bergetar.

Reval tersenyum lagi, kali ini lebih sinis. “Aku tahu. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu. Ini hanya kesepakatan bisnis. Kamu dapat uangnya, aku dapat apa yang aku mau. Semua merasa diuntungkan, bukan?”

Naura merasakan keringat dingin membasahi tengkuknya. Bayangan suaminya dan ibu mertuanya melintas di pikirannya. Apa yang harus ia lakukan? Menolak berarti mengabaikan keluarganya yang membutuhkan. Tapi menerima … itu artinya mengkhianati semua prinsip yang selama ini ia pegang.

“K-kenapa harus itu syaratnya, Pak?” tanyanya lirih, mencoba mencari alasan untuk menunda jawaban.

Reval tertawa kecil, matanya berkilat penuh misteri. “Karena kamu menarik, Naura. Dan aku selalu mendapatkan apa yang aku mau.”

Keheningan memenuhi ruangan, menyisakan ketegangan yang hampir tak tertahankan. Naura ingin berteriak, ingin keluar dari ruangan ini, tapi kakinya terasa terpaku di lantai.

“Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Reval akhirnya. Ia kembali ke mejanya dan meraih dokumen dari dalam laci. “Ini kontraknya. Aku tunggu malam ini.”

Rich Mama

Hallo Kakak... Selamat membaca cerita terbaru aku. Kira-kira Naura bakalan menerima tawaran dari Pak Reval nggak ya??? Hehehe Dukung author dengan memberikan gem sebanyak-banyaknya ya (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

| 7
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rich Mama
gak cuma kang sosor ya (⁠~⁠ ̄⁠³⁠ ̄⁠)⁠~
goodnovel comment avatar
sayanilam
seru... lanjutkan
goodnovel comment avatar
NACL
duh reval sepertinya mau cosplay jadi kang sosor nih
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 2. Pakai Di Sini

    Naura harus ke rumah sakit ketika mendapatkan pesan dari Dion, suaminya, yang mengatakan kalau ibu mertuanya kritis di ICU. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, ponsel Naura berbunyi, menampilkan pemberitahuan bahwa uang sebesar empat miliar sudah dikirimkan ke rekening Naura. “I-ini … banyak sekali.” Naura menutup mulutnya, ia terkejut karena Reval memberikan dua kali lipat dari yang Naura pinjam. Selama di dalam taksi, Naura hanya bisa menangis, takdirnya kini sudah ada di depan mata. Sesampainya di ruang gawat darurat, Naura menemukan ibu mertuanya terbaring lemah di balik kaca ruang ICU. Perempuan tua itu adalah satu-satunya yang pernah memperlakukan Naura seperti keluarga sejak ia menikah dengan Dion. Hati Naura mencelos melihat kondisinya, tapi sebelum ia bisa mendekat lebih jauh, suara Dion terdengar dari belakang. “Uangnya mana?” tanyanya, tanpa basa-basi, tanpa sedikit pun empati di wajahnya. Naura berbalik, menyerahkan amplop tebal yang ia bawa. Dion langsung mera

    Last Updated : 2024-11-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 3. Melanjutkan Permainan

    Reval melangkah mendekati Naura tanpa ekspresi. “Aku di sini. Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan,” ujar Reval singkat, sambil menyentuh bahu Naura dengan lembut, namun tidak menunjukkan kehangatan. Naura menatap Reval, terkejut oleh kata-kata itu. Sentuhan di bahunya terasa aneh, dingin, seolah tidak ada emosi di baliknya. Rasa cemas menyelimuti dirinya, namun ia tetap terdiam. Namun, ia merasa tak mampu menolak. Perlahan ia menarik napas, berusaha meredam gemuruh jantungnya yang semakin cepat. Pandangannya tetap tertunduk, enggan bertemu mata Reval. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Naura mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Setiap helai pakaian yang terlepas menambah rasa terpapar yang semakin dalam, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Namun tatapan dingin Reval tetap menembusnya, seolah menahan setiap niat untuk mundur. Ketika pakaian terakhir terlepas, Naura merasa tubuhnya hampir tidak terlindungi, meskipun hanya ada sedikit kain yang menutupi tubuhnya

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 4. Menuntaskan Hasrat

    Naura memandangnya dengan ekspresi bingung, masih mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Ciuman mendadak itu, kehadiran Reval yang mendominasi, dan kalimat terakhirnya tentang malam esok membuatnya dilanda kegelisahan yang memuncak. “Tunggu … apa maksudmu besok malam adalah malam yang sesungguhnya?” tanya Naura, suaranya terdengar lemah, hampir berbisik. Reval menoleh sekilas, kemudian mendengus kecil. Ia berjalan menuju pintu kamar hotel tanpa menjawab langsung. Ketika ia membuka pintu untuk membuat Naura keluar dari kamarnya, ekspresinya masih sama, dingin dan penuh kontrol. “Kita belum selesai, Naura. Sampai apa yang kulakukan padamu setimpal dengan uang yang sudah kuberikan,” katanya dengan nada yang begitu tenang, namun penuh tekanan. Naura merasa seperti ditampar oleh kata-kata itu. Bibirnya sedikit terbuka, ingin membalas, tetapi ia tak menemukan kekuatan untuk melakukannya. Ia hanya berdiri mematung beberapa detik sebelum akhirnya berjalan keluar dengan langkah be

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 5. Kau Akan Menyesal

    “Naura! Mana sarapan? Apa kau mau aku kelaparan?” teriak Dion dari ruang tamu, nadanya penuh kemarahan. Suara teriakan Dion di pagi hari membangunkan Naura dari tidurnya. Naura membuka matanya dengan berat. Tubuhnya terasa lemah, dan setiap gerakan memunculkan rasa nyeri yang tajam. Dengan langkah tertatih, ia berusaha bangkit dari tempat tidur. Rasa nyeri di selangkangan menjadi pengingat pahit akan tadi malam, sebuah malam yang ia jalani dengan terpaksa, tanpa ruang untuk dirinya sendiri. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya terasa seperti ditarik oleh beban yang tak kasatmata, beban dari perasaan hampa yang terus-menerus menghantuinya. ‘Aku harus bertahan,’ pikirnya, menguatkan diri meski hatinya terasa semakin remuk. Ia menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan letih. Air dingin mengalir di kulitnya, tapi tidak cukup untuk menghapus perasaan hampa yang terus menghantuinya. Setelah selesai, Naura mengenakan pakaian sederhana dan segera ke dapur untuk m

    Last Updated : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 6. Sedikit Berantakan

    Dion merasakan bahwa ucapan lelaki di hadapannya ini tidak main-main. Dilihat dari penampilannya, Reval bukan lelaki sembarangan. Seketika nyali suami Naura tersebut menciut. Ia menarik tangannya dengan gerakan tiba-tiba untuk menghindar.“Sial!” umpat Dion seraya mundur selangkah. Namun tatapan matanya kepada Naura menunjukkan kemarahan.Lelaki itu segera melangkah pergi dari sana dengan perasaan kalut. “Apa yang kalian lihat? Bubar!” teriaknya frustrasi kepada beberapa pengunjung rumah sakit yang masih menjadi penonton setia.Sementara Naura berdiri dengan perasaan lega sekaligus khawatir.“Pak Reval ... kenapa Bapak ada di sini?” tanya Naura merasa serba salah. Ia sedikit merasa malu dan merasa trenyuh.“Memangnya hanya kamu yang memiliki kepentingan di rumah sakit?” Reval tersenyum meremehkan. Wajah dinginnya membuat Naura merasa kesal. Ia pikir lelaki itu ...Naura menggeleng perlahan menatap punggung Reval yang semakin menjauh. Angannya sempat melayang. Terbuai akan kepedulian

    Last Updated : 2024-11-21
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 7. Sensasi Baru

    “Kamu kelihatan gemetar,” ujar Reval, suaranya datardan rendah, tanpa emosi yang tampak. Ia menatap Naura dengan intens, seolahmenilai tanpa perlu bertanya. “Kedinginan atau takut?”Naura terdiam sejenak, berusaha menguatkan diri.“Seharusnya saya tidak berada di sini,” jawabnya dengan suara yang hampirbergetar.Reval hanya mengangkat alis, tetap diam, tangannyabertahan di pinggang Naura tanpa gerakan berlebih. Tatapannya tetap tenang,seolah tidak ada urgensi untuk menjawab atau menanggapi lebih jauh.Naura mencoba mundur, namun punggungnya sudahmenyentuh pintu yang tertutup rapat. Detak jantungnya makin cepat, namun Revaltetap tak bergerak, tetap mengawasi.“Apa yang anda inginkan?” tanya Naura, nada suaranyategas meski ada kecemasan di dalamnya.Reval meraih kedua bahunya dengan gerakan lambat,namun tidak pernah terburu-buru. “Jangan lari, Naura.” Nada suaranya tetapdatar, namun perintah itu jelas.Naura merasa terperangkap, meski tanpa kata-kata, iatidak bisa menarik dir

    Last Updated : 2024-11-22
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 8. Untuk Kesekian Kalinya

    Reval merangkak naik. Ia menautkan jemarinya pada jemari Naura, menggenggamnya erat. Ia membimbing tangan Naura ke atas, lalu merentangkannya perlahan ke sisi kanan dan kiri, seolah ingin membuat Naura benar-benar berserah pada momen itu. “Percayakan semua padaku,” bisik Reval dengan nada rendah yang menggetarkan. Tatapannya penuh dengan kehangatan, namun tetap menunjukkan kendali. Naura menatapnya, jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasa dirinya seperti lukisan kosong yang tengah diwarnai oleh sentuhan dan perhatian Reval. Ia tidak tahu bagaimana tubuhnya bisa begitu menuruti setiap gerakan lembut pria itu. Reval mengecup tangan Naura yang terentang, menciptakan jejak kehangatan yang tak terlupakan di kulitnya. Jemarinya perlahan melonggarkan genggaman, tetapi tetap tidak membiarkan Naura terlepas dari dirinya. “Malam ini ... kamu milikku,” ucapnya lirih, namun penuh makna. Naura tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa memejamkan mata, membiarkan perasaan itu m

    Last Updated : 2024-11-23
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 9. Mandi Bersama

    Keesokan paginya, Naura tersentak dari tidurnya. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul sembilan pagi.“Ibu ....”Naura benar-benar merasa bodoh. Seharusnya pagi ini ia sudah berada di rumah sakit.Naura segera mengenakan pakaiannya. Ia turun dari ranjang dan tanpa sadar Naura justru mendekati jendela besar di sisi kamar.Tirai tersingkap, memperlihatkan pemandangan kota yang begitu memukau. Lampu-lampu gedung masih terlihat samar di kejauhan, perlahan pudar berganti dengan cahaya matahari pagi yang mulai menyinari kota. Langit biru yang cerah terasa kontras dengan awan gelap di hatinya.Naura memejamkan mata, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang karena kembali teringat dengan nasib ibu mertuanya. Apakah Dion memperlakukannya dengan baik? Wanita itu bahkan meragukan suaminya sendiri.‘Ibu ... maaf ....’Perasaan bersalah itu menyeruak lebih dalam. Ia bisa membayangkan wajah ibu mertuanya yang pucat, duduk di kursi roda, dengan senyum tipis yang selalu ia berikan meskipun sed

    Last Updated : 2024-11-24

Latest chapter

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 145. Berpikir Jernih

    Naura menggeleng cepat. “Tidak apa-apa.”“Tadi lama sekali di depan. Kamu habis bertemu siapa?” bisik Dinda sambil meliriknya penuh selidik.“Tidak ada. Aku hanya ...” Naura menggigit bibirnya, mencari alasan. “Membaca pesan.”Dinda mengerutkan kening. “Pesan dari siapa?”Sebelum Naura bisa menjawab, rapat sudah dimulai.Namun, baru beberapa menit berjalan, ponsel Naura kembali bergetar.[Kamu tidak akan melirikku sekali saja?]Naura menegang. Ia mengangkat wajah dan melirik ke arah Reval sekilas.Pria itu tersenyum tipis.Naura langsung menunduk, merasakan panas di wajahnya.Sementara Reval masih menatapnya dengan ekspresi jahil.Rapat pun dimulai, tetapi Naura kesulitan berkonsentrasi.Reval sesekali meliriknya, bahkan pernah pura-pura mengatur dasinya hanya untuk menarik perhatiannya.Saat seorang kepala divisi sedang berbicara panjang lebar, Naura merasakan ponselnya bergetar lagi. Ia melirik layar.Tentu saja pesan dari Reval.[Kamu terlihat cantik hari ini.]Naura membelalakkan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 144. Menatap Curiga

    Naura berjalan cepat menuju ruangannya, langkahnya masih terasa ragu setelah percakapan pagi tadi dengan Reval di dalam mobil. Rasa hangat yang pria itu tinggalkan di bibirnya masih membekas, tetapi pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan yang belum terjawab.Saat hendak membuka pintu ruangan, suara seorang wanita terdengar tergesa-gesa dari belakangnya.“Naura! Ke mana saja kamu? Bukankah seharusnya kamu sudah mulai bekerja lebih awal?”Langkah Naura terhenti. Ia menoleh dan mendapati Dinda berjalan cepat ke arahnya. Wajah sahabatnya itu dipenuhi ekspresi khawatir, kedua alisnya bertaut rapat.Naura menarik napas dalam, mencoba memasang senyum santai. “Hai, Dinda. Maaf ya? Aku jadi merepotkanmu.”Dinda berhenti tepat di depannya, masih dengan tatapan menyelidik. “Apakah kamu tahu, aku sampai nekat bertanya kepada Pak Reval?”Naura menegang seketika. “Kamu bertanya pada Pak Reval?” ulangnya, berusaha terdengar santai meskipun dadanya mulai berdebar.Dinda mengangguk. “Tentu saja! Kamu

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 143. Menjauh

    Naura berusaha melepaskan diri, tetapi Reval mempererat pelukannya.“Saya sudah menyiapkan sarapan,” ujar Naura, berharap bisa mengalihkan perhatian pria itu.Namun, bukannya melepaskan, Reval malah menariknya lebih dekat.“Aku sudah mendapatkan sarapan yang lebih manis,” gumam Reval seraya mencium pipi Naura lebih lama.Naura memutar bola matanya. “Kalau Bapak tidak segera bangun, saya akan makan sendiri.”Reval tertawa kecil, akhirnya melepas Naura dengan enggan. “Baiklah, baiklah. Aku akan bangun.”Beberapa menit kemudian, keduanya duduk di meja makan. Naura meletakkan piring di hadapan Reval, menunggu reaksi pria itu saat mencicipi masakannya.Reval mengambil sesendok nasi goreng, mengunyahnya perlahan. Alisnya terangkat sedikit, lalu ia mengangguk. “Hmm, enak.”Naura tersenyum lega. “Terima kasih.”Reval menatapnya dengan mata berbinar. “Kalau setiap pagi dimasakkan seperti ini, aku tidak keberatan untuk selalu bangun lebih pagi.”Naura terkekeh. “Saya tidak janji, Pak.”“Kenapa?

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 142. Manja

    Naura menatapnya dengan mata berkabut. Napasnya masih tersengal, tetapi ia berhasil mengangguk. “Saya percaya.”Jemari Reval membelai pipi Naura.“Aku harus tahu, Naura ... apa kamu merasakan hal yang sama seperti aku?” tanya Reval, tatapannya begitu dalam hingga membuat Naura tidak bisa menghindar.Naura menatap mata Reval yang begitu dekat, dan bibirnya sedikit terbuka, namun tidak ada suara yang keluar. Jantungnya berdetak begitu cepat, seakan seluruh ruangan dipenuhi dengan ketegangan yang tidak terucapkan.“Saya ....” Naura menggigit bibirnya, mencoba mengumpulkan keberanian. “Saya tidak tahu, Pak Reval.” Suaranya terdengar ragu, tetapi ada kejujuran di sana, sebuah pengakuan yang bahkan membuat dirinya terkejut.Reval tersenyum kecil, tatapannya melunak. “Tidak tahu?” gumamnya sambil mengangkat satu alis. Jemarinya dengan lembut menyentuh dagu Naura, mengangkatnya sedikit agar wanita itu tetap menatapnya. “Apa yang kamu rasakan, Naura? Jangan takut untuk jujur.”Naura menghe

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 141. Semakin Cepat

    Reval mengerutkan kening, menatap wanita itu dengan seksama. “Apa itu?”Naura menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya mengangkat kepalanya, menatap langsung ke mata Reval.“Katakanlah.”Alis Reval semakin bertaut, tetapi ia tetap diam, menunggu kelanjutan ucapan Naura.“Saya ingin tahu … sebenarnya siapa Kirana itu? Apakah benar, Bapak sangat mencintainya?”Hening.Wajah Reval yang sebelumnya tenang berubah drastis. Matanya menajam, rahangnya mengeras. Udara di antara mereka seketika menjadi berat, seperti ada sesuatu yang menekan.Dalam sekejap, langkah Reval menghantam lantai, mendekati Naura dengan tatapan gelap. Sebelum wanita itu sempat mundur, tubuhnya sudah terdorong hingga punggungnya membentur dinding.“Tidak seharusnya kamu menanyakan hal itu kepadaku, Naura.”Suara Reval rendah, tetapi penuh tekanan. Napasnya terdengar berat, emosinya seperti bergejolak di dalam dadanya.Naura terkejut. Dadanya naik-turun cepat, tubuhnya membeku di tempat. Matanya membesar ketika merasak

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 140. Hal Penting

    Adelia meletakkan sendoknya dengan perlahan, tatapannya tajam menusuk ke arah putranya. Ruang makan yang sebelumnya dipenuhi suara alat makan kini mendadak sunyi.“Reval, apakah kamu serius?” suaranya datar, tetapi ada nada kekecewaan yang terselip di sana.Reval mengangguk mantap. “Aku tidak pernah seyakin ini dalam hidupku, Ma. Aku memilih Naura.”Adelia menghela napas panjang, tatapannya beralih ke arah Naura yang masih diam di tempatnya. “Wanita ini? Kamu yakin? Apa yang bisa dia berikan padamu?”Naura menelan ludah, merasakan tekanan dari tatapan wanita itu. Namun, sebelum ia sempat menjawab, Reval lebih dulu berbicara.“Mama selalu melihat segalanya dari status dan latar belakang keluarga, tapi Mama lupa … perasaan dan kebahagiaan tidak bisa diukur dengan itu semua,” ujar Reval tegas. “Aku mencintai Naura bukan karena siapa dia di masa lalu, tetapi karena siapa dia di sisiku sekarang.”Adelia menatap putranya dalam diam. Wajahnya tetap dingin, tetapi ada kilatan emosi yang suli

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 139. Calon Istriku

    “Oh, aku diundang oleh mamamu untuk makan malam,” jawab Riko santai, tetapi ada nada licik di balik suaranya.Reval mengangguk kecil, meski ekspresinya tidak berubah. Ia kemudian menoleh ke Naura, memberikan senyuman lembut. “Ayo, kita ke ruang makan.”Naura menurut, meski pikirannya masih dipenuhi berbagai pertanyaan yang belum terjawab. Namun, ia tahu bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya. Satu hal yang pasti. Perasaannya terhadap Reval kini semakin bercampur aduk. Di satu sisi, ia merasakan perhatian dan kehangatan dari pria itu. Tetapi di sisi lain, bayangan masa lalu Reval yang tidak ia ketahui tiba-tiba menyeruak dan terus menghantuinya.Reval melangkah ke arah meja makan dengan santai, tetapi matanya selalu memperhatikan Naura. Begitu mereka tiba di tempat duduk, tanpa banyak bicara, ia meraih salah satu kursi dan menariknya perlahan.Bunyi gesekan kayu dengan lantai terdengar lembut di ruangan yang cukup luas. Namun, yang lebih terasa dari itu adalah cara Reval m

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 138. Kehadiran Pria Itu

    Di dalam mobil, Naura tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang akan terjadi malam ini. Pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan, baik dan buruk. Tetapi setiap kali ia melirik ke arah Reval yang duduk di sebelahnya, ia merasa sedikit lebih tenang.Reval, di sisi lain, tampak santai. Tangan kanannya menggenggam kemudi, sementara tangan kirinya sesekali menyentuh tangan Naura yang ada di pangkuannya.“Naura,” panggilnya tiba-tiba, membuat Naura menoleh.“Ya, Pak Reval?”Reval menatapnya sekilas, senyum kecil menghiasi wajahnya. “Jangan terlalu banyak berpikir. Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji.”Naura hanya bisa mengangguk, meskipun kegugupannya belum sepenuhnya hilang. Ia hanya bisa berharap bahwa apa yang dikatakan Reval benar.***Langit malam terlihat jernih, tetapi udara di halaman depan rumah besar Adelia terasa berat, seperti membawa sebuah beban yang tidak terlihat. Naura berdiri di samping Reval, tangannya digenggam erat oleh pria itu. Ia bisa merasakan kehangata

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 137. Sempurna

    Beberapa menit kemudian, Reval muncul kembali dengan sebuah totebag di tangannya. Ia berjalan mendekat sambil tersenyum penuh arti, membuat Naura semakin bingung. “Apa itu?” Naura bertanya, menunjuk totebag di tangan Reval. Reval mengangkat alis, matanya berbinar penuh semangat. “Ini untukmu. Aku sudah mempersiapkannya sejak tadi.” Naura memiringkan kepala, sedikit ragu. “Apa maksudnya untuk saya? Apa ini?” Reval menaruh totebag itu di meja dapur dan membuka isinya. Naura melihat kilasan warna merah dan material kain lembut yang mencuat dari dalam. Seketika wajahnya memanas. “Gaun?” gumamnya, nyaris berbisik. Reval mengangguk, lalu mengeluarkan gaun merah anggun itu sepenuhnya. “Ya, gaun ini. Aku ingin kamu memakainya malam ini.” Naura menatap gaun itu dengan campuran perasaan antara bingung, kagum, dan sedikit canggung. Gaun itu sederhana tetapi begitu elegan, dengan potongan yang pas dan aksen manik-manik di pinggangnya. “Tunggu,” ucap Naura sambil mengangkat tangan, berusaha

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status