"Sialan, kenapa aku harus mendapatkan kejutan yang menyebalkan seperti ini?" gerutu Rubby, dia terus melangkah cepat tanpa memperdulikan teriakan Elvano. Vina yang melihat Elvano terus mengejar, menyusul pasangan itu. Vina dengan beraninya mencoba menghadang Elvano, Elvano yang sifatnya hanya baik kepada Rubby pun terhenti langkahnya menatap tajam kepada Vina yang berdiri di hadapannya. "Apa yang kau lakukan? Menyingkir!" sentak Elvano kepada Vina. "Maaf, Tuan. Masalah Rubby, biar aku saja yang membujuknya." Elvano terdiam, mungkin lebih baik begitu karena Rubby tentu masih emosi dan kecewa padanya. "Ya sudah! Tolong bujuk dia," ucap Elvano. Vina membungkuk, dia kemudian memutar tubuhnya dan berlari menyusul Rubby. Sementara di area taman yang sunyi yang hanya ada lampu taman yang temaram, Rubby mengambil nafas dalam-dalam setelah dia habis berlari. "Owh ... Setelah ini, apa yang harus aku lakukan? Tentu aku menjadi cibiran satu kampus!" kini Rubby terduduk sambil menopang kepal
"Rubby, jawab! Kau dimana?"Kepanikan itu jelas marajai Elvano. Walau dalam keadaan gelap sekali pun, Elvano berusaha mencapai panggung. Tak lama, lampu dinyalakan kembali, dan semua orang lega. Namun, kelegaan itu tak berlaku untuk Elvano. Rubby, yang sebelumnya berdiri bersama Vina di atas panggung, kini tak ada lagi di sana. Desakan kebingungan gempar menyeruak di benak Elvano. "Apakah ini bercanda? Mungkinkah ini hanya bagian dari pertunjukkan?" pikirnya. Namun tak ada personil yang menandakan bahwa hal ini adalah bagian dari rencana.Elvano lebih tercengang saat melihat Vina telah pingsan di atas panggung. Elvano memutar tubuhnya sorot matanya mengarah ke arah tempat duduk di mana Gio dan Andre berada. Di sana hanya ada Andre yang berlari ke arah Elvano. Namun tidak ada Gio."Shit!" umpat Elvano, dia terlibat begitu gusar menyadari ini bukan dari bagian pertunjukan. Para petugas keamanan kini sedang mengamankan para tamu undangan malam ini pesta tersebut berjalan dengan tidak s
Rubby membuka matanya, ada sesuatu yang aneh di dalam pengelihatannya. Gelap, itu yang dirasakan oleh Rubby. Bukan karena dirinya berada di suatu tempat atau ruangan. Namun, matanya di ikat. Hidung Rubby mengendus dia dapat mencium bau bunga lavender. Dan suara laki-laki yang tengah bersenandung mengikuti lagu yang sedang diputar di tape mobil. 'Aku dimana? Apakah ada orang menculikku? Haruskah adegan seperti ini terulang lagi? Lantas siapa yang membawaku?' Rubby membantin.Saat dirinya menggerakkan pergelangan tangan, kedua tangannya terikat dari belakang. "Ummm ... Ummm!" Rubby berteriak saat mulutnya disumpal lalu di lakban. "Oh, kau sudah sadar Nyonya Anderson," ucap pria yang tidak diketahuinya itu. Rubby terdiam mencoba memfokuskan pendengarannya. 'Sial, dia menggunakan pengubah suara.' Rubby berbicara dalam hati. Tiba-tiba, mobil yang membawa Rubby pun berhenti. Terdengar pria itu turun dari mobil sambil terus melantunkan lagu dari mulutnya. "Keluar!" Sentak pria misteri
"Keparat! Rupanya kau ingin bermain-main denganku?" Elvano mengumpat di tengah dia menyetir. Hujan turun dengan derasnya ketika Elvano mengebutkan mobilnya. Setiap tetes air yang mengenai kaca mobil menyampaikan kegundahan yang sama dengan hati pria yang teguh itu. Sedari tadi Elvano mengeluh tak henti, mencoba mengatasi perasaan cemas dan bersumpah akan menemukan Rubby."Oh ... Monster kecil, tunggu aku. Jika aku menemukan siapa yang lancang telah membawanu, aku bersumpah, akan mengeluarkan isi perutnya dengan tanganku sendiri." Elvano bermonolog di sela kepanikannya. Tak terasa malam mulai larut. Di tengah jalanan yang basah kuyup, sisa-sisa keharuman hujan masih terselip di udara. Elvano mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh, tak peduli akan resiko atau bahaya yang mungkin dihadapinya. Hanya satu yang ada dalam pikiran Elvano: Rubby.Beberapa jam sebelumnya, Elvano menerima kabar buruk dari petugas pemantauan CCTV bahwa ada mobil mencurigakan melaju ke arah utara. Dalam sekeja
"Tuan, anda masuk saja dan selamatkan Nyonya Rubby! Kami yang akan menghandle bagian di sini!" ucap Arya di earphone wireless yang terselip di pada lubang telinganya. Di balik tembok Elvano melindungi tubuhnya dari muntahan peluru musuh yang datang. Sesekali, Elvano mengintip melihat situasi, siapa tahu ada cela yang dapat Elvano gunakan untuk berlari. "Lindungi aku," jawab Elvano. Mark keluar dari persembunyiannya, dia memberikan tembakan beruntun agar Elvano dapat berlari. "Segera pergi, Tuan!" ucap Mark. Elvano menepuk pundak Asistennya itu sambil berkata, "terima kasih, tolong berhati-hatilah!" Mark mengangguk. Mendapatkan anggukan dari Matk, Elvano segera berlari dengan gaya zig zag menghindari tembakan yang sesekali, Elvano harus melindungi tubuhnya pada tiang-tiang kayu. Setelah menghindari hujan peluru, Elvano berhasil tiba di pintu gedung yang tersembunyi di balik kegelapan. Dia menyelipkan diri melalui pintu, menuju jalur bawah tanah yang terbentang di bawah bangunan. E
Elvano merangkul tubuh Rubby erat-erat. "Jangan khawatir lagi, Monster kecil, aku selalu akan melindungimu." Elvano mencium kening Rubby dengan penuh kasih sayang.Rubby memeluk tubuh Elvano dengan erat saat perasaan takut kini masih membekas di dalam benaknya. Dia tergugu dalam pelukan Suaminya itu. Takut jika Toni akan menyakiti lagi di kemudian hari. "Paman, aku mau pulang," ucap Rubby di sela tangis. "Sstt ... Sayang, kan ada aku. Jangan menangis, ya! Maafkan aku jika membuatmu begini," ucap Elvano, dia merasa sungguh menyesal. "Ayo kita kembali." Elvano menggendong tubuh yang lemas itu keluar dari kamar yang membuat Rubby begitu ketakutan. Saat melangkah di ruas bangunan, Elvano bertemu dengan Mark dan Arya. "Tuan, sebagian musuh sudah diamankan." lapor Mark. "Segera urus Toni. Pastikan, dia menyesali apa yang telah dia lakukan kepada Istri kecilku, mengerti?" "Baik, Tuan!" jawab Mark dan Arya hampir bersamaan. Setelah itu, mereka berlalu untuk membereskan sisa-sisa kekacauan
Di dalam ruangan interogasi, Toni duduk di kursi dengan mata yang ketakutan, menyadari bahwa kejahatannya akan segera terbongkar. Penyidik berdiri di depan Toni dengan aura otoritas yang kental, bersiap untuk mengorek informasi penting dari dirinya."Baik, Toni, kita tahu kamu terlibat dalam penculikan dan penganiayaan Rubby. Kami juga menduga bahwa masih ada rencana jahat lainnya yang kamu dan kelompokmu rencanakan. Sekarang, saatnya kamu berbicara sejujurnya. Siapa saja yang terlibat dan apa tujuan kalian?" tanya Penyidik, penyidik itu menatap dengan tatapan serius.Toni menegakkan dagu, berusaha untuk tetap sombong dan tak tergoyahkan. "Aku tak tahu apa-apa! Ini semua salah wanita itu!"Penyidik menghela napas, tidak terpengaruh oleh usaha Toni. "Kau ini mengelak apalagi, Toni. Kami punya bukti, Toni. Kami memiliki kesaksian dari Rubby dan juga Elvano beserta timnya yang menangkapmu. Kita bisa melakukan ini dengan cara yang mudah atau sulit. Terserah kamu ingin memilih yang mana."
"Hmmm ...!" Rubby mengeram, dia merasa sekujur tubuhnya terasa begitu nyeri saat Rubby mencoba menggerakkan tubuhnya. "Aaa ... Tubuhku." Rubby meringis. Saat Rubby berbalik, dia sedikit terkejut saat melihat Elvano dengan wajah yang begitu lelah kini sedang tertidur sambil memeluk tubuhnya erat. Rubby menatap lekat wajah pria yang tertidur begitu lelap. Dan seutas senyum pun terlukis di wajah Rubby. "Paman lelah, ya? Maaf, jika aku membuat Paman cemas dan membahayakan Paman," ucap Rubby, tangannya mengusap pipi Elvano dengan penuh kasih.Merasakan ada sentuhan lembut di pipinya, Elvano membuka mata, kedua kontak mata itu saling bertatap. "Monster kecil!" Elvano segera bangun dengan cepat saat melihat Rubby sudah sadar. Tentu dia sangat bahagia. "Sayang, apa ada yang sakit? Dimana? Apakah kamu ingin sesuatu?" rentetan pertanyaan Elvano layangkan. Rubby menggeleng lemah. "Tidak, aku hanya ingin Paman di sini, aku takut. Paman temani aku, ya!" pinta Rubby dengan suara lirih tapi terde