Home / Romansa / Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader / Annelise "Undangan Pernikahan Sang Mantan"

Share

Gairah CEO:  Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader
Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader
Author: Bibiefenimmm

Annelise "Undangan Pernikahan Sang Mantan"

Author: Bibiefenimmm
last update Last Updated: 2025-01-19 00:44:50

"Ya Tuhan!"

Mata Jennifer menatapku tajam, seolah ingin membakar lubang di tengkorakku. Ekspresi terkejut terpampang di wajahnya

"Salah satu dari kalian mau jelasin ini, atau gue harus nebak sendiri?"

Chloe nggak berkata apa-apa. Ia hanya menghabiskan sisa anggurnya dalam satu tegukan, lalu berdiri, mengaduk-aduk tasnya. Setelah beberapa saat, ia mengeluarkan dua amplop merah muda identik. Keduanya dihiasi dengan tulisan cantik yang mirip dengan yang ada di amplop Jennifer sebelumnya.

Aku sudah menghabiskan tiga gelas wiski sambil mengamati gerak-geriknya sebelum akhirnya ia menyodorkan amplop merah muda itu padaku. Tanganku sedikit gemetar saat mengambilnya, menyadari bahwa kedua pasang mata– milik Chloe dan Jennifer – menatapku tanpa berkedip.

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu merobek pinggirannya dengan hati-hati. Begitu isinya keluar, amplop cantik itu segera terabaikan. Didalamnya terdapat kertas dengan aksen bunga merah muda lembut yang melingkari tepinya, sangat indah, namun membawa rasa takut yang tak terlukiskan.

Kehadiran Anda diharapkan

Untuk merayakan persatuan

Mataku melompat melewati kalimat pembuka itu, langsung mencari dua nama yang jelas-jelas menjadi pusat perhatian di atas kertas.

Bianca Putri & Anthony Prasetyoadi

Aku berkedip sekali. Lalu dua kali. Seolah berharap kata-kata itu akan berubah jika aku melihatnya lebih lama. Tetapi tidak, kata-kata itu tetap di sana. Sama seperti detak jantungku yang tiba-tiba melambat, hampir berhenti di dadaku.

Sementara mataku terus menyusuri halaman, telingaku terasa berdengung. Sebelum aku selesai membaca, aku sudah meneguk habis gelas wiski keempatku.

Chloe dan Jennifer, yang rupanya telah memesan botol baru, kini menatapku dengan ekspresi ingin tahu sambil memutar-mutar gelas mereka.

Sabtu, 24 Mei, 2024

Pukul enam sore

Di Riviera Skyline Hall, Jakarta City

Aku menatap kertas itu tanpa ekspresi.

Undangan pernikahan yang sempurna. Dengan alamat salah satu pemandangan terbaik di ibu kota. Dan bulan Mei, bulan sialan itu.

Anthony Prasetyoadi akan menikah.

"Gila sih, ini bener-bener di luar ekspektasi," Chloe tiba-tiba ngomong, memecah keheningan. "Ya jelas aja dia pilih tempat kayak gini. Klasik Anthony banget."

Jenny nyandar di kursinya, matanya menyorot kepadaku sambil mengangkat alis. "Lo nggak apa-apa?"

Aku menghembuskan napas panjang, memutar gelas kosong di tangan. "Gue baik-baik aja... Mantan gue nikah, gue masih setia sama kasur. Dia punya pasangan hidup, gue punya cicilan hidup."

"Aduh beb…" Chloe nyengir kecil, lalu mengangkat gelasnya.

"Selamat datang di klub patah hati."

***

"Anna, tolong serahin botolnya sama HP lo," suara Jennifer terdengar tegas, tapi tetap ada simpati di sana.

Aku makin mendekap botol wiski itu ke dada, nggak mau nyerah. Bahkan minuman ini pun udah nggak cukup buat nenangin panas di dadaku. Mataku tetap fokus ke layar HP, ke halaman I*******m Anthony yang baru aja aku stalking. Foto-foto pertunangannya sama Bianca penuh di feed.

Sial… Mereka kelihatan sempurna.

Semuanya terlihat terlalu sempurna.

Persis kayak undangan mereka yang cantik banget dan pernikahan yang sebentar lagi bakal terjadi.

Aku menatap foto Bianca dengan perasaan campur aduk. Rambut merahnya tergerai indah, wajah ovalnya benar-benar simetris dengan cara yang bikin iri. Cewek itu manis. Dan dia… adalah orang yang Anthony pilih buat menggantikan aku.

Aku mengangkat botol ke bibir lagi, pura-pura nggak dengerin Jennifer yang udah berdiri di dekatku dengan tangan terulur, siap merampas botolnya.

"Gue nggak percaya ini." Suaraku serak, hampir pecah. Wiski itu panas di tenggorokan, tapi kehangatannya sedikit bikin tenang.

"Anna, udah cukup. Lo nggak bisa terus nyakitin diri sendiri kayak gini."

Aku ketawa pahit, mataku masih terpaku di layar HP. "Dua tahun, Jen. Dua tahun sejak dia pergi ninggalin gue, dan lihat dia sekarang." Aku mengacungkan HP ke arahnya sebelum aku minum lagi.

"Dia bertunangan. Dia mau nikah. Sedangkan gue?" Aku menunjuk diri sendiri pakai botol wiski.

"Selama dua tahun ini, gue kerja mati-matian. Berusaha ngerapiin hidup gue. Berusaha move on. Tapi lo tahu? Nggak ada yang ngasih tahu kalau hal paling nyakitin dari putus cinta itu adalah ngelihat orang yang dulu sayang sama lo, sekarang sayang sama orang lain."

Jennifer mengeluarkan napas berat. "Anna, ini bukan soal—"

"Dia udah lupain gue, Jen," aku motong, suaraku tajam. "Sementara gue masih di sini, ngerasain semua yang nggak seharusnya gue rasain. Berusaha keras buat percaya kalau gue pantas dapetin yang lebih baik."

Tiba-tiba, Chloe menyambar HPku dengan gerakan cepat.

"Udah, cukup!" Dia membanting HP itu ke meja, bikin aku langsung melotot ke arahnya.

"Masalah lo apa sih, Chloe?!"

"Lo tahu kenapa," jawabnya tegas, menyilangkan tangan di dada. "Anthony udah ninggalin lo dari lama. Tapi lo tetep aja stuck di dia. Sekarang? Lo malah nyiksa diri sendiri buat orang yang jelas-jelas nggak pantes buat lo."

Aku membuang pandangan, rasa bersalah mulai menyerangku seperti ombak. Tapi yang muncul di kepalaku hanya satu—malam waktu dia mutusin hubungan kita.

***

-2 Tahun yang Lalu-

"Gue tahu gue bakal mengakhiri hubungan ini," suaraku hampir cuma bisikan pas kita berdiri di trotoar yang sepi. "Tapi… ini udah berakhir dari lama, kan?"

Anthony nyilangkan tangannya, matanya nggak pernah benar-benar melihat padaku.

"Lo yang mutusin duluan, Na. Jadi, ya, ini keputusan lo. Bukan gue." Nadanya datar, tapi aku bisa denger sakit di baliknya.

Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan detak jantung yang nggak karuan.

"Anthony… lo nggak boleh marah sama gue. Semua berubah sejak lo pindah ke Bandung. Lo udah nggak lagi ngeperlakuin gue kayak orang yang lo sayang. Dan gue nggak bisa terus duduk diam, nungguin lo mutusin apakah gue cukup penting buat lo atau enggak."

Dia natap mataku dengan mata cokelat gelapnya—mata yang dulu bikin aku merasa dunia ini cuma milik kita berdua.

"Gue nggak pernah berniat nyakitin lo," suaranya pelan. "Gue cuma… nggak tahu gimana caranya ngelepasin lo. Lo tuh bagian terbesar dalam hidup gue."

Aku ketawa kecil, tapi itu pahit, kering, penuh luka. "Maksud lo, lo nggak tahu gimana caranya ninggalin rasa nyaman. Itu gue buat lo, kan Ton? Nyaman."

Dia diem, rahangnya ngenceng, tapi gue tahu dia nggak bakal ngebantah. Dia nggak bisa.

"Gue sayang sama lo, Na. Selalu. Dari sejak kita masih bocah sekolahan, lewatin jalanan ini bareng-bareng. Tapi kita bukan anak-anak itu lagi."

Aku ketawa getir, menatap jalan di bawah kakiku. "Dan gue nggak akan jadi orang yang terus berharap buat dicintai balik. Nggak lagi."

Aku pengen dengar dia bilang buat tetap bertahan, buat coba sekali lagi. Tapi dia nggak ngelakuin itu. Dan di detik itu, aku tahu… kita benar-benar sudah selesai.

Aku ulurin tangan, mencoba senyum walaupun hatiku rasanya kayak dihancurin palu. "Temenan?"

Dia paksain senyum kecil, mencoba nutupin sedihnya. "Oke. Temenan."

Tapi kita berdua tahu itu bohong. Kita nggak akan pernah benar-benar ngobrol lagi. Dan dengan itu, aku berbalik, pergi meninggalkan cinta pertamaku, membawa luka yang mungkin butuh bertahun-tahun buat sembuh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Gaun Merah untuk Dendam"

    "Lo nggak boleh pakai gaun hitam ke pesta nikahan, Annelise Ayuningtyas Fischer." Aku menghela napas panjang, narik gaunku lebih erat ke tubuh, berusaha menghindari tatapan tajam Chloe. Yang aku mau cuma pakai gaun hitam favoritku. Tapi enggak, aturan etiket pernikahan melarangnya. "Ini konyol," gumamku, setengah ngomong ke diri sendiri. "Terus gue harus pakai apa?" Jennifer nyengir tipis. "Gimana kalau yang biru muda?" "Yang abu-abu?" usul Chloe semangat, walaupun aku tahu itu nggak bakal bikin moodku jauh lebih baik. Aku memijit pelipis. Jennifer keliatan anggun dengan gaun emas metalik yang potongannya rendah. Dia duduk santai di kasurku sambil meyeruput teh hijau kayak sosialita. Rambut panjangnya yang bergelombang terurai, highlight keemasannya berkilau kena lampu. Chloe beda lagi. Dia pakai mini dress hijau zamrud yang ngepas banget di tubuhnya, bikin lekuk atletisnya makin keliatan. Rambut cokelatnya diikat ponytail tinggi, bikin dia keliatan fierce. Dan aku? Masih

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Anneliese "Pemabuk Menyebalkan"

    6 Bulan Sebelumnya... “Bisa geser nggak?” Suara ketus di belakangku membuatku menoleh. Seorang pria berdiri dengan wajah tak sabaran, ekspresi kesalnya jelas terlihat. “Hah?” Aku sedikit gugup. “Mau lewat?” “Nggak,” balasnya ketus. “Gue cuma pengen staf bandara ini kerja lebih cepat. Bisa-bisa gue ketinggalan pesawat gara-gara mereka!” Bau alkohol menyeruak dari napasnya. Aku menghela napas panjang dan kembali menatap antrean check-in yang bergerak lambat. Cuaca buruk telah menunda banyak penerbangan, membuat suasana semakin panas. Di belakangku, pria itu terus saja mengeluh, memaki-maki staf bandara, dan mengomel pada siapa saja yang sialnya berada dalam jangkauan suaranya. Aku mencoba mengabaikannya, tapi semakin lama, semakin susah. Akhirnya, aku nggak tahan lagi. Aku berbalik dan menatapnya tajam. “Mereka udah kerja secepat mungkin. Bisa nggak, sih, lo nggak usah nyebelin?” “Apa?!” Dia langsung tersinggung. Aku menghembuskan napas, mencoba tetap tenang. “Coba deh,

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise " Kutukan Jus Cranberry"

    Aku baru aja duduk nyaman di kursi kelas satu yang empuk banget—kayak duduk di sofa rumah sendiri, cuma kali ini dengan bonus pemandangan awan nanti. Sambil melihat-lihat menu, aku merasa hidupku naik level. Tapi tiba-tiba, suara berat dan tegas dari belakang bikin leher gue menegang. “Siapa yang duduk di kursi saya?” Aku berhenti napas sejenak. Suara itu… kayaknya aku kenal. Tapi yang jelas, dia salah. Ini kursi aku. Aku udah cek nomornya dua kali, dan enggak mungkin balik ke kelas ekonomi setelah nyicipin kemewahan ini. Aku pura-pura sibuk ngelihatin menu, berharap suara itu bakal menghilang. “Maaf, Pak,” kata pramugari dengan nada hati-hati. Kelihatannya, orang ini punya aura yang bikin siapa aja deg-degan. “Penerbangannya sudah penuh, dan semua kursi sudah terisi.” “Makanya saya beli dua kursi.” Suaranya ketus, seolah enggak mau ada perdebatan. Aku sempat menangkap suara pramugari yang mencoba menjelaskan sesuatu, tapi perhatianku malah ke dua cowok yang jalan melewati

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Godaan di Udara"

    "Nggak, makasih." "Anda yakin? Mungkin kopi? Teh?" "Makasih, tapi nggak perlu," jawabku santai. Aku tahu kalau pergi ke toilet sekarang, pramugari ini pasti bakal nyoba lebih jauh buat menarik perhatianku. Udah sering kejadian. Udah biasa. Tapi sebelum aku bisa mikir lebih jauh, suara orang di sebelahku menyela, "Kayaknya sparkling wine enak juga." Suaranya santai, kayak baru aja menemukan ide brilian. Aku menyeringai kecil dalam hati. Oke, ini bakal lebih menarik dari sekadar godaan biasa. "Saya benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanannya, Tuan Rajendra. Saya sudah memberi tahu atasan saya, dan mereka akan segera mengurusnya." Aku cuma mengangguk kecil, balik fokus ke majalah mobil sport yang lagi aku baca. "Nggak masalah. Tapi makasih." "Kalau ada yang Anda butuhkan lagi…" "Hei," potong perempuan di sebelahku. "Aku rasa aku mau—hei! Halo?!" Dia melambaikan tangan ke pramugari yang langsung berbalik pergi. Aku nyengir kecil. "Ini salah lo, tau." Aku melirik ke a

    Last Updated : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Debat Konyol"

    "Apa? Nggak mungkin." "Mungkin." Aku duduk di sampingnya, hampir aja meluk dia. Ya Ampun, badannya dingin. Dia akhirnya mendesah lega, aku narik ujung selimut, nutupin kakinya sebelum bersandar padanya lagi. Dia menggeliat, setengah hati berusaha menjauh, tapi udah mentok di tepi. Nggak ada tempat buat kabur. "Ini nggak wajar." "Tapi kita bakal tetep ngelakuin ini." Dalam keadaan normal, aku nggak pernah maksa orang buat begini. Tapi setidaknya sekarang dia fokus ke pelukanku, bukan ke turbulensi. Itu sudah kemajuan. Aku menempelkan pipiku ke bisepnya. Ototnya keras kayak batu, dan dia sedikit gemetar. Dia berdeham. "Gue nggak—" "Tinggal satu tarikan napas lagi buat lo beneran kehilangan akal sehat. Terima aja kenyamanan fisik dari gue." Lengannya berkedut, kayak nahan diri, tapi aku tahu sebenernya dia juga kepengen. Akhirnya dia nyerah, mengangkat lengannya, kasih aku ruang untuk lebih dekat. Yeah akhirnya. Aku menyender ke bahunya, merapatkan tubuh k

    Last Updated : 2025-03-21
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Turbulensi dan Hasrat"

    Pesawat goyang lagi, membuat jantungku makin nggak karuan. Setiap kali aku merasa bisa tenang, turbulensi menarik dia balik ke mode panik. “Kita harus kasih nama anak-anak kita pake nomor,” kataku tiba-tiba. Aku bisa merasakan ototnya tegang di bawah pipiku. Tapi aku tetap nempel, membelai dadanya pelan sambil bersenandung. Lama-lama dia mulai lemas, tubuhnya lebih condong ke arahku. "Boleh gue tanya kenapa?" "Karena kita bakal punya banyak anak. Jadi lebih gampang aja. Kayak... Anak pertama, ‘Satu.’ Anak kedua, ‘Dua.’ Pas udah anak keenam, kita tinggal panggil ‘Setengah Lusin.’" Dia mendengus antara tertawa dan kesal. "Lo gila." Aku tersenyum. "Gue bisa nerima itu." “Gue benci ini,” gumamnya. "Pelukan?" Aku pura-pura bego, padahal aku udah tahu maksudnya. Dia tertawa kecil, nadanya getir. "Kelemahan." "Semua orang takut sesuatu." Dia diam sebentar sebelum akhirnya nanya, "Lo takut apa?" "Gue takut gelombang pasang. Dari kecil suka mimpi buruk keh

    Last Updated : 2025-03-24
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Bukan Sekadar Hubungan Satu Malam"

    Pria itu berdecak. "Ahhh.." "Terusin aja," katanya, tangannya terulur, menarik pergelangan tanganku dengan gerakan yang lambat tapi pasti. Jantungku berdebar kencang saat aku menuruti perkataannya, merasa terbakar oleh tatapan matanya yang dalam dan gelap, terpaku pada kulit di bahuku yang terbuka karena tersingkap. Jemariku bergerak gelisah, menekan lipatan kain yang meluncur dari pundakku, merasakan detak jantungku sendiri. Sial. Kenapa dia bisa membuat udara berasa setipis ini? "Lo nggak sadar, ya?" Aku menatapnya, bingung. "Apa?" Dia menarik napas dalam, lalu jemarinya meluncur ringan di sepanjang leherku, menciptakan jejak api di mana pun dia menyentuh. "Lo nggak tahu seberapa besar gue terangsang sekarang." Getaran aneh muncul di tubuhku. "Gue belum nyentuh lo," bisikku. "Lebih baik jangan." Tatapannya semakin dalam, sebelum akhirnya tangannya berpindah ke rahangku, ibu jarinya mengusap sudut bibirku. "Kalau lo cium gue lagi… gue nggak jamin bisa

    Last Updated : 2025-03-25
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Tawaran yang Nggak Bisa Ditolak"

    Aku berdeham, merasa harus melakukan sesuatu untuk menghapus keheningan aneh di antara kita. Dengan gerakan cepat, aku menutupi lagi bajunya dan merapikan celanaku sendiri. "Ehm… Maaf. Kita nggak seharusnya—" Dia menatapku, senyum liciknya masih ada di sana, membuatku makin kesel. Aku mengusap wajah, mencoba menata pikiran. "Sorry. Gue kebawa suasana." "Santai aja, gue juga nggak bakal baper kok." Aku menatapnya tajam, tapi dia malah nyengir puas. "Lagian, gue udah dapet bagian gue. Dua kali malah." Aku nyipitkan mata, ngerasa nggak terima. "Lo bangga banget, ya?" Dia angkat bahu dengan santai, senyum liciknya masih nempel di wajahnya. "Ya iyalah. Lo yang nyuruh gue nikmatin, kan?" "Sial. Lo benar-benar cewek yang nyebelin." Dia miringin kepalanya, pura-pura mikir sebelum nimpalin, "Hmm… atau mungkin lo aja yang nggak tahan godaan?" Aku mendelik, rahangku mengetat. Ngeselin, tapi aku nggak bisa ngelak. "Gue nggak akan bahas ini lagi." Aku menjauh, buru-buru geser

    Last Updated : 2025-03-26

Latest chapter

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Pesan dari Masa Lalu"

    Semua kepingan yang hilang itu langsung nyatu saat ngelihat dia duduk di tengah kerumunan. Dia kelihatan beda banget dari sebelumnya. Pertama, di pesawat—dan di kamar hotel. Kedua, di foto lama yang sering banget dibawa-bawa Anthony. Foto burik, tapi cukup buat bikin aku penasaran. Aku otomatis menoleh saat Anthony dan Bianca jalan ke area resepsi buat foto-foto. Mereka berpegangan tangan, kelihatan bahagia banget. Si fotografer nyuruh ini-itu, dan rombongan pengantin cuma berdiri di pinggir sambil nonton. Di belakang mereka, jendela besar nunjukin gedung-gedung Jakarta yang sudah menyala—malam mulai turun. Annelise. Satu-satunya hal yang bisa aku fokuskan malam ini cuma dia. Cewek cerewet yang duduk di sebelahku di pesawat bulan Januari lalu. Cewek yang juga jadi one night stand pertama dan terakhirku—sampai sekarang. Aku udah berkali-kali nyoba cari tahu kenapa dia kelihatan familiar banget beberapa bulan terakhir ini. Akhirnya, aku tau sekarang. Dia adalah mantan

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Nomor Palsu dan Teman Sejati

    Bagaimana aku bisa melupakan malam ini? Gimana caranya gue aku-pura semua ini nggak pernah kejadian? Aku merem sebentar, menahan rasa nyesek campur jijik sama diri sendiri. Inilah kenapa aku nggak pernah mau yang namanya one-night stand. Aku nggak cocok buat cinta-cintaan tanpa ikatan. Bukan tipeku. Dan semua ini gara-gara cokelat afrodisiak sialan yang kita makan di pesawat kemarin. Aku duduk di ujung ranjang, narik napas dalam-dalam. “Sebenarnya… gue punya syal di koper. Lo mau?” “Boleh,” katanya, suaranya udah lebih tenang sekarang. Kayaknya efek afrodisiak itu udah bener-bener hilang. Yang tersisa cuma dua orang asing yang lagi bingung sama perasaan mereka sendiri. Tiba-tiba, ponselkh bergetar kencang di meja kecil di samping tempat tidur. Aku meraihnya dan lihat ada lima pesan dari Chloe. Chloe: Lo masih hidup? Kapan balik? Jangan lupa makan. Gue masakin buat makan siang. Lo akan diinterogasi kalau gak jawab. Aku mendesah, berdiri dari ranjang dan mulai ng

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Percintaan Liar Dalam Semalam"

    Dia tersenyum lebar saat dia jatuh terlentang, menarikku ke atasnya, dan menyeret wajahku ke wajahnya. "Lo harus genjot gue lebih dulu," bisiknya di bibirku, "Nanti gue yang akan genjot milik lo saat lo udah basah." Aku tersenyum di bibirnya. "Big boy.." "Gue cuma bercinta sekali sayang, gak lama paling gue ketiduran." Dia memberikan senyum yang lambat dan seksi. Aku mengangkangi tubuhnya yang besar saat ciuman kami menjadi putus asa. Penisnya yang tebal menempel di perutnya, dan dia mengangkatnya ke udara dan mengarahkan pinggulku ke bawah di atasnya. "Oh, panasnya—lo gede banget. Mhhhhhh" "Aduh," rintihku. "Tidak apa-apa," bisiknya. "Bergoyanglah dari satu sisi ke sisi lain." Dia menangkup payudaraku di tangannya saat dia menatapku seperti sesuatu yang tampak seperti kekaguman. Aku tersenyum padanya. "Apa?" "Sejak pertama kali lo tumpahin jus merah ke celana gue di lounge hari ini, gue pengen badan lo tunggangi penis gue." Aku terkekeh padanya. "Apa lo

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Gairah yang Membuatku Lupa Siapa Aku"

    Apa yang aku lakuin di sini? Aku adalah cewek baik-baik.. dan cewek baik-baik nggak seharusnya ngelakuin hal kayak gini sama cowok kayak dia! Aku dan dia nggak kenal siapa-siapa yang sama, kita tinggal di kota yang beda, dan mungkin setelah ini, aku nggak akan pernah ketemu dia lagi. Dan anehnya... ada rasa bebas yang nggak aku sangka-sangka dari situ. Aku bisa jadi siapa pun yang dia mau. Tatapan matanya tajam, rahangnya mengunci, keliatan serius dan gelap. "Sini... gue mau lo nyenengin gue. Hisap penis gue gadis nakal," gumamnya pelan, suaranya membakarku. Ya Tuhan. Aku beneran mikir dia nggak bakal pernah ngomong itu. Tanpa mikir lama, aku langsung berjongkok. Rasanya kayak aku bener-bener pengin nyenengin dia sekarang juga. Aku nggak tahu banyak soal dia, tapi yang jelas, sekarang ini... aku cuma pengin jadi pengalaman paling gila yang pernah dia punya. Aku mulai bergerak, sok-sokan kayak jagoan nyepong. Tanganku maju mundur melawan gerak bibir, dan maki

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Satu Malam, Seribu Rasa"

    Satu jam kemudian, kami duduk di dalam bus menuju Manchester. Lampu jalan terlihat kabur dari jendela yang berembun. Aku duduk di sebelah jendela, dia di sampingku, duduk dengan posisi santai kayak udah punya hak milik atas seluruh baris kursi. “Ngantuk?” tanyanya, matanya setengah merem. “Enggak,” jawabku cepat. Padahal kenyataannya, kepalaku udah nyender ke kaca dari tadi, dan mulai kebablasan. Dia memberikan jaketnya dan tanpa bilang apa-apa, menaruhnya di bahuku. “Gue tahu lo gak bakal minta, jadi gue inisiatif aja.” “Gue gak butuh ini.” “Tapi lo juga gak nolak.” Dia tersenyum miring, tapi kali ini nggak ada nada menggoda yang kelewat. Hangat. Ringan. Aku mendesah pelan, lalu membiarkan jaketnya tetap di bahuku. Sesampainya kami di hotel, kami diarahkan ke lobby dan dikasih kunci kamar. “Gue dapet kamar 308,” aku menggumam, membaca kartunya. Dia melirik kartunya sendiri, lalu mengangkat alis. “Lo gak akan percaya... kamar gue 310.” “Serius?” Gue melotot. “

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Bukan Cuma Kelas Satu yang Panas"

    Begitu roda pesawat menyentuh landasan, kepalaku masih terasa ringan, dan tubuhku menghangat dengan cara yang aneh. Aku berusaha fokus, tapi setiap gerakan terasa terlalu lambat, terlalu sensual. Dia bersandar dengan napas sedikit berat. Matanya menatap lurus ke depan, tapi rahangnya mengatup seolah lagi nahan sesuatu. Aku tahu dia juga ngerasain hal yang sama. "Lo nggak apa-apa?" Dia melirikku, lalu menutup matanya sebentar sebelum menjawab. “Gue harusnya curiga pas lo nawarin coklat itu.” Aku tertawa. Dia menghela napas panjang, jari-jarinya mengepal di atas paha celananya. Dia melotot. “Jadi lo tahu itu afrodisiak(*)?” Aku mengangkat bahu, pipiku mulai memanas. “Ya… gue kira itu cuma mitos.” Dia menatapku dengan tatapan tajam, lalu mengusap wajahnya sendiri seolah nyoba buat sadar sepenuhnya. “Gue butuh keluar dari sini sebelum sesuatu yang nggak seharusnya terjadi.” Tapi masalahnya, sensasi ini nggak gampang ilang. Setiap gesekan kecil antara kulitku dan kul

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Rasa Manis dengan Efek Samping"

    "Serius?" Aku menelan ludah. "Banget. Gue nemu nama ‘Rajendra’ di salah satu file, dan langsung kepikiran lo!" "Cuma Rajendra? Tanpa nama depan atau belakang?" Dia mengangguk dengan mantap. "Iya." Aku menarik napas panjang, mencoba menyusun kemungkinan-kemungkinan dalam otakku. "Gue cuma bercanda." Dia ngakak, menepuk bahuku. "Lo harus liat muka lo barusan. Serius banget, kayak baru ketauan selingkuh." Aku melotot. "Sialan, lo!" Jantungku nyaris copot waktu dia bilang nemu nama "Rajendra" di dokumen internal perusahaan. Pikiranku langsung lari ke berbagai kemungkinan buruk. Apa ada kebocoran data? Nggak mungkin. Aku sudah menutup semua celah. "Lo tau nggak, becandaan lo barusan hampir bikin gue kena serangan jantung." Dia masih ketawa, jelas menikmati kepanikanku tadi. "Gue nggak nyangka lo bakal panik gitu," katanya sambil menyeringai. Aku menarik napas. Jangan sampai ada yang mencurigakan. "Jadi nama lo beneran Rajendra?" tanyanya, masih dengan nada bercanda,

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Tawaran yang Nggak Bisa Ditolak"

    Aku berdeham, merasa harus melakukan sesuatu untuk menghapus keheningan aneh di antara kita. Dengan gerakan cepat, aku menutupi lagi bajunya dan merapikan celanaku sendiri. "Ehm… Maaf. Kita nggak seharusnya—" Dia menatapku, senyum liciknya masih ada di sana, membuatku makin kesel. Aku mengusap wajah, mencoba menata pikiran. "Sorry. Gue kebawa suasana." "Santai aja, gue juga nggak bakal baper kok." Aku menatapnya tajam, tapi dia malah nyengir puas. "Lagian, gue udah dapet bagian gue. Dua kali malah." Aku nyipitkan mata, ngerasa nggak terima. "Lo bangga banget, ya?" Dia angkat bahu dengan santai, senyum liciknya masih nempel di wajahnya. "Ya iyalah. Lo yang nyuruh gue nikmatin, kan?" "Sial. Lo benar-benar cewek yang nyebelin." Dia miringin kepalanya, pura-pura mikir sebelum nimpalin, "Hmm… atau mungkin lo aja yang nggak tahan godaan?" Aku mendelik, rahangku mengetat. Ngeselin, tapi aku nggak bisa ngelak. "Gue nggak akan bahas ini lagi." Aku menjauh, buru-buru geser

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Bukan Sekadar Hubungan Satu Malam"

    Pria itu berdecak. "Ahhh.." "Terusin aja," katanya, tangannya terulur, menarik pergelangan tanganku dengan gerakan yang lambat tapi pasti. Jantungku berdebar kencang saat aku menuruti perkataannya, merasa terbakar oleh tatapan matanya yang dalam dan gelap, terpaku pada kulit di bahuku yang terbuka karena tersingkap. Jemariku bergerak gelisah, menekan lipatan kain yang meluncur dari pundakku, merasakan detak jantungku sendiri. Sial. Kenapa dia bisa membuat udara berasa setipis ini? "Lo nggak sadar, ya?" Aku menatapnya, bingung. "Apa?" Dia menarik napas dalam, lalu jemarinya meluncur ringan di sepanjang leherku, menciptakan jejak api di mana pun dia menyentuh. "Lo nggak tahu seberapa besar gue terangsang sekarang." Getaran aneh muncul di tubuhku. "Gue belum nyentuh lo," bisikku. "Lebih baik jangan." Tatapannya semakin dalam, sebelum akhirnya tangannya berpindah ke rahangku, ibu jarinya mengusap sudut bibirku. "Kalau lo cium gue lagi… gue nggak jamin bisa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status