Share

Anneliese "Kejutan di Kelas Satu"

Penulis: Bibiefenimmm
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-19 00:52:45

6 Bulan Sebelumnya...

"Bisakah kau menyingkir?" gerutu sebuah suara di belakangku. Aku terkejut, menoleh ke arah pria yang berdiri tidak sabar di antrean.

"Maaf?" tanyaku gugup. "Anda ingin lewat?"

"Tidak," jawabnya dengan cibiran. "Aku ingin idiot-idiot di meja resepsionis itu mempercepat pekerjaan mereka. Aku bisa ketinggalan pesawat gara-gara mereka!"

Bau alkohol menyengat dari napasnya. Aku menghela napas dan kembali memandang ke depan. Ada pemabuk menyebalkan di antrean check-in. Bandara sedang ramai karena cuaca buruk yang telah menunda banyak penerbangan, dan suasana semakin tegang.

Di belakangku, pria itu terus mengeluh, memaki-maki staf resepsionis, dan melontarkan komentar kasar kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Aku mengabaikannya, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya membuatku semakin kesal.

Aku tidak tahan lagi. Aku berbalik dan menatapnya tajam. "Mereka bekerja secepat yang mereka bisa. Kau tidak perlu bersikap kasar."

"Apa?!" teriaknya, amarahnya langsung tertuju padaku. "Bisakah kau bersikap sopan?" gerutuku pelan.

"Kau ini guru sekolah, ya? Atau cuma cewek cerewet yang suka ikut campur urusan orang lain?"

Aku melotot, merasa amarahku mulai mendidih. Bagaimana bisa dia seburuk ini? Aku sedang terburu-buru menuju wawancara kerja penting di belahan dunia lain, dan pria ini hanya membuat segalanya lebih buruk.

Aku kembali menghadap ke depan, berharap antrean segera bergerak. Tapi tiba-tiba aku merasakan dorongan di kakiku. Dia telah menendang koperku.

Aku berbalik dengan tajam. "Hentikan itu!"

Dia mendekat, napasnya yang bau alkohol membuatku meringis. "Aku akan melakukan apa pun yang aku suka."

Aku melangkah mundur, tapi dia lebih cepat. Dengan gerakan kasar, dia meraih koperku dan melemparkannya ke lantai.

"Hei!" Aku membungkuk untuk mengambil koper itu, tapi sebelum sempat, aku merasakan dorongan keras di bahuku yang membuatku hampir terjatuh. Rasa sakit langsung menyebar ke lenganku.

Pria itu tertawa kecil, tetapi tawa itu terhenti saat dua petugas keamanan muncul di belakangnya. Salah satu dari mereka segera menahannya, sementara yang lain membantuku berdiri.

"Anda baik-baik saja, Nona?"

Aku tersenyum tipis, meskipun rasa sakit di lenganku masih terasa. "Ya, terima kasih."

Pria itu mencoba melawan, tapi petugas keamanan dengan cepat membawanya pergi. Aku berdiri di sana, mencoba mengatur napas, sementara orang-orang di sekitar mulai berbisik.

“Ikuti aku,” katanya tegas. Aku menurutinya, dia membawaku ke loket seorang wanita muda dengan seragam rapi. Ketika kami tiba, wanita itu mendongak, senyumnya ramah menyambutku.

“Halo,” sapanya.

“Hai,” jawabku, mencoba terdengar normal meski jantungku masih sedikit berdebar.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya sambil memandangku penuh perhatian.

Aku mengangguk. “Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah bertanya.”

Petugas keamanan di sampingku menoleh ke wanita itu. “Jaga dia,” katanya singkat sebelum melangkah pergi.

Wanita itu kembali memandangku. “Bisa tunjukkan identitasmu?”

Aku mengangguk, lalu mengacak-acak dompetku, sampai akhirnya menemukan paspor. Aku menyerahkannya padanya, merasa sedikit malu saat dia membuka halaman foto. Dia tersenyum kecil.

“Astaga, itu foto terburuk sepanjang sejarah,” gumamku.

Dia tertawa. “Kau belum lihat foto pasporku. Aku terlihat seperti baru bangun tidur.”

Aku tertawa ringan. Dia mengetikkan sesuatu di komputernya, lalu menghela napas kecil. “Kau akan terkejut dengan apa yang sering terjadi di sini. Orang-orang kadang kehilangan kendali, seperti tadi.”

“Kelihatannya cukup gila,” jawabku, tersenyum tipis. “Tapi terima kasih atas bantuannya.”

“Tidak masalah. Setidaknya kau aman sekarang.” Dia menyerahkan tiketku, tetapi sebelum aku sempat pergi, dia menambahkan, “Oh, ada satu hal lagi.”

Aku mengangkat alis. “Apa itu?”

“Kami telah menaikkanmu ke penerbangan kelas satu sebagai permohonan maaf atas insiden tadi,” katanya sambil tersenyum.

Mataku membulat. “Serius?”

“Ya, serius. Sudah lama kami tidak memberi kejutan menyenangkan untuk seseorang,” jawabnya dengan nada bercanda.

Aku memandang tiketku, lalu kembali tersenyum padanya. “Terima kasih. Aku benar-benar menghargainya.”

“Semoga penerbanganmu menyenangkan.”

***

Aku melangkah masuk ke VIP lounge seperti bintang rock. Interiornya sangat mewah, ada sofa empuk berjajar, meja dengan marmer mengilap, dan prasmanan penuh makanan lezat yang membuatku menelan ludah.

"Gratis, kan?" aku berbisik pada diriku sendiri dan mengambil piring, mengisinya dengan segenggam keberanian—dan makanan, tentu saja.

Setelah kenyang, aku melihat tanda "Spa dan Relaksasi." Penasaran, aku mengikutinya, dan entah bagaimana aku berakhir di kursi empuk dengan masker wajah dan irisan timun di mataku. Sensasi dingin dari timun itu membuatku mendesah puas.

“Ini adalah hidup yang kubutuhkan,” gumamku sambil menatap bayanganku di cermin.

Tentu saja, hidup yang kubutuhkan ini tidak termasuk Anthony.

Tapi ada hal lain yang lebih mendesak sekarang—pekerjaan. Aku harus segera menemukan pekerjaan untuk bertahan hidup. Dunia ini tidak akan berhenti berputar hanya karena aku baru saja keluar dari hubungan yang panjang.

Aku berjalan keluar dari spa. Namun, entah karena efek relaksasi dari pijat atau suasana lounge yang memanjakan, aku merasa ingin menari. Jadi, ya, aku mulai berjoget.

Aku melangkah mengikuti irama musik lembut yang mengalun di latar. Aku hampir merasa seperti bintang video klip sampai—

BRUKKK!

Aku menabrak sesuatu. Atau lebih tepatnya, seseorang.

“Oh, tidak!” Aku terkesiap, melihat segelas jus cranberry yang ada di tanganku kini membasahi celana pria di depanku. Celana suede putih, tentu saja. Karena apa lagi yang lebih sempurna untuk menghancurkan hari seseorang?

Pria itu tertegun sejenak, lalu menunduk memeriksa celananya. Aku hanya berdiri di sana, membeku, sementara pikiranku mencoba memproses apa yang baru saja terjadi.

“Yah,” katanya akhirnya, nada suaranya tenang tapi penuh ironi, “sepertinya aku baru saja dilukis.”

Aku menatapnya, lalu menyadari betapa tampannya dia—bahkan dalam keadaan ini. Namun, yang lebih penting, dia sedang memandangku dengan alis terangkat. Dan saat itulah aku sadar… masker dan mentimun di wajahku masih ada.

“Oh Tuhan.” Aku buru-buru melepas mentimun dari mataku, salah satunya hampir jatuh ke sepatunya. “Aku minta maaf! Aku… aku tidak melihat ke mana aku berjalan, aku—”

“Setidaknya ini jus cranberry, bukan kopi panas.”

Aku buru-buru meraih tisu dan mencoba mengeringkan noda di celananya, tapi kemudian menyadari betapa anehnya tindakanku. “Oh tidak, aku malah membuatnya lebih buruk, ya?”

Dia tersenyum kecil, membuatku sedikit lega. Tapi rasa malu masih membara di wajahku.

“Aku akan menggantinya,” ujarku cepat. “Aku akan membayar biaya laundry, atau… atau mungkin aku bisa belikan celana baru?”

Dia mendesah dan memandangku dengan tatapan yang sulit kubaca. “Aku butuh celana ini sekarang. Dan aku yakin kau tidak membawa cadangan celana pria ukuranku di dalam tas kecil itu.”

Aku terkesiap, panik. “Tapi aku berhutang padamu! Aku—aku bisa mencuci suede ini sendiri kalau perlu..”

Dia mengangkat alis, lalu menghela napas panjang. “Lupakan saja.”

Aku terdiam. “Apa?”

“Tidak masalah,” suaranya lebih lembut, meskipun masih terdengar tegas. “Aku tidak punya waktu untuk ini. Anggap saja ini kejadian sial biasa.”

Sebelum aku sempat membalas, dia melangkah pergi, meninggalkan aku berdiri mematung dengan masker lumpur masih di wajahku.

“Ya Tuhan.. Pria itu pasti berpikir aku orang aneh.”

Bab terkait

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise " Kutukan Jus Cranberry"

    Aku sedang melihat-lihat menu sambil duduk di kursi kelas satu yang super nyaman. Ini seperti duduk di sofa rumah sendiri—kecuali dengan bonus pemandangan awan nanti. “Apa yang dilakukan wanita itu di kursiku?” Leherku menegang. Suara itu datang dari suatu tempat di belakangku. Nada suaranya rendah, tegas, dan... sangat familiar. Dan dia salah. Aku yakin ini kursiku. Aku sudah memeriksa nomor kursinya dua kali. Tidak mungkin aku kembali ke kelas ekonomi sekarang. Aku berpura-pura sibuk mempelajari menu.“Saya minta maaf, Pak,” jawab pramugari dengan nada hati-hati. Rupanya, penumpang kelas satu seperti dia bisa membuat siapa saja merasa gentar. “Penerbangannya sudah penuh, dan semua kursi sudah dipesan.” “Itulah sebabnya saya membeli dua kursi,” katanya ketus. Aku mendengar gumaman pramugari mencoba menenangkan, tapi perhatianku terpecah oleh dua pria yang berjalan melewatiku, membicarakan saham. Begitu mereka berlalu, aku mendengar suara Tuan Sombong lagi. “Ini tidak bi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Godaan di Udara"

    “Tidak, terima kasih.” “Anda yakin? Mungkin kopi? Teh?” "Terima kasih, tapi tidak perlu," jawabku dengan santai. Kalau aku pergi ke toilet sekarang, aku tahu apa yang akan terjadi. Pramugari ini pasti akan mencoba menggodaku lebih jauh. Aku sudah cukup sering berhadapan dengan situasi seperti ini. Tapi kemudian, suara tetanggaku di sebelahku menyela. "Sampanye terdengar menarik," gumamnya, seperti menemukan ide brilian. Aku menyeringai dalam hati. Sepertinya, ada yang lebih menarik dari sekadar godaan ringan. “Saya benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan ini, Tuan Blackwood. Saya sudah memberi tahu atasan saya, dan mereka akan segera mengurusnya.” Aku mengangguk kecil, tidak menghiraukannya dan kembali ke majalah yang menampilkan mobil sport mewah favoritku. “Itu tidak penting sekarang. Tapi terima kasih.” “Kalau ada yang Anda butuhkan lagi…” “Hei,” potong burung gila itu. “Kurasa aku ingin—hei! Halooo?” Dia melambaikan tangan saat pramugari itu berjalan p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Undangan Pernikahan Sang Mantan"

    "Oh my God!" Mata Jennifer menatapku tajam, seolah ingin membakar lubang di tengkorakku. Ekspresi terkejut terpampang di wajahnya "Apakah salah satu dari kalian mau menjelaskan apa yang terjadi, atau aku harus menebak sendiri?" Chloe tidak berkata apa-apa. Ia hanya menghabiskan sisa anggurnya dalam satu tegukan, lalu berdiri, mengaduk-aduk tasnya. Setelah beberapa saat, ia mengeluarkan dua amplop merah muda identik. Keduanya dihiasi dengan tulisan cantik yang mirip dengan yang ada di amplop Jennifer sebelumnya.Aku sudah menghabiskan tiga gelas whiskey sour sambil menyaksikan gerak-geriknya sebelum ia menyodorkan amplop merah muda itu padaku. Tanganku sedikit gemetar saat mengambilnya, menyadari bahwa kedua pasang mata itu – milik Chloe dan Jennifer – menatapku tanpa berkedip.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu merobek pinggirannya dengan hati-hati. Begitu isinya keluar, amplop cantik itu segera terabaikan. Didalamnya terdapat kertas dengan aksen bunga merah muda lembut yang melin

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19
  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Gaun Merah untuk Dendam"

    “Kau tidak boleh mengenakan gaun hitam ke pesta pernikahan, Annelise Fischer.” Aku menghela napas panjang, menarik gaunku lebih erat ke tubuhku, berusaha menghindari tatapan tajam Chloe. Yang kuinginkan hanyalah mengenakan gaun hitam favoritku. Tapi tidak, aturan etiket pernikahan melarangnya. “Ini omong kosong,” gumamku, setengah untuk diriku sendiri. “Lalu, apa pilihanku?” tanyaku jengkel. Jennifer tersenyum tipis, “Bagaimana dengan yang biru muda?” “Yang abu-abu?” usul Chloe antusias, meski aku tahu itu tidak akan membuatku merasa lebih baik. Aku memijat pelipisku. Jennifer terlihat sangat anggun dalam balutan gaun emas metalik berpotongan rendah, dia duduk santai di tempat tidurku sambil menyeruput secangkir teh hijau. Rambutnya yang panjang bergelombang dibiarkan terurai, dengan sedikit highlight keemasan yang berkilauan. Chloe, di sisi lain, memilih gaun mini berwarna hijau zamrud yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuh atletisnya. Rambut coke

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-19

Bab terbaru

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Logan "Godaan di Udara"

    “Tidak, terima kasih.” “Anda yakin? Mungkin kopi? Teh?” "Terima kasih, tapi tidak perlu," jawabku dengan santai. Kalau aku pergi ke toilet sekarang, aku tahu apa yang akan terjadi. Pramugari ini pasti akan mencoba menggodaku lebih jauh. Aku sudah cukup sering berhadapan dengan situasi seperti ini. Tapi kemudian, suara tetanggaku di sebelahku menyela. "Sampanye terdengar menarik," gumamnya, seperti menemukan ide brilian. Aku menyeringai dalam hati. Sepertinya, ada yang lebih menarik dari sekadar godaan ringan. “Saya benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan ini, Tuan Blackwood. Saya sudah memberi tahu atasan saya, dan mereka akan segera mengurusnya.” Aku mengangguk kecil, tidak menghiraukannya dan kembali ke majalah yang menampilkan mobil sport mewah favoritku. “Itu tidak penting sekarang. Tapi terima kasih.” “Kalau ada yang Anda butuhkan lagi…” “Hei,” potong burung gila itu. “Kurasa aku ingin—hei! Halooo?” Dia melambaikan tangan saat pramugari itu berjalan p

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise " Kutukan Jus Cranberry"

    Aku sedang melihat-lihat menu sambil duduk di kursi kelas satu yang super nyaman. Ini seperti duduk di sofa rumah sendiri—kecuali dengan bonus pemandangan awan nanti. “Apa yang dilakukan wanita itu di kursiku?” Leherku menegang. Suara itu datang dari suatu tempat di belakangku. Nada suaranya rendah, tegas, dan... sangat familiar. Dan dia salah. Aku yakin ini kursiku. Aku sudah memeriksa nomor kursinya dua kali. Tidak mungkin aku kembali ke kelas ekonomi sekarang. Aku berpura-pura sibuk mempelajari menu.“Saya minta maaf, Pak,” jawab pramugari dengan nada hati-hati. Rupanya, penumpang kelas satu seperti dia bisa membuat siapa saja merasa gentar. “Penerbangannya sudah penuh, dan semua kursi sudah dipesan.” “Itulah sebabnya saya membeli dua kursi,” katanya ketus. Aku mendengar gumaman pramugari mencoba menenangkan, tapi perhatianku terpecah oleh dua pria yang berjalan melewatiku, membicarakan saham. Begitu mereka berlalu, aku mendengar suara Tuan Sombong lagi. “Ini tidak bi

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Anneliese "Kejutan di Kelas Satu"

    6 Bulan Sebelumnya... "Bisakah kau menyingkir?" gerutu sebuah suara di belakangku. Aku terkejut, menoleh ke arah pria yang berdiri tidak sabar di antrean. "Maaf?" tanyaku gugup. "Anda ingin lewat?" "Tidak," jawabnya dengan cibiran. "Aku ingin idiot-idiot di meja resepsionis itu mempercepat pekerjaan mereka. Aku bisa ketinggalan pesawat gara-gara mereka!" Bau alkohol menyengat dari napasnya. Aku menghela napas dan kembali memandang ke depan. Ada pemabuk menyebalkan di antrean check-in. Bandara sedang ramai karena cuaca buruk yang telah menunda banyak penerbangan, dan suasana semakin tegang. Di belakangku, pria itu terus mengeluh, memaki-maki staf resepsionis, dan melontarkan komentar kasar kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Aku mengabaikannya, tetapi setiap kata yang keluar dari mulutnya membuatku semakin kesal. Aku tidak tahan lagi. Aku berbalik dan menatapnya tajam. "Mereka bekerja secepat yang mereka bisa. Kau tidak perlu bersikap kasar." "Apa?!" teriaknya, amarahnya la

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Gaun Merah untuk Dendam"

    “Kau tidak boleh mengenakan gaun hitam ke pesta pernikahan, Annelise Fischer.” Aku menghela napas panjang, menarik gaunku lebih erat ke tubuhku, berusaha menghindari tatapan tajam Chloe. Yang kuinginkan hanyalah mengenakan gaun hitam favoritku. Tapi tidak, aturan etiket pernikahan melarangnya. “Ini omong kosong,” gumamku, setengah untuk diriku sendiri. “Lalu, apa pilihanku?” tanyaku jengkel. Jennifer tersenyum tipis, “Bagaimana dengan yang biru muda?” “Yang abu-abu?” usul Chloe antusias, meski aku tahu itu tidak akan membuatku merasa lebih baik. Aku memijat pelipisku. Jennifer terlihat sangat anggun dalam balutan gaun emas metalik berpotongan rendah, dia duduk santai di tempat tidurku sambil menyeruput secangkir teh hijau. Rambutnya yang panjang bergelombang dibiarkan terurai, dengan sedikit highlight keemasan yang berkilauan. Chloe, di sisi lain, memilih gaun mini berwarna hijau zamrud yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan lekuk tubuh atletisnya. Rambut coke

  • Gairah CEO: Ditinggal Nikah, Terjebak Cinta Miliader   Annelise "Undangan Pernikahan Sang Mantan"

    "Oh my God!" Mata Jennifer menatapku tajam, seolah ingin membakar lubang di tengkorakku. Ekspresi terkejut terpampang di wajahnya "Apakah salah satu dari kalian mau menjelaskan apa yang terjadi, atau aku harus menebak sendiri?" Chloe tidak berkata apa-apa. Ia hanya menghabiskan sisa anggurnya dalam satu tegukan, lalu berdiri, mengaduk-aduk tasnya. Setelah beberapa saat, ia mengeluarkan dua amplop merah muda identik. Keduanya dihiasi dengan tulisan cantik yang mirip dengan yang ada di amplop Jennifer sebelumnya.Aku sudah menghabiskan tiga gelas whiskey sour sambil menyaksikan gerak-geriknya sebelum ia menyodorkan amplop merah muda itu padaku. Tanganku sedikit gemetar saat mengambilnya, menyadari bahwa kedua pasang mata itu – milik Chloe dan Jennifer – menatapku tanpa berkedip.Aku menarik napas dalam-dalam, lalu merobek pinggirannya dengan hati-hati. Begitu isinya keluar, amplop cantik itu segera terabaikan. Didalamnya terdapat kertas dengan aksen bunga merah muda lembut yang melin

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status