“Shit, mobil siapa yang membawa Olivia?” gerutu Elvano sambil terus menyetir menuju ke tempat Sergio yang sudah menunggu dirinya. Dalam perjalanan, pikiran Elvano menjadi gusar memikirkan keberadaan Olivia yang suka berpindah-pindah tempat. Saat Elvano menerima panggilan telepon jika Olivia sudah dibawa oleh dua preman, Elvano memutuskan menghubungi Andre dan Sergio untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya. Hingga mobil yang dikendarai oleh Elvano pun tiba di kediaman Sergio. Elvano dan Andre sengaja memutuskan bertemu di kediaman Sergio karena Sergio tidak bisa meninggalkan si Kecil, Vincent. “Hubungan kamu dan Rubby apakah sudah baikkan?” tanya Sergio membuka pembicaraan sambil menggendong Vincent. Andre yang duduk sambil memutar-mutar gelas minuman pun menatap selidik ke arah Elvano. “Aku rasa, ada yang menyuruh Olivia. Tidak mungkin Olivia berani mengambil data perusahaanmu,” ucap Andre. Elvano yang duduk menyandar tampak berpikir sebelum menjawab. “Dugaanku kali in
"Rubby, kalau begitu aku pamit, ya! Aku harap, kamu memikirkan hubunganmu dengan Elvano. Jangan karena kerikil seperti Olivia membuatmu tersandung." Vina menggenggam tangan sahabatnya, Rubby sebelum dirinya berlalu dari Apartemen Rubby. Rubby dengan mata yang sembab meraih tangan Vina, dia memeluk sahabatnya itu. "Terima kasih, Vin. Berkat dirimu, aku bisa sedikit lebih legah dan bebanku terasa terangkat," ucap Rubby. Vina mengelus punggung Rubby. Tentu dia merasakan apa yang Rubby rasakan. Bagaimana tidak, dirinya dulu juga berjuang mempertahankan cintanya kepada Sergio. Hal itu yang membuat Vina merasa prihatin kepada Rubby. "Sstt ... Kau jangan lemah, Rubby. Jika Elvano menginginkan anak dari rahim wanita lain, mungkin Elvano sudah melakukannya sejak dulu. Namun lihat, Elvano masih bertahan dan menyayangimu," ucap Vina mencoba meyakinkan Rubby. Rubby melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang masih mengalir tanpa jeda. "Ya, aku akan kembali ke kediaman dan mencoba berd
"Astaga, sudah jam berapa ini?" Rubby terlonjak dari tidur ketika dirinya terbangun. Dengan buru-buru, Rubby meraih jam weker di atas meja kecil di samping tempat tidur. "Jam dua pagi?" gumam Rubby, dia menyandarkan punggungnya pada kepala tempat tidur sambil mengusap kepalanya frustasi. "Sudah larut begini tapi Elvano bahkan tidak menemuiku atau mencari keberadaanku," lirih Rubby bergumam. Rubby membuang pandangannya ke arah Amora yang masih terlelap, sontak alis Rubby mengerut. "Kenapa Amora sampai jam segini belum bangun?" Rubby meletakkan tangannya di dahi Amora. Deg! Rubby terkejut ketika suhu tubuh Amora naik. Dahi anaknya begitu terasa sangat panas. "Ya Tuhan, Nak, kamu demam, sayang!" panik Ruby, Ruby segera menggendong tubuh Amora. "Papa...," panggil Amora dengan suara lemah saat Rubby membawa tubuh Amora keluar dari kamar. "Nanti ketemu papa ya, sayang. Mama bawa kamu ke rumah sakit," jawab Rubby sambil melangkah panik. Di luar kamar, ruangan tampak begitu gelap, la
"Jadi ... Pas waktu Paman berciuman itu karena Olivia sudah merencanakan semuanya? Apakah Paman sudah menemukan Olivia di mana?" tanya Rubby dengan wajah bersalah karena sudah menuduh Elvano yang bukan-bukan."Sudah diamankan oleh pihak berwajib, kamu boleh bertanya langsung dengannya. Jujur, ya, Rubby. Aku sama sekali tidak mempunyai pemikiran untuk menduakanmu ataupun ingin menyakiti hatimu." Mendengar penuturan Elvano, Rubby menundukkan kepalanya, dia tahu jika dirinya salah. Mungkin karena dia tidak bisa memberikan keturunan kepada Elvano hingga Rubby begitu sensitif dan gampang marah ketika Elvano dekat dengan wanita lain. "Maafkan aku, Paman. Karena aku benar-benar takut kehilanganmu. Jadi, aku cemburu," ungkap Rubby mencoba mengakui kesalahannya. Elvano meraih dagu Rubby. Memaksa wanita itu untuk menatap wajahnya. Dengan mata berbias pelangi, Rubby memberanikan diri menatap intens ke dalam mata Elvano. "Monster kecil, saat aku mencari kamera pengawas, ternyata kamera pengaw
"Duh, Ayah. Bagaimana ini? Kenapa Olivia harus ditahan? Apakah separah itu kesalahan yang dilakukan oleh Olivia?" Soraya tampak cemas, dia gelisah saat menerima telepon jika Olivia ditangkap karena kasus pencurian aset saham yang sudah direncanakan oleh Olivia bersama Paman Smith. Kini, Soraya dan Almero tengah melaju menuju ke arah kantor polisi. "Aku itu sudah curiga dari awal. Kenapa anakmu itu tidak pernah pulang dan tidak lagi meminta uang. Dia tentu bekerja sama dengan orang lain. Aku baru sadar saat Elvano datang dan mencari Olivia karena Olivia sudah mencuri data perusahaan Patrice!"Soraya memandang Almero dengan mata penuh kekhawatiran. "Tapi, Al, Olivia tidak mungkin melakukan itu. Ada sesuatu yang tidak beres di sini. Kita harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."Almero mengangguk serius. "Kita akan mencari kebenarannya, Soraya. Tapi bukti Elvano cukup kuat. Elvano memiliki data yang membuktikan keterlibatan Olivia dalam rencana pencurian aset saham."Mobil melin
"Gio, bagaimana hasilnya? Apakah semuanya berjalan dengan lancar?" tanya Vina saat dia baru selesai memberikan sarapan kepada Vincent, putranya. Gio yang hendak bersiap-siap pergi ke perusahaan pun menghentikan langkah kakinya dan menunggu Vina menghampirinya. "Cup!" satu kecupan singkat Gio berikan kepada Vina. Pria itu merangkul pinggang Vina lalu menarik pinggang istrinya itu. "Baby boys kemana?" tanya Gio. "Dibawa oleh pengasuh. Hari ini aku ingin menjenguk Amora. Kasihan, ya. Gara-gara masalah keluarga, Amora jadi sakit karena merindukan Elvano. Apakah kamu juga akan seperti itu, Gio?" tanya Vina. Karena Vina begitu tahu bagaimana bejatnya Sergio dulu. "Kau ingin menyindirku, Sayang? Apakah semua perjuanganku belum bisa mbuatmu percaya jika aku telah berubah, hah?" Vina terkekeh mendengar ucapan Sergio, Vina menarik dasi Sergio hingga wajah mereka menempel. Vina mengecup bibir Sergio dengan lembut, melakukannya berulang-ulang.Sergio menarik rapat tubuh Vina, dia melepaskan
"Permisi!" Andre yang tengah menulis beberapa laporan pun mengangkat wajahnya saat ada suara. Wajahnya seketika berubah saat melihat kehadiran Gina. "Paman Dokter, apakah kamu sibuk?" tanya Gina dengan hati-hati. "Menurutmu?" jawab Andre begitu dingin. Gina menggigit bibir bawahnya saat mendengar jawaban Andre. Wanita itu masih berdiri mematung di ambang pintu tidak berani masuk karena mendapatkan respon yang kurang baik dari Andre. "Maafkan aku, Paman Dokter," ucap Gina pelan. "Sudah? Jika sudah selesai, pergilah. Jangan berdiri di pintu ruangan. Karena kau akan menghalangi pasien yang akan masuk!" cetus Andre.Gina tampak cemas. Dia tahu bahwa Andre masih membencinya, dia datang menemui Andre karena ingin memperbaiki hubungannya dengan pria berkacamata yang sedang duduk di kursi kerja. "Paman Dokter, aku ... aku ingin mengatakan sesuatu," ujar Gina berbisik.Andre meraih pena yang ada di atas meja, lalu menatap Gina dengan tatapan tajam. "Katakan apa, huh?" tanya Andre dengan
"Yey! Athilnya Mola bisa sehat!" Amora yang baru keluar dari rumah sakit setelah tiga hari dirawat kini berlari memasuki kediaman Elvano. Elvano dan Rubby saling merangkul pinggul menatap kecerian anak mereka dengan senyum yang lebar. "Nak, jangan lari-lari. Kalau jatuh bagaimana? Apa Amor mau ke rumah sakit lagi?" teriak Rubby. Elvano merapatkan pinggul Rubby dengan tubuhnya. "Nama juga anak-anak. Lowbat kalau sakit doang. Nah, rencananya kita mau liburan kemana untuk merayakan kesembuhan Amor?" tanya Elvano. Rubby membuang pandangannya ke samping menatap Elvano. "Paman maunya kemana? Kalau aku sih, lebih baik ke pantai. Karena selain bisa berenang, bisa juga mengajak Amor membuat istana pasir," jawab Rubby. Elvano tampak menimbang usul Istri kecilnya itu. "Oh ... Tidak buruk. Jadi, kita deal ke pantainya? Ajak Andre dan Sergio juga. Agar liburan kita kali ini ramai." "Deal! Aku akan langsung mengajak mereka," ucap Rubby. "Oke, minggu depan, ya! Karena aku harus menyelesaikan