Begitu tiba di depan rumah Emily, Almero tak mampu menutupi perasaan emosinya. Dia memperhatikan rumah yang tampak lesu, pintu rumah berlapis chipping cat yang pudar itu tampak seperti menyentil luka lamanya.Emosi yang dibawanya membuat Almero membanting pergelangan tangannya ke pintu rumah, menggedor-gedor hingga pintu di hadapan Almero terbuka. Emily sudah berdiri dan menatap raut muka Almero yang kesal. Emily, yang melihat kunjungan Almero, tak kalah emosinya. "Almero, kau datang ke rumahku untuk apa?" tanya Emily dengan nada tak suka."Ikut campur urusan anakmu sendiri, kau mengerti?!" jawab Almero, meminta penjelasan tentang Rubby. "Dia membuat perusahaan Anderson hancur! Anak tidak tahu diri itu harus bertanggung jawab dengan apa yang dia lakukan!"Emily mencibir mendengarnya. "Oh, Anderson kini berbuntung, apa? Itu karma, Almero. Aku sudah bekerja begitu keras. Aku yang membangun perusahaan itu, dan dengan tega kau menceraikan aku dan menendangku seperti anjing jalanan."Waja
"Vina lama sekali, apa yang dia lakukan?" Rubby melepaskan Earphonenya, dia segera bangkit dari kursi. Saat Rubby memutar tubuhnya, dia begitu terkejut ketika wajahnya menabrak dada Gio yang ingin lewat. "Jalan, pakai mata. Bukan hanya mata kaki saja yang digunakan!" cetus Gio. Rubby mendongkak wajahnya. Memberikan tatapan tajam kepada Gio. "Kau yang buta, apakah kau tidak melihat aku berdiri, hah!" pekiknya. "Menyingkir, sebelum aku bertindak lebih jauh!" Mata Rubby mendelik. Benar-benar menyebalkan pria yang satu ini. Dari kedua pria yang berteman dengan Elvano hanya pria yang berdiri di depan Rubby yang begitu agak-agak. Agak aneh dan tentunya, sikapnya itu sungguh tidak bisa diprediksi. "Apa yang ingin kau lakukan, hah!" sentak Rubby, matanya melotot. Dia ingin memberitahukan kepada Gio. Bahwa dirinya tidak akan pernah takut dengan ancaman Gio. Tangan kekar Gio mencengkram pipi Rubby. "Jangan berpikir kau adalah Istri Presdir Grup Patrice sehingga kau menjadi besar kepala!"
"Nyonya, aku akan menemanimu," ucap Mark saat dia melihat Rubby turun dari mobil. "Tidak perlu, Mark. Aku bisa sendiri. Kau temani Vina di mobil. Aku tidak akan lama," jawab Rubby. "Rubby, kamu yakin? Aku takut jika Olivia dan ibu tirimu menyakitimu." kali ini, Vina yang berbicara. Rubby membuang pandangannya ke arah Vina. "Kau tidak perlu khawatir, ya! Aku sudah biasa menghadapi masalah ini." Dengan cemas Vina pun mengangguk. "Baik, kamu hati-hati," ucapnya. Seutas senyum Rubby berikan. Dia memutar tubuhnya kemudian melangkah ke arah bangunan yang dulu adalah milik Kakeknya itu. Sedikit membuang nafas panjang dan Rubby melangkahkan kakinya ke dalam bangunan itu. "Oh … Rubby, akhirnya kau datang juga!" seru Soraya, wanita itu berlari dengan kedua tangan direntangkan. Dia seperti ingin menyambut Rubby dengan sebuah pelukan. Wajah Rubby sontak datar saat melihat gelagat Soraya yang ditujukan. "Jangan mendekat! Aku itu alergi dengan wanita penyakitan," sergah Rubby dengan suara te
[Cepat keluar! Aku sudah menunggu di depan gerbang. Jangan lama-lama, karena aku sudah tidak tahan menahan rindu!] ujar Elvano dari seberang telepon. Rubby tersenyum malu saat Elvano menggodanya. [Paman Suami bisa saja! Tapi, sejak kapan Paman berada di gerbang?] tanya Rubby.[Sejak Firaun pakai popok! Cepat kembali. Kita harus menghadiri acara Sergio!] jawab Elvano. [Aku akan segera menemuimu, Paman Suami!] ucap Rubby, dan panggilan pun terputus. Wajah Almero memerah padam. Dia seperti diabaikan ketika dia melihat Rubby menerima telepon entah dengan siapa. Melihat wajah Rubby yang begitu bahagia, rahang Almero pun mengeras. Rubby memutar tubuhnya. Dia merasa, jika urusannya dengan Almero telah selesai. Karena tidak ada hal penting yang dibahas oleh Ayahnya itu. "Rubby Anderson!" Elvano berteriak. Kaki Rubby terhenti ketika dia hendak mencapai pintu ruangan. Dia, memutar tubuhnya dan menatap ke arah Almero. Dari hidung Ayahnya itu, Rubby dapat menyimpulkan jika Ayahnya sedang mu
"Paman Suami, aku mau bertanya," ucap Rubby, dia kini sedang menggosok punggung Elvano. Kini dua manusia itu berada dalam satu bathup, mereka sedang menikmati momen mandi berdua. Katanya, demi menghemat waktu agar mereka dapat tepat waktu untuk datang ke acara Sergio. "Kalau ingin bertanya, bertanya saja. Apa yang ingin kau tanyakan?" ucap Elvano. "Masalah Anderson, apakah Paman yang melakukannya?""Menurutmu?" "Aku serius, Paman. Apakah itu pekerjaan Paman yang menjatuhkan saham perusahaan Anderson?" Elvano memutar tubuhnya sementara Rubby masih menggosok punggungnya. Setelah bertatap, Elvano menarik tubuh monster kecilnya agar menempel menjadi satu saat mereka berdua kini berada di dalam bathup. Ditatap elok wajah Rubby, yap panas dari air membuat kedua wajah dua orang itu memerah. Elvano mengusap lembut pipi Rubby. "Apakah kau begitu peduli dengan Anderson? Bukankah kau ingin menghancurkannya?" Elvano bertanya, kali ini, wajahnya tampak serius. "Umm … iya sih, Paman. Tapi ak
"Bestie, ini yang kamu katakan murahan itu, ya?" seorang wanita berpakaian balerina membuka suara. Anna menoleh ke arah teman yang berbicara itu. "Bukan dia, ini teman wanita yang merebut tunanganku!" jawab Anna. Wanita itu menelisik dia mengamati Vina dengan pandangan mencemooh. "Dan sekarang, dia ingin menggoda Tuan Andre? Wah ... Wah! Hebat sekali, ya! Sepertinya, golongan dia dan wanita yang merebut tunanganmu memang sama-sama gatalnya, Anna!" sindir wanita itu. Vina tertunduk, dia tahu posisinya. Posisi anak yang tidak punya. Beda dengan mereka yang berdiri di hadapannya itu. Tentu orang-orang yang memiliki kedudukan. Daripada harus berdebat dan menyebabkan sesuatu yang tidak diinginkan, Vina memilih bungkam dan pasrah saat dihina. Andre yang sedari tadi diam, kini melangkah dan mencoba melindungi Vina. Dia berdiri di depan tubuh Vina sambil menyilangkan tangannya di dada, dia menatap tajam kepada tiga orang wanita di depannya. "Apa-apaan kalian ini? Apakah kalian tidak ada
Ruby dan Elvano tiba di tempat acara. Dan Malam ini, langit penuh dengan bintang-bintang yang bersinar terang, menciptakan suasana yang sempurna untuk pesta yang diselenggarakan oleh Gio. Udara segar bercampur dengan semilir angin yang menambah keindahan malam spesial ini. Sebuah orkestra mungil sedang memainkan musik yang menghidupkan suasana tatkala Rubby dan Elvano tiba. Sontak, sorot kamera media menyoroti pasangan tersebut. "Kau ini habis ngapain, sih? Ngecat langit? Kenapa kau baru tida jam begini?" Sambut Gio dengan wajah yang menekuk. Elvano tersenyum lebar menanggapi ucapan Sergio. "Maaf, tadi habis bermain lumpur dulu. Baru kesini!" celetuk Elvano. Gio menyikut perut sahabatnya itu. "Sialan! Kau membuat semua tamu-tamu yang berada di sini merasa bosan! Untuk kau Investor terbesar di perusahaanku!" ketus Gio. Rubby hanya berdiam diri. Dia tidak ingin basa-basi dengan pria seperti Gio, hal itu hanya membuang-buang waktunya saja. Andre terkekeh melihat ekspresi Rubby, waja
"Sialan, kenapa aku harus mendapatkan kejutan yang menyebalkan seperti ini?" gerutu Rubby, dia terus melangkah cepat tanpa memperdulikan teriakan Elvano. Vina yang melihat Elvano terus mengejar, menyusul pasangan itu. Vina dengan beraninya mencoba menghadang Elvano, Elvano yang sifatnya hanya baik kepada Rubby pun terhenti langkahnya menatap tajam kepada Vina yang berdiri di hadapannya. "Apa yang kau lakukan? Menyingkir!" sentak Elvano kepada Vina. "Maaf, Tuan. Masalah Rubby, biar aku saja yang membujuknya." Elvano terdiam, mungkin lebih baik begitu karena Rubby tentu masih emosi dan kecewa padanya. "Ya sudah! Tolong bujuk dia," ucap Elvano. Vina membungkuk, dia kemudian memutar tubuhnya dan berlari menyusul Rubby. Sementara di area taman yang sunyi yang hanya ada lampu taman yang temaram, Rubby mengambil nafas dalam-dalam setelah dia habis berlari. "Owh ... Setelah ini, apa yang harus aku lakukan? Tentu aku menjadi cibiran satu kampus!" kini Rubby terduduk sambil menopang kepal