Share

Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir
Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir
Penulis: Rich Mama

Bab 1. Temani Aku Malam Ini

Penulis: Rich Mama
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-04 11:42:03

“Saya … ingin mengajukan pinjaman, Pak.”

Naura berdiri beberapa langkah dari meja, meremas jemarinya yang basah oleh keringat. Suaranya sedikit bergetar.

Ucapan Naura membuat Reval menghentikan gerakan tangannya yang sedari tadi sibuk menandatangani berkas-berkas. Tatapannya langsung tertuju pada Naura, tatapan yang sulit diartikan.

CEO duda itu menyandarkan tubuhnya ke kursi, ekspresinya tak berubah. “Berapa yang kamu butuhkan?”

“Dua miliar, Pak.”

Ruangan itu mendadak hening, seolah waktu berhenti. Naura menggigit bibir, menunggu reaksi yang tidak kunjung datang.

Reval akhirnya tertawa kecil, suara yang tidak membawa kehangatan. “Kamu sadar betapa besar angka itu, kan?”

“Saya sadar, Pak. Tapi saya tidak punya pilihan lain,” jawab Naura, nadanya memohon.

Reval mengangguk pelan, lalu bangkit dari kursinya. Ia berjalan ke arah jendela besar di belakang meja, melihat pemandangan kota yang sibuk.

“Kamu tahu, Naura, perusahaan tidak seperti lembaga amal. Kami tidak memberikan uang begitu saja tanpa ada keuntungan di baliknya.”

Naura meneguk ludah. “Saya bersedia melakukan apapun, Pak. Saya akan bekerja lebih keras. Saya bisa mengganti uangnya dengan pemotongan gaji. Apa pun.”

Reval kembali duduk ke kursinya. Ia menatap Naura dengan ekspresi yang sulit ditebak. “Apa pun?”

Senyum tipis muncul di wajah Reval, senyum yang membuat perut Naura terasa dingin.

“Kalau begitu,” katanya sambil memainkan pulpen di jarinya, “kita bicarakan syaratnya.”

“A-apa syaratnya, Pak?” Naura terpekur setelah bosnya itu mengatakan hal tersebut.

“Kamu yakin mau meminjam uang sebesar itu?” tanyanya perlahan, nyaris seperti bisikan.

Naura mengangguk, meski hatinya penuh keraguan. “Ibu mertua saya tidak punya banyak waktu, Pak. Operasi harus dilakukan secepatnya. Kalau tidak …” suaranya terhenti, tercekik oleh emosi yang menumpuk.

Reval memiringkan kepala sedikit, menatapnya dengan minat baru. “Baiklah. Dua miliar bukan jumlah kecil, Naura. Perusahaan tidak akan memberikannya begitu saja tanpa jaminan.”

“Saya … saya tidak punya apa-apa untuk dijaminkan, Pak,” ujar Naura, hampir panik. “Tapi saya akan melunasinya, apa pun caranya. Saya bisa—”

“Ssst,” Reval mengangkat tangannya, menghentikan kata-katanya. “Aku tidak bicara soal uang atau properti.”

Naura terdiam. Matanya mengerjap, mencoba mencerna maksudnya.

“Kamu mau tahu apa jaminannya?” tanya Reval sambil menyandarkan tubuh ke kursi, tatapannya menelisik.

Naura menggigit bibir, perasaannya berkecamuk antara penasaran dan takut. “Apa, Pak?”

Reval tersenyum tipis, senyum yang membuat bulu kuduk Naura meremang. “Aku ingin kamu menemani aku malam ini.”

Jantung Naura seakan berhenti. “Me-menemani?” ulangnya dengan suara hampir tak terdengar.

“Ya. Di Velvet Crown Hotel. Kita habiskan malam bersama. Itu saja,” jawab Reval santai, seolah sedang menawarkan makan siang biasa.

Kata-kata itu meluncur begitu tenang, namun dampaknya seperti pukulan keras di kepala Naura. Ia membeku di tempatnya, tubuhnya tak mampu bergerak.

“Saya sudah menikah, Pak,” katanya dengan nada yang bergetar.

Reval tersenyum lagi, kali ini lebih sinis. “Aku tahu. Tapi ini tidak ada hubungannya dengan pernikahanmu. Ini hanya kesepakatan bisnis. Kamu dapat uangnya, aku dapat apa yang aku mau. Semua merasa diuntungkan, bukan?”

Naura merasakan keringat dingin membasahi tengkuknya. Bayangan suaminya dan ibu mertuanya melintas di pikirannya. Apa yang harus ia lakukan? Menolak berarti mengabaikan keluarganya yang membutuhkan. Tapi menerima … itu artinya mengkhianati semua prinsip yang selama ini ia pegang.

“K-kenapa harus itu syaratnya, Pak?” tanyanya lirih, mencoba mencari alasan untuk menunda jawaban.

Reval tertawa kecil, matanya berkilat penuh misteri. “Karena kamu menarik, Naura. Dan aku selalu mendapatkan apa yang aku mau.”

Keheningan memenuhi ruangan, menyisakan ketegangan yang hampir tak tertahankan. Naura ingin berteriak, ingin keluar dari ruangan ini, tapi kakinya terasa terpaku di lantai.

“Aku tidak punya banyak waktu,” ucap Reval akhirnya. Ia kembali ke mejanya dan meraih dokumen dari dalam laci. “Ini kontraknya. Aku tunggu malam ini.”

Rich Mama

Hallo Kakak... Selamat membaca cerita terbaru aku. Kira-kira Naura bakalan menerima tawaran dari Pak Reval nggak ya??? Hehehe Dukung author dengan memberikan gem sebanyak-banyaknya ya (⁠╥⁠﹏⁠╥⁠)

| 5
Komen (3)
goodnovel comment avatar
Rich Mama
gak cuma kang sosor ya (⁠~⁠ ̄⁠³⁠ ̄⁠)⁠~
goodnovel comment avatar
sayanilam
seru... lanjutkan
goodnovel comment avatar
NACL
duh reval sepertinya mau cosplay jadi kang sosor nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 2. Pakai Di Sini

    Naura harus ke rumah sakit ketika mendapatkan pesan dari Dion, suaminya, yang mengatakan kalau ibu mertuanya kritis di ICU. Saat di perjalanan menuju rumah sakit, ponsel Naura berbunyi, menampilkan pemberitahuan bahwa uang sebesar empat miliar sudah dikirimkan ke rekening Naura. “I-ini … banyak sekali.” Naura menutup mulutnya, ia terkejut karena Reval memberikan dua kali lipat dari yang Naura pinjam. Selama di dalam taksi, Naura hanya bisa menangis, takdirnya kini sudah ada di depan mata. Sesampainya di ruang gawat darurat, Naura menemukan ibu mertuanya terbaring lemah di balik kaca ruang ICU. Perempuan tua itu adalah satu-satunya yang pernah memperlakukan Naura seperti keluarga sejak ia menikah dengan Dion. Hati Naura mencelos melihat kondisinya, tapi sebelum ia bisa mendekat lebih jauh, suara Dion terdengar dari belakang. “Uangnya mana?” tanyanya, tanpa basa-basi, tanpa sedikit pun empati di wajahnya. Naura berbalik, menyerahkan amplop tebal yang ia bawa. Dion langsung mera

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-04
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 3. Melanjutkan Permainan

    Reval melangkah mendekati Naura tanpa ekspresi. “Aku di sini. Tidak ada yang perlu kamu sembunyikan,” ujar Reval singkat, sambil menyentuh bahu Naura dengan lembut, namun tidak menunjukkan kehangatan. Naura menatap Reval, terkejut oleh kata-kata itu. Sentuhan di bahunya terasa aneh, dingin, seolah tidak ada emosi di baliknya. Rasa cemas menyelimuti dirinya, namun ia tetap terdiam. Namun, ia merasa tak mampu menolak. Perlahan ia menarik napas, berusaha meredam gemuruh jantungnya yang semakin cepat. Pandangannya tetap tertunduk, enggan bertemu mata Reval. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Naura mulai membuka kancing bajunya satu per satu. Setiap helai pakaian yang terlepas menambah rasa terpapar yang semakin dalam, bukan hanya secara fisik, tapi juga emosional. Namun tatapan dingin Reval tetap menembusnya, seolah menahan setiap niat untuk mundur. Ketika pakaian terakhir terlepas, Naura merasa tubuhnya hampir tidak terlindungi, meskipun hanya ada sedikit kain yang menutupi tubuhnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 4. Menuntaskan Hasrat

    Naura memandangnya dengan ekspresi bingung, masih mencoba memahami situasi yang baru saja terjadi. Ciuman mendadak itu, kehadiran Reval yang mendominasi, dan kalimat terakhirnya tentang malam esok membuatnya dilanda kegelisahan yang memuncak. “Tunggu … apa maksudmu besok malam adalah malam yang sesungguhnya?” tanya Naura, suaranya terdengar lemah, hampir berbisik. Reval menoleh sekilas, kemudian mendengus kecil. Ia berjalan menuju pintu kamar hotel tanpa menjawab langsung. Ketika ia membuka pintu untuk membuat Naura keluar dari kamarnya, ekspresinya masih sama, dingin dan penuh kontrol. “Kita belum selesai, Naura. Sampai apa yang kulakukan padamu setimpal dengan uang yang sudah kuberikan,” katanya dengan nada yang begitu tenang, namun penuh tekanan. Naura merasa seperti ditampar oleh kata-kata itu. Bibirnya sedikit terbuka, ingin membalas, tetapi ia tak menemukan kekuatan untuk melakukannya. Ia hanya berdiri mematung beberapa detik sebelum akhirnya berjalan keluar dengan langkah be

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 5. Kau Akan Menyesal

    “Naura! Mana sarapan? Apa kau mau aku kelaparan?” teriak Dion dari ruang tamu, nadanya penuh kemarahan. Suara teriakan Dion di pagi hari membangunkan Naura dari tidurnya. Naura membuka matanya dengan berat. Tubuhnya terasa lemah, dan setiap gerakan memunculkan rasa nyeri yang tajam. Dengan langkah tertatih, ia berusaha bangkit dari tempat tidur. Rasa nyeri di selangkangan menjadi pengingat pahit akan tadi malam, sebuah malam yang ia jalani dengan terpaksa, tanpa ruang untuk dirinya sendiri. Ia mencoba bergerak, namun tubuhnya terasa seperti ditarik oleh beban yang tak kasatmata, beban dari perasaan hampa yang terus-menerus menghantuinya. ‘Aku harus bertahan,’ pikirnya, menguatkan diri meski hatinya terasa semakin remuk. Ia menuju kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket dan letih. Air dingin mengalir di kulitnya, tapi tidak cukup untuk menghapus perasaan hampa yang terus menghantuinya. Setelah selesai, Naura mengenakan pakaian sederhana dan segera ke dapur untuk m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 6. Sedikit Berantakan

    Dion merasakan bahwa ucapan lelaki di hadapannya ini tidak main-main. Dilihat dari penampilannya, Reval bukan lelaki sembarangan. Seketika nyali suami Naura tersebut menciut. Ia menarik tangannya dengan gerakan tiba-tiba untuk menghindar.“Sial!” umpat Dion seraya mundur selangkah. Namun tatapan matanya kepada Naura menunjukkan kemarahan.Lelaki itu segera melangkah pergi dari sana dengan perasaan kalut. “Apa yang kalian lihat? Bubar!” teriaknya frustrasi kepada beberapa pengunjung rumah sakit yang masih menjadi penonton setia.Sementara Naura berdiri dengan perasaan lega sekaligus khawatir.“Pak Reval ... kenapa Bapak ada di sini?” tanya Naura merasa serba salah. Ia sedikit merasa malu dan merasa trenyuh.“Memangnya hanya kamu yang memiliki kepentingan di rumah sakit?” Reval tersenyum meremehkan. Wajah dinginnya membuat Naura merasa kesal. Ia pikir lelaki itu ...Naura menggeleng perlahan menatap punggung Reval yang semakin menjauh. Angannya sempat melayang. Terbuai akan kepedulian

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 7. Sensasi Baru

    “Kamu kelihatan gemetar,” ujar Reval, suaranya datardan rendah, tanpa emosi yang tampak. Ia menatap Naura dengan intens, seolahmenilai tanpa perlu bertanya. “Kedinginan atau takut?”Naura terdiam sejenak, berusaha menguatkan diri.“Seharusnya saya tidak berada di sini,” jawabnya dengan suara yang hampirbergetar.Reval hanya mengangkat alis, tetap diam, tangannyabertahan di pinggang Naura tanpa gerakan berlebih. Tatapannya tetap tenang,seolah tidak ada urgensi untuk menjawab atau menanggapi lebih jauh.Naura mencoba mundur, namun punggungnya sudahmenyentuh pintu yang tertutup rapat. Detak jantungnya makin cepat, namun Revaltetap tak bergerak, tetap mengawasi.“Apa yang anda inginkan?” tanya Naura, nada suaranyategas meski ada kecemasan di dalamnya.Reval meraih kedua bahunya dengan gerakan lambat,namun tidak pernah terburu-buru. “Jangan lari, Naura.” Nada suaranya tetapdatar, namun perintah itu jelas.Naura merasa terperangkap, meski tanpa kata-kata, iatidak bisa menarik dir

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 8. Untuk Kesekian Kalinya

    Reval merangkak naik. Ia menautkan jemarinya pada jemari Naura, menggenggamnya erat. Ia membimbing tangan Naura ke atas, lalu merentangkannya perlahan ke sisi kanan dan kiri, seolah ingin membuat Naura benar-benar berserah pada momen itu. “Percayakan semua padaku,” bisik Reval dengan nada rendah yang menggetarkan. Tatapannya penuh dengan kehangatan, namun tetap menunjukkan kendali. Naura menatapnya, jantungnya berdetak semakin cepat. Ia merasa dirinya seperti lukisan kosong yang tengah diwarnai oleh sentuhan dan perhatian Reval. Ia tidak tahu bagaimana tubuhnya bisa begitu menuruti setiap gerakan lembut pria itu. Reval mengecup tangan Naura yang terentang, menciptakan jejak kehangatan yang tak terlupakan di kulitnya. Jemarinya perlahan melonggarkan genggaman, tetapi tetap tidak membiarkan Naura terlepas dari dirinya. “Malam ini ... kamu milikku,” ucapnya lirih, namun penuh makna. Naura tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa memejamkan mata, membiarkan perasaan itu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 9. Mandi Bersama

    Keesokan paginya, Naura tersentak dari tidurnya. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul sembilan pagi.“Ibu ....”Naura benar-benar merasa bodoh. Seharusnya pagi ini ia sudah berada di rumah sakit.Naura segera mengenakan pakaiannya. Ia turun dari ranjang dan tanpa sadar Naura justru mendekati jendela besar di sisi kamar.Tirai tersingkap, memperlihatkan pemandangan kota yang begitu memukau. Lampu-lampu gedung masih terlihat samar di kejauhan, perlahan pudar berganti dengan cahaya matahari pagi yang mulai menyinari kota. Langit biru yang cerah terasa kontras dengan awan gelap di hatinya.Naura memejamkan mata, berusaha menahan air mata yang mulai menggenang karena kembali teringat dengan nasib ibu mertuanya. Apakah Dion memperlakukannya dengan baik? Wanita itu bahkan meragukan suaminya sendiri.‘Ibu ... maaf ....’Perasaan bersalah itu menyeruak lebih dalam. Ia bisa membayangkan wajah ibu mertuanya yang pucat, duduk di kursi roda, dengan senyum tipis yang selalu ia berikan meskipun sed

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24

Bab terbaru

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 121. Jangan Tinggalkan Aku

    “Tentu saja.” Naura balas berbisik, matanya mencari-cari di dalam tatapan Reval. “Saya bebas melakukan apa yang saya mau, bukan?” “Tidak Naura!” jawab Reval tegas, tetapi tangan kanannya mengepal kuat di sisi tubuhnya, seolah ia sedang bertarung dengan dorongan dalam dirinya sendiri. “Jangan bermain dengan api.” Naura melangkah lebih dekat, begitu dekat hingga napas mereka berdua saling beradu. “Mungkin saat ini, saya sedang suka bermain dengan api,” gumam Naura, hampir tak terdengar. Matanya menyala dengan keberanian yang bercampur dengan luka batin yang selama ini ia pendam. “Karena api itulah yang membuat saya merasa hidup.” Reval mengangkat tangannya, jemarinya berhenti tepat di dekat pipi Naura, tetapi ia tidak menyentuhnya. Jemarinya bergetar, seperti seorang pria yang berada di tepi jurang. “Kamu ... kamu tidak tahu apa yang kamu lakukan,” suaranya serak, penuh perasaan yang terpendam. “Lalu ...,” bisik Naura, tantangan itu terucap dengan bibir yang gemetar. Dala

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 120. Goyah

    Hening menyelimuti ruangan. Detik-detik berlalu, namun pikiran Reval terus berputar-putar, mencoba menemukan jawaban yang sepertinya mustahil didapatkan. Setelah beberapa menit berlalu, ia membuka matanya dan menghela napas panjang. Tanpa berpikir lagi, Reval berdiri dan mulai membuka kancing kemejanya. Setiap gerakan terasa lambat, seperti tubuhnya menolak untuk bekerja sama dengan pikirannya yang lelah. Ia melepaskan bajunya, menyisakan tubuh bagian atas yang telanjang, otot-ototnya yang kencang memamerkan jejak ketegangan. Kamar mandi dipenuhi uap panas ketika Reval menyalakan shower. Air hangat mulai mengalir, menghantam lantai marmer dan menciptakan suara gemericik yang seolah menyanyikan lagu penghiburan. Ia memejamkan mata, membiarkan air mengalir di atas kepalanya, membasahi rambut hitam pekatnya yang kini menempel ke kulit kepala. Air hangat membelai wajahnya, turun ke leher dan dadanya, menghapus rasa lelah yang tertanam dalam otot-ototnya. Ia memutar bahu, membiarkan

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 119. Desahan Seorang Pria

    Dengan hati-hati, ia melangkah ke arah pintu, membuka sedikit untuk melihat siapa yang ada di luar. Seorang petugas pengantar berdiri dengan senyum ramah, memegang sebuah tas kecil di tangannya. “Permisi, ini titipan untuk Anda, Nyonya,” kata pria itu, menyerahkan tas tersebut. Naura mengerutkan kening, mengambil tas itu dengan rasa penasaran yang memuncak. Ia mengucapkan terima kasih sebelum menutup pintu kembali. Tas itu berisi setumpuk pakaian baru. Pakaian sederhana namun nyaman, yang jelas-jelas disiapkan dengan penuh perhatian. Di atas tumpukan itu, sebuah catatan kecil terlipat rapi. [Kamu boleh memakai manapun yang kamu suka. Jangan lupa makan. Dan jangan berpikir terlalu keras hari ini.] Naura tersenyum kecil tanpa sadar. Jantungnya berdegup sedikit lebih cepat, seperti baru saja menerima hadiah paling istimewa yang pernah ia dapatkan. Di kepalanya, bayangan wajah Reval terus muncul, seolah pria itu ada di setiap sudut ruangan, di setiap desahan napasnya. Tetapi bersama

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 118. Pelukan Dingin

    Reval membalas pelukan itu, memeluknya seolah dunia di sekeliling mereka bisa lenyap dan tidak ada yang tersisa selain mereka berdua. “Kamu tidak sendiri,” kata Reval dengan nada yang penuh keyakinan. “Aku di sini.” Isakan Naura membesar, tangisnya pecah dalam pelukannya. Setiap air mata yang jatuh membawa rasa sakit yang perlahan-lahan menghilang. Rasa takut, kesepian, dan kehancuran yang selama ini menjeratnya mulai mencair di bawah kehangatan sentuhan yang penuh kasih. “Kalau kamu ingin menangis lagi, menangislah. Aku tidak akan pergi,” kata Reval dengan lembut. Dan seperti tanggul yang runtuh, Naura menangis lagi. Tangisnya mengguncang tubuhnya yang kecil, tetapi kali ini ia tidak sendirian. Kali ini, Reval ada di sana, duduk di sisinya. Malam itu, waktu seolah berhenti. Hujan di luar jendela terus mengguyur, tetapi kehangatan di dalam ruangan itu lebih dari cukup untuk menghalau semua dingin yang tersisa. Naura akhirnya terlelap dalam dekapan Reval, dengan air mata yang ma

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 117. Sangat Lelah

    Dengan tangan yang gemetar, bukan karena ragu, tetapi lebih karena emosi yang membanjiri hatinya, Reval berlutut di depan Naura. Ia menarik ujung handuk dengan lembut, melepaskannya dari bahu Naura. Pakaian yang basah menggantung berat di tubuhnya, membuat dinginnya semakin nyata. “Ini mungkin akan sedikit kebesaran, tapi …” Reval berhenti sejenak, tangannya bergerak pelan, membuka kancing-kancing kemeja Naura satu per satu. Jemarinya menyentuh kulit yang dingin, membuat hatinya mencelos penuh rasa peduli yang hampir meluap. Naura memejamkan mata, air matanya jatuh perlahan lagi, tetapi ia tidak menolak. Ketika akhirnya kemeja itu terlepas sepenuhnya, Reval menyisihkan rasa gelisah di dadanya. Ia mengambil kaus yang telah disiapkan dan menyelubungkannya ke tubuh Naura, gerakannya penuh perhatian dan tanpa sedikit pun rasa tergesa. Kaus itu terlampau besar, menggantung longgar di bahunya, lengan yang terlalu panjang nyaris menutupi ujung jari-jarinya. Namun, ada sesuatu yang hanga

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 116. Kedinginan

    “Aku tidak akan pergi.” Reval semakin mendekat, langkahnya tetap terukur, penuh kehati-hatian. “Aku di sini, Naura. Aku di sini untukmu.” “Tidak ada yang bisa membantuku.” Suaranya pecah, getir dan penuh rasa sakit. “Semua sudah berakhir.” “Belum.” Reval berdiri hanya beberapa langkah di belakangnya. “Selama aku ada di sini, tidak ada yang akan berakhir. Lihat aku, Naura. Tolong, lihat aku.” Naura terdiam sejenak, tangannya mulai gemetar. Ia ingin mempercayai kata-katanya, tetapi hatinya terlalu remuk untuk merasakan apa pun selain kehancuran. “Mas Dion tidak peduli,” lirihnya. “Tidak ada yang peduli.” Reval mengepalkan tangan, menahan dorongan untuk mengatakan sesuatu tentang Dion. Ini bukan saatnya untuk membicarakan lelaki itu. “Aku peduli.” Suaranya rendah dan penuh ketulusan. “Tidak,” Naura tertawa kecil, getir. “Kamu hanya merasa kasihan.” “Aku peduli,” ulang Reval dengan suara yang lebih tegas. “Dan aku di sini. Kamu tidak sendirian.” Ia bergerak perlahan, mendekatinya

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 115. Pergi ...,

    Tanpa berkata apa-apa lagi, Reval melangkah cepat menuju kamar yang ditempati Dion. Wajahnya mengeras, matanya menyala penuh kemarahan. Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti ledakan bom waktu, siap menghancurkan siapa pun yang berani melukai Naura. Saat ia membuka pintu dengan kasar, pemandangan Dion yang baru saja mengenakan kemejanya membuat darah Reval mendidih. Dion bahkan tidak tampak terganggu, melainkan berdiri dengan senyum sinis, seolah semuanya hanyalah lelucon. Reval berjalan cepat, mencengkeram kerah kemeja Dion dan membantingnya ke dinding. Tangan Reval yang kuat mencengkeram leher Dion, membuat pria itu terbatuk, mencoba menarik napas. “Apa yang kau lakukan padanya?” geram Reval, suaranya rendah tetapi penuh ancaman. “Kau pikir aku akan membiarkanmu menghancurkan hidup Naura begitu saja?” Dion tertawa kecil, meski napasnya terengah. “Hidupnya? Kau terlalu terlambat, Reval. Naura sudah hancur sejak lama.” Reval mempererat cengkeramannya, matanya menyipi

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 114. Sakit

    “Terima kasih,” kata Reval, suaranya tetap tenang tetapi penuh penghargaan. “Kami tidak akan membuat keributan.” Naura, yang mendengarkan percakapan itu dengan jantung berdebar-debar, hampir tidak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Matanya memandang Reval dengan penuh rasa campur aduk. Antara kekaguman dan kebingungan yang sulit dijelaskan. Ketika mereka berbalik menuju lift, Reval menempatkan tangan di punggung Naura, membimbingnya dengan tenang tetapi mantap. “Mari kita selesaikan ini dengan kepala dingin,” bisiknya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Naura. Tetapi di dalam hatinya, badai mulai mengamuk. Langkah Naura semakin cepat saat ia menuju kamar 307. Derap sepatunya menggema di lorong yang sepi, membuat udara di sekitarnya terasa semakin berat. Jantungnya berdetak seperti genderang perang, menghantam keras di dalam dadanya, menciptakan denyut rasa sakit yang tak tertahankan. Ketika sampai di depan pintu kamar, tangannya yang gemetar terulur, hend

  • Gairah Terlarang: Menjadi Boneka Pemuas sang Presdir   Bab 113. Masalah Besar

    Reval mendesah kasar, meninju setir dengan frustrasi. Lampu lalu lintas berubah hijau, klakson dari kendaraan di belakang mulai berbunyi keras, memaksa mobil untuk bergerak. Dengan gerakan tajam, ia menepikan mobil ke sisi jalan, memutar balik secepat mungkin sebelum kehilangan jejak Naura. Sementara itu, langkah Naura terasa seperti berlomba dengan detak jantungnya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seiring rasa takut dan harapan yang bercampur aduk di benaknya. Matanya terus mencari-cari sosok yang tadi dilihatnya. “Mas Dion ... itu pasti dia. Aku tidak mungkin salah.” Pintu hotel berputar dengan halus ketika ia mendorongnya masuk. Udara di dalam terasa hangat dan penuh dengan aroma parfum mahal. Lantai marmer memantulkan cahaya lampu gantung yang megah di atasnya, tetapi semua kemewahan itu tidak berarti apa-apa baginya. Naura hanya melihat satu hal. Punggung tegap dengan jas hitam yang kini berbelok di ujung lorong bersama seorang wanita cantik. Ia mempercepat langkah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status