MENGUNGKIT KHULU'
"Nduk! Kau tak usah memulai. Kalau kau terus begini, maka Abah rasa kau lebih baik pulang dulu. Untuk apa jika kau di sini tapi tak bisa mengontrol emosimu? Kita di sini itu untuk mencari solusi bukan untuk memperkeruh keadaan. Kalau memang kau tak ingin bersama suamimu lagi maka kau boleh marah sekalian, tapi jika kau masih ingin bersama suamimu Rio mempertahankan rumah tangga kalian, maka jaga tingkahmu. Kontrol semuanya, jangan sampai emosi seperti itu, kau jangan kekanak-kanakan dan mendahulukan amarahmu seperti ini! Ingat semua yang di lakukan karena emosi, itu hanya membuatmu menyesal nanti," tegur Abah furqon. Mulki hanya bisa diam, karena dia kali ini tak bisa membela sang kakak. Apa yang dikatakan Abahnya menang benar, namun di sisi lain Mulki pun memahami sang kakak melakukan ini karena dia juga sakit hati, dia marah, dan dia kecewa, karena dikhianati sang suami. Ya namanya perempuan, pasti tetap mendahulukan perasaan dari pada logikanya, menuruti semua emosinya meskipun nanti endingnya akan menyesal juga. "Baik sekarang kita mulai ya, di mulai dari Abah dulu, Abah yang inginkan?" tanya Rio. "Abah tak pernah menginginkan hal muluk, Abah hanya ingin Sifa bahagia. Jadi aku minta padamu Rio, apapun yang di lakukan dan di inginkan Sifa maka lakukanlah," kata Abah Furqon. Memang Abah Furqon tak ingin banyak menuntut dari anak dan menantunya. Bukankah sikap Rio kali ini sudah cukup kuat menjadi bukti bahwa menantunya itu benar-benar ingin berubah menjadi lelaki yang lebih baik. "Alhamdulillah kalau begitu, Bah. Semoga saja apa semua yang Rio lakukan ini cukup untuk meyakinkan dirimu Sifa bahwa aku benar-benar ingin berubah dan mempertahankan rumah tangga ini," sindir Rio. Sifa hanya bisa terdiam tak menjawab. "Sebagai seorang mertua jujur saja Abah ingin meminta maaf padamu lebih dulu, maafkan kami yang memang sempat berburuk sangka denganmu, begitupun Sifa dengan sikap dan perbuatannya. Meskipun sekarang hatinya sedang marah, tapi Abah yakin dia juga cukup berterima kasih karena kau telah benar-benar memilih mempertahankan hubungan rumah tangga mu dari pada gadis itu sekarang. Abah rasa Abah tak memiliki banyak permintaan, selain Abah ingin kalian hidup bahagia, jangan lagi ada pertengkaran dalam rumah tangga kalian. Apa lagi yang Abah inginkan, di usia Abah yang semakin tua ini? Tak yang lebih Abah inginkan selain melihat anak-anak berbahagia, melihat anak-anak Abah rukun semua, menua bersama anak cucu. Hanya itu yang Abah inginkan," ucap Abah Furqon. "Kau bisa menjaga Sifa dengan baik kan, karena Sifa adalah anak perempuanku, sama seperti kau yang sayang dan melindungi Humairah anak perempuanmu sendiri. Makanya itu yang Abah inginkan kalian hidup baik dan bahagia," jelas nya. "Lalu kau Mulki, apa yang kau inginkan?" tanya Mulki. "Aku ingin kau segera mengakhiri hubunganmu dengan gadis itu. Kau tak usah mencari tahu informasi tentang dirinya lagi, kau tak ingin usah ingin tahu lagi semua yang ada di dirinya, urus semua urusanmu sendiri dan aku tak ingin kau terlibat urusan nasab. Karena di sana kau tak sepenuhnya salah karena dalam islam pun itu adalah kesalahan seorang wanita, bukan kesalahan seorang lelaki," jawab Mulki. "Mengapa dia begitu gampang berhubungan dengan lelaki yang jelas- jelas suami orang dan mu mengandung serta melahirkan meskipun resikonya sudah jelas tanpa kepastian pernikahan. Jadi menurutku biarlah, biarlah dia merasakan jajarannya, sama seperti kakakku terlepas dari itu. Jika memang kau ingin bertanggung jawab secara material kepada anakmu dan Gendhis. Maka itu tak menjadi masalah bagiku, karena aku pun tak mau memungkiri jika insting mu sebagai seorang Ayah yang baik, tentu ada juga darah yang mengalir atau ikatan batin kau dengannya, apalagi membiayai untuk anak itu yang memang haknya. Tapi kau harus sadar juga bahwa Kakakku Sifa sudah memberikanmu dua anak juga. Bukankah satu anak lebih banyak dari pada wanita itu," sambungnya. "Jadi jangan pernah mencari lagi apapun tentang mereka dan aku minta tolong kepadamu apapun yang di minta Mbak Sifa nanti. Jadi menurutku ini adalah hal yang adil, pertimbangkan lebih lagi semua usulku, karena bagaimanapun juga Mbak Sifa adalah seorang istri yang tersakiti di sini bukan wanita itu! Meskipun kedua wanita itu sama-sama pernah merasakan kesakitan olehmu," kata Mulki. 'Deg' jantung Rio berdetak kencang, ucapan itu sebenarnya cukup membuat Rio terusik dengan sindiran yang begitu berat. Rio menghela nafasnya panjang, dia mengusap wajahnya dengan gusar. Kemudian beralih pandangannya pada Sifa, wanita yang di sebutnya sebagai istri. Meskipun bersembunyi di balik cadarnya. Rio sudah sangat tahu bahwa dia menangis terlihat dari matanya yang sembab. "Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Rio pada Sifa dan menatapnya dengan tatapan tajam. "Aku ingin kau tidak menikahi wanita sundal itu, jika memang kau berpoligami silahkan saja aku tak melarangnya. Tetapi artinya istrimu bukan aku. Permintaan yang kedua aku tak ingin namamu juga tercantum di akte kelahiran anak itu. Meskipun aku sadar perbuatan itu tidak sepenuhnya benar tetapi dalam hukum ini di benarkan. Jika sampai namamu benar-benar ada di sana maka aku akan melakukan hal yang di luar dugaanmu, Mas," jawab Sifa dengan emosi yang menggebu-gebu karena tak menyangka saat seperti ini pun sang Suami masih saja membela wanita itu Bahkan dia menyalahkannya atas semua yang terjadi. "Ketiga aku ingin kau tak berhubungan lagi dengannya, apapun alasannya tak ada alasan berhubungan dengan nafkah. Aku yakin wanita itu jauh lebih mampu dari pada dirimu, pasti dia mendapatkan lelaki yang lebih kaya dan lebih segalanya di bandingkan dirimu, jadi kalau tak usah khawatir. Kalau memang kau masih ingin memberinya jatah bulanan kepada anakmu itu sebagai bentuk tanggung jawab kepada anakmu agar dia tak mengganggu keluarga kita lagi, silakan. Tapi berikan dia bentuk tabungan atau asuransi atau apalah terserah, yang penting dia tidak mengganggu rumah tangga kita dan kau tidak memiliki akses berkomunikasi dengannya," sambung Sifa. "Utuk orang yang membela pelakor, mungkin aku memang terkesan jahat di sini. Tapi itu adalah hal yang paling bisa aku lakukan untuk mencegahnya hancurnya rumah tangga keluargaku, aku begini karena aku pernah dikecewakan begitu, rasanya hal ini adalah balasan yang setimpal," lanjutnya. "Tapi Sifa bukankah kau terlalu..." "Kenapa? Kau keberatan dengan permintaanku, Mas? Kau tak lupakan tentang perjanjian khulu' itu atau perlu aku bacakan perjanjian itu di depanmu?" tantang Sifa. APA YANG SEBENARNYA TERJADI? AKANKAH RIO MAU MENGABULKAN PERMINTAAN SYIFA ITU?BERSAMBUNG Season 1 Selir Kesayangan SuamikuAPAKAH SURGA HARUS SESAKIT ITU, BAH?"Tapi Sifa bukankah kau terlalu...""Kenapa? Kau keberatan dengan permintaanku, Mas? Kau tak lupakan tentang perjanjian khulu' itu atau perlu aku bacakan perjanjian itu di depanmu?" tantang Sifa.Rio hanya terdiam sekarang, percuma saja dia berkata apapun rasanya tak akan memperbaiki keadaan. Dia sadar sang istri begitu karena posisi Sifa saat ini sudah marah dan murka padanya, amarah, benci, sudah menguasai hati nya. Rasanya semua penjelasan yang logis pun terasa tak masuk akal di Sifa sehingga dia memutuskan untuk diam terlebih dahulu."Baiklah terserahmu jika begitu," kata Rio.Rio pun asik menulis di kertas itu. Dia memandang Sifa lagi, lalu bergantian dengan Abah dan Mulki, dia menghela nafasnya panjang. Mau tak mau dia ingin jujur saat ini dari pada harus sembunyi- sembunyi."Sifa, kau adalah istriku kan. Daripada aku bersembunyi-sembunyi di belakangmu atau kau tahu dari orang lain, mending aku mengatakan ini padamu langsung. Aku akan jujur s
KONSEP KELUARGA!Sifa menangis mendengar jawaban Abahnya yang memang terasa menyakitkan baginya. Sebagai istri, Sifa yang tersakiti, Sifa juga yang harus legowo."APAKAH SURGA HARUS SESAKIT INI, BAH? MAS?" tanya Sifa tegas dan penuh penekanan."Nah itu Mulki yang lebih tahu. Bagaimana Le?" tanya Abah Furqon pada Mulki. Mulki menganggukkan kepalanya."Hal ini sebetulnya sudah diatur. Mahkamah Konstitusi atau MK mengatakan bahwa anak di luar nikah mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana putusan MK pada uji materi Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal 43 ayat 1. Hal tersebut tentu perlu diketahui lebih lanjut. Mengingat pentingnya informasi tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah, maka dari itu Merdeka.com rangkum penjelasan tentang tanggung jawab ayah terhadap anak di luar nikah yang perlu untuk diketahui," jawab Mulki."Mbak sudahlah, jangan terlalu drama begitu. Pikirkanlah lagi, rasanya itu juga lebih adil, Mbak. Kita di sini tak bisa menyalahk
AKU HANYA INGIN NAMAMU TERCANTUM DI AKTA BUKAN HARTA!Sekarang mereka semua mengikuti semua strategi yang di perintahkan oleh RIo. Mereka semua bersembunyi di salah satu ruangan seperti gudangnya namun bukan berbatasan dengan tembok tapi terbuat dari triplek sehingga mereka bisa mendengar dengan jelas dan leluasa semua pembicaraan dari dalam sana. Kebetulan ruangan itu berada di belakang meja tempat Rio dan Gendhis nanti harusnya duduk. Mereka sudah izin kepada pemilik cafe untungnya pemilik cafe, dan pemilik cafe itu pun mengizinkan. "Gendhis sudah perjalanan hampir sampai sini," kata Rio."Mari sekarang saatnya," ajak Mulki yang di balas anggukan oleh semua orang.Untuk saja mereka gesit karena baru saja mereka masuk ke dalam ruangan tak beberapa lama kemudian Gendis pun datang. Terdengar dari suaranya yang langsung mengeluh kepada Mulki. Jujur saja sekarang Sifa seperti masih teringat masa lalu nya, masa di mana dia dan almarhum mertuanya datang mendatangi Gendhis. Dan hari semua
CINCIN BERLIAN TERSEMAT DI JARI MANIS GENDHIS"Hey! Dasar wanita tak tahu malu! Tak tahu diri!" bentak Sifa dari yang di susul oleh Abah Furqon dan Mulki.Mereka menyayangkan sikap Sifa yang ternyata tak bisa menahan emosinya. Bukannya apa-apa, mereka sebenarnya berharap bisa mendengar lebih info yang akan di sampaikan oleh Rio. Tapi baru saja beberapa menit Sifa sudah tak bisa menahan emosi yang membuncah di hatinya.Bentakan Sifa membuat Gendhis kaget dan segera menoleh. Dia melihat sudah ada lelaki setengah baya yang kemungkinan itu adalah Bapak Sifa alias Apa Furqon dan Sifa sendiri. Gendis cukup terkejut karena dia tak tahu bahwa mereka semua sudah ada di sini. Dia merasa seperti di keroyok dan di jebak oleh Rio. Dia segera mencengkram pinggiran meja dengan sangat kuat, mencoba menghela nafas panjang. Menghirup semua oksigen yang ada di sana untuk mengumpulkan urat malu, kekuatan, dan keberanian yang di campur menjadi satu."Oh kalian bertiga bersembunyi di balik sana? Kenapa ber
APALAGI YANG KAU INGINKAN?"Ambilah! Aku tak membutuhkannya," kata Gendis melenggang pergi. Dia berhenti di hadapan Mulki."Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan menjadikan ratu diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Alih- alih tetap di sana, Mulki justru keluar untuk mengejar Gendis. Hal yang tidak di sadari oleh mereka semua."Gendis!" perintah Mulki."Apalagi? Apa yang kau inginkan dariku? Harga diriku? Atau apa? Kau merendahkan ku kesekian kalinya?" tanya Gendhis sambil terus berjalan tanpa peduli dengan semua ucapan Mulki. Mulki langsung mensejajarkan."Gendhis, aku tahu kau kecewa denganku. Aku tah
HARAM HUKUMNYA BERTAHAN DEMI ANAK!"Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan meratukan diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Rio terduduk di kursi cafe."Bangunlah, Nduk!" perintah Abah Furqon mencoba mendirikan Sifa. Sifa pun mengikuti perintah Abahnya, dia berdiri dengan di papah sang Abah. Berjalan perlahan, dia sekarang duduk di samping Rio. Abah Furqon beristigfar sambil menghela nafasnya panjang."Sudah hentikan semua drama ini! Istighfar kalian, malu dilihat orang," tegur Abah Furqon kepada Sifa dan Rio."Nduk, Sifa ayo kita pulang saja. Kita selesaikan di rumah ya," ajak Abah Furqon."Ck! Saat sep
ITU NAMANYA MENDZOLIMI DIRINYA SENDIRI"Lalu apa yang harus Sifa perbuat, Bah?" gumam Sifa menatap nanar ke arah Abahnya."Nduk jodoh itu sudah ada yang mengatur dengarkan Abah, jika memang Rio mencintai wanita itu dan kembali padanya biarkan saja. Mungkin memang jodohmu dan Rio hanya sampai saat itu..." jelas Abah."Bah..." panggil Rio."Rio, sama sepertimu. Sifa juga berhak mendapatkan lelaki lain yang lebih bisa membuatnya bahagia dari pada seperti ini. Kau belum pernah menjadi tua seperti Abah, kau belum mengerti bagaimana menjadi orang tua seperti Abah, Rio. Bagaimana sakit hatinya melihat putri kita nelangsa dan sakit seperti ini. Aku yang menemani anakku, dia yang masih menjadi bayi merah sampai bisa melahirkan bayi. Kau tak berubah Rio, hidup anakku hanya kebahagiaan semu semata. Anakku tak bahagia atau anak kalian masih kecil-kecil, Kau masih pantas Sifa untuk mendapatkan lelaki yang lebih baik dan tak hanya Rio saja yang bisa melakukannya," jelas Abah Furqon."Maaf jika Abah
KARMA YANG MENYAKITKAN!"Mumpung-mumpung Abah dan Umi masih sehat, maka bisa menyarankan hal itu padamu. Untuk apa? Hanya satu yang Abah inginkan. Abah tak ingin kau menderita dan kau berhak bahagia, sayangi dirimu sendiri, perkara jodoh tak usah takut Allah pasti akan sudah menyiapkan yang terbaik untukmu. Sekali dua kali kau mengalah dalam rumah tanggamu itu memang benar dan baik dan akan menjadikanmu memperoleh ladang pahala yang begitu mudah. Tapi jika terus-terusan sabar itu menyakitimu maka kau juga masuk dalam kategori mendzolimi dirimu sendiri," sambungnya."Lalu Mbak Sifa harus bagaimana, Bah?" tanya Mulki."Mau tak mau maka Sifa harus mengikhlaskan dan lepaskan," jawab Abah Furqon. Mulki mengangguk setuju, sedangkan Sifa hanya terdiam masih meratapi nasib rumah tangganya. "Mbak sampeyan tadi diantar siapa? Bilanglah pada sopir yang mengantarmu tadi suruh pulang jangan- jangan dia masih menunggumu," ujar Mulki melirik kakaknya drai spion kaca tengah mobil.Sifa hanya mengang