AKU HANYA INGIN NAMAMU TERCANTUM DI AKTA BUKAN HARTA!
Sekarang mereka semua mengikuti semua strategi yang di perintahkan oleh RIo. Mereka semua bersembunyi di salah satu ruangan seperti gudangnya namun bukan berbatasan dengan tembok tapi terbuat dari triplek sehingga mereka bisa mendengar dengan jelas dan leluasa semua pembicaraan dari dalam sana. Kebetulan ruangan itu berada di belakang meja tempat Rio dan Gendhis nanti harusnya duduk. Mereka sudah izin kepada pemilik cafe untungnya pemilik cafe, dan pemilik cafe itu pun mengizinkan. "Gendhis sudah perjalanan hampir sampai sini," kata Rio. "Mari sekarang saatnya," ajak Mulki yang di balas anggukan oleh semua orang. Untuk saja mereka gesit karena baru saja mereka masuk ke dalam ruangan tak beberapa lama kemudian Gendis pun datang. Terdengar dari suaranya yang langsung mengeluh kepada Mulki. Jujur saja sekarang Sifa seperti masih teringat masa lalu nya, masa di mana dia dan almarhum mertuanya datang mendatangi Gendhis. Dan hari semua seperti terulang kembali, semua ingatan masa lu yang menyakitkan hati. "Kenapa kau tiba- tiba mengajak bertemu? Kenapa mendadak sekali dan tiba-tiba, untuk saja aku ada di Ponorogo jika ada di Surabaya bagaimana? Bukankah kau sudah mengatakan dari awal padaku bahwa kau tak ingin bertanggung jawab pada masalah perdata Kai kenapa tiba-tiba kau mengatakan ingin bertemu dan mendiskusikan ini lagi?" keluh Gendhis. "Apa yang sebenarnya ingin kau sembunyikan? Apa yang sebenarnya sedang kau rencanakan saat ini, Mas?" tanya Gendis. "Bagaimanapun juga aku ingin bertanggung jawab kepada Kai, Gendhis. Jika dipikir lagi Kai adalah darah dagingku," kata Rio sambil menghela nafas panjang. "Ini punyamu?" tanya Gendhis mengambil segelas lemon juice yang ada di depan Rio namun sudah tak utuh lagi. "Aku minum. Haus sekali," kata Gendhis. Tanpa jijik Rio melihat wanita itu bekas minumnya, dia memperhatikannya. Wanita berwajah cantik itu sebisa mungkin, dia rasanya tak ingin melepaskan wanita sekarang hatinya belum siap namun bagaimana lagi, takdir harus memisahkan cinta terlarang itu. "Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Gendis yang merasa di perhatikan oleh Rio. "Pesanlah lagi jika memang kau haus," jawab Rio. "Aku sudah memesan sih sebenarnya! Hanya saja menunggunya terlalu lama, jadi aku tergoda dengan es mu," kata Gendhis menyengir memperlihatkan giginya lagi. Ucapan Gendhis itu tanpa di sadari oleh Rio membuat hati Sifa bergemuruh. Sifa merasa Rio lupa bahwa sang istri masih ada di balik sekat gudang yang hanya terbatas dengan triplek itu bisa mendengar semua percakapannya. "Kau dari mana saja?" tanya Rio berbasa-basi. "Mengurus pajak rumah," ujar Gendis. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku sebenarnya, Mas? Tak biasanya kau basa basi seperti ini. Oh ya aku sampai lupa tapi sebenarnya sebelum kau bicara padaku aku ingin memesan tentang goreng juga. Aku lapar sekali dari pagi belum makan, boleh kan?" tanya Gendis. "Kau selalu seperti itu, Gendhis. Tolong jaga kesehatanmu, jangan pernah mengabaikan makan mu, tidak selamanya aku bisa mengingatkanmu," pesan Rio. "Aku tidak memintamu juga untuk bisa mengingatkanku selalu," sahut Gendhis. Rio menghela nafasnya panjang. Sedangkan Gendhis segera memesan kentang goreng. "Gendis, aku ingin berbicara serius denganmu kali ini. Tolong dengarkan semua penjelasanku dulu dan simak dengan baik. Kalau memang ada hal yang ingin kau pertanyakan, maka tanyakanlah nanti. Karena mungkin setelah ini kita harus berpisah, kita tak bisa bertemu lagi. Aku benar-benar ingin mengakhiri semua ini, Gendhis," kata Rio dengan nada suara bergetar. "Seperti yang kau tahu wasiat Ibu, berhari-hari aku sudah memikirkannya. Maafkan aku, Gendhis," kata Rio. 'Deg' Gendhis terdiam, ucapan Rio itu mampu membuatnya syok dan freez seketika. Biasanya justru dialah sebagai wanita yang selalu berkali-kali ingin meninggalkan Rio. Ini pertama kalinya bagi Gendhis mendengar justru Rio ingin menyudahi hubungan ini. "Benarkah? Kenapa tiba-tiba kamu mengatakan hal seperti itu? Aku cukup kaget saja mendengarnya, rasanya terdengar sedikit aneh," gumam Gendhis. "Gendhis, aku mencintaimu! Bahkan aku berani bersumpah demi Allah mengatakan aku masih mencintaimu sampai detik ini. Tapi aku sadar sekarang aku memiliki anak wanita juga, Gendhis. Aku tak mau nasibnya dipermainkan oleh takdir dan lelaki serta pasangannya nanti. Biarlah aku yang menanggung karma semua ini. Aku benar-benar ingin mengakhiri," kata Rio. "Lalu kau pikir bagaimana dengan nasibku? Ah ya sudahlah kau tak usah memikirkan nasibku lagi," sahut Gendhis. "Aku ingin membuat kompensasi untuknya, Gendhis. Aku sadar aku terkesan bajingann, aku yang salah. Namun bagaimana lagi kau sudah tahu posisinya sejak awal kan, posisiku yang memiliki istri dan aku memiliki dua anak darinya. Bukan, bukannya aku tak menganggap anak kita tak penting, tidak seperti itu. Tapi saat ini kau lebih bisa mandiri, lebih bisa mengurus hidupmu sendiri, bahkan tanpaku. Sedangkan Sifa? Dia sangat bergantung hidupnya padaku. Aku tak mungkin meninggalkannya sekarang, tapi aku ingin membuat satu perjanjian denganmu agar sama- sama enak ke depannya," kata Rio. "Perjanjian apa? Rasanya tak perlu," ujar Gendhis benar- benar kecewa. "Tidak Gendhis, dengarkan dulu semua penjelasanku," pinta Rio. "Memang aku tak bisa menikah denganmu dan namaku tak bisa tercantum di dalam akta kelahirannya. Tapi setidaknya aku ingin kau tahu bahwa aku adalah lelaki yang bertanggung jawab, aku akan memberikan kompensasi untukmu," jelasnya. "Aku tak perlu kompensasi mu, Mas. Tapi aku hanya ingin kau mengakui Kai sebagai anakmu juga secara hukum negara," sanggah Gendhis. "Gendhis, hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu dan untuk kai dan anak kita. Aku akan memberikanmu nafkah uang yang bisa kau tuntut secara perdata jika kompensasi yang akan aku berikan ini kurang. Karena perjanjian ini akan aku tulis di dalam sebuah kertas, di tandatangani di atas materai. Kau bisa mengesahkannya lewat pengacara," jelas Rio. "Tidak! Aku tidak butuh semua itu, aku hanya ingin namamu tercantum di akta kelahiran Kai. TITIK! Hanya itu mauku," tegas Gendhis tetap bersikukuh. Mendengar kerasnya sikap Gendhis, Sifa terus mengelus dadanya. Dia tak menyangka dan dia mengira Gendhis dan Rio berbuat sejauh ini. Bahkan tak mengira jika mereka memiliki anak. Sifa masih diam dan menyimak Gendis dan Rio masih berdebat tentang itu. Tanpa mereka sepakati tadi, Rio juga memberikan kompensasi sejumlah jatah uang bulanan tetapi Gendis masih saja kekeh tak mau juga. Dia menginginkan nama Rio, hal ini yang memancing amarah Sifa. Dia pun juga tak bisa mengontrol emosinya lagi. Saat Mulki dan Abah Furqon lengah tiba-tiba Sifa ingin keluar. Akankah kita berhasil keluar dan mengacaukan semua perjanjian itu? BERSAMBUNG Season 1 Selir Kesayangan Suamiku Visual I* author @secilia_hariono di feeds SKSCINCIN BERLIAN TERSEMAT DI JARI MANIS GENDHIS"Hey! Dasar wanita tak tahu malu! Tak tahu diri!" bentak Sifa dari yang di susul oleh Abah Furqon dan Mulki.Mereka menyayangkan sikap Sifa yang ternyata tak bisa menahan emosinya. Bukannya apa-apa, mereka sebenarnya berharap bisa mendengar lebih info yang akan di sampaikan oleh Rio. Tapi baru saja beberapa menit Sifa sudah tak bisa menahan emosi yang membuncah di hatinya.Bentakan Sifa membuat Gendhis kaget dan segera menoleh. Dia melihat sudah ada lelaki setengah baya yang kemungkinan itu adalah Bapak Sifa alias Apa Furqon dan Sifa sendiri. Gendis cukup terkejut karena dia tak tahu bahwa mereka semua sudah ada di sini. Dia merasa seperti di keroyok dan di jebak oleh Rio. Dia segera mencengkram pinggiran meja dengan sangat kuat, mencoba menghela nafas panjang. Menghirup semua oksigen yang ada di sana untuk mengumpulkan urat malu, kekuatan, dan keberanian yang di campur menjadi satu."Oh kalian bertiga bersembunyi di balik sana? Kenapa ber
APALAGI YANG KAU INGINKAN?"Ambilah! Aku tak membutuhkannya," kata Gendis melenggang pergi. Dia berhenti di hadapan Mulki."Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan menjadikan ratu diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Alih- alih tetap di sana, Mulki justru keluar untuk mengejar Gendis. Hal yang tidak di sadari oleh mereka semua."Gendis!" perintah Mulki."Apalagi? Apa yang kau inginkan dariku? Harga diriku? Atau apa? Kau merendahkan ku kesekian kalinya?" tanya Gendhis sambil terus berjalan tanpa peduli dengan semua ucapan Mulki. Mulki langsung mensejajarkan."Gendhis, aku tahu kau kecewa denganku. Aku tah
HARAM HUKUMNYA BERTAHAN DEMI ANAK!"Puas kau dengan ini semua, Mulki. Tapi ingat pion catur mulai baru mulai dimainkan, aku adalah ratu yang tak pernah di ratu kan dan aku akan meratukan diriku sendiri! Jadi berhenti menggangguku!" tegas Gendhis pada semua orang di sanaSifa langsung luruh ke lantai, dia menangis tergugu sesaat setelah Gendhis pergi meninggalkan mereka. Abah Furqon dengan sigap langsung memapahnya, Rio mengusap wajahnya dengan gusar. Dia tak menyangka situasi ini akan menjadi serumit ini. Rio terduduk di kursi cafe."Bangunlah, Nduk!" perintah Abah Furqon mencoba mendirikan Sifa. Sifa pun mengikuti perintah Abahnya, dia berdiri dengan di papah sang Abah. Berjalan perlahan, dia sekarang duduk di samping Rio. Abah Furqon beristigfar sambil menghela nafasnya panjang."Sudah hentikan semua drama ini! Istighfar kalian, malu dilihat orang," tegur Abah Furqon kepada Sifa dan Rio."Nduk, Sifa ayo kita pulang saja. Kita selesaikan di rumah ya," ajak Abah Furqon."Ck! Saat sep
ITU NAMANYA MENDZOLIMI DIRINYA SENDIRI"Lalu apa yang harus Sifa perbuat, Bah?" gumam Sifa menatap nanar ke arah Abahnya."Nduk jodoh itu sudah ada yang mengatur dengarkan Abah, jika memang Rio mencintai wanita itu dan kembali padanya biarkan saja. Mungkin memang jodohmu dan Rio hanya sampai saat itu..." jelas Abah."Bah..." panggil Rio."Rio, sama sepertimu. Sifa juga berhak mendapatkan lelaki lain yang lebih bisa membuatnya bahagia dari pada seperti ini. Kau belum pernah menjadi tua seperti Abah, kau belum mengerti bagaimana menjadi orang tua seperti Abah, Rio. Bagaimana sakit hatinya melihat putri kita nelangsa dan sakit seperti ini. Aku yang menemani anakku, dia yang masih menjadi bayi merah sampai bisa melahirkan bayi. Kau tak berubah Rio, hidup anakku hanya kebahagiaan semu semata. Anakku tak bahagia atau anak kalian masih kecil-kecil, Kau masih pantas Sifa untuk mendapatkan lelaki yang lebih baik dan tak hanya Rio saja yang bisa melakukannya," jelas Abah Furqon."Maaf jika Abah
KARMA YANG MENYAKITKAN!"Mumpung-mumpung Abah dan Umi masih sehat, maka bisa menyarankan hal itu padamu. Untuk apa? Hanya satu yang Abah inginkan. Abah tak ingin kau menderita dan kau berhak bahagia, sayangi dirimu sendiri, perkara jodoh tak usah takut Allah pasti akan sudah menyiapkan yang terbaik untukmu. Sekali dua kali kau mengalah dalam rumah tanggamu itu memang benar dan baik dan akan menjadikanmu memperoleh ladang pahala yang begitu mudah. Tapi jika terus-terusan sabar itu menyakitimu maka kau juga masuk dalam kategori mendzolimi dirimu sendiri," sambungnya."Lalu Mbak Sifa harus bagaimana, Bah?" tanya Mulki."Mau tak mau maka Sifa harus mengikhlaskan dan lepaskan," jawab Abah Furqon. Mulki mengangguk setuju, sedangkan Sifa hanya terdiam masih meratapi nasib rumah tangganya. "Mbak sampeyan tadi diantar siapa? Bilanglah pada sopir yang mengantarmu tadi suruh pulang jangan- jangan dia masih menunggumu," ujar Mulki melirik kakaknya drai spion kaca tengah mobil.Sifa hanya mengang
UGD"Bukan begitu, Rio. Justru aku menghubungimu karena aku yakin dan aku hanya bisa percaya padamu. Aku sudah berjanji tak akan berhubungan lagi dengan Gendhis, maka tolong bantu aku menepati janjiku. Hanya kau lah sekarang yang bisa aku andalkan. Tolong Mulki, tolong kau hubungi Gendis tanyakan bagaimana keadaannya, apakah ada yang terjadi dengannya. Aku akan mengirimkan nomornya padamu, tolong pastikan dirinya baik-baik saja. Jika ada apa-apa hubungi aku, maka aku akan membantunya lewat tanganmu. Jika dia mengalami kecelakaan atau sebagainya tolong bantu dan pastikan. Percayalah padaku Mulki, hanya kau yang bisa ku andalkan saat ini, tolonglah aku! Kali ini saja," pinta Rio.Mulki terdiam sejenak, dia mempertimbangkan semua itu. Bagaimana baik buruknya permintaan Mulki itu, apakah dia mau melakukannya atau tidak. Mulki berpikir keras saat ini, satu posisi dia senang karena bisa dengan mudah mendapatkan nomor Gendhis sendiri tapi di sisi lain Gendhis itu adalah wanita yang menyakiti
APAKAH KAU BAJINGAN ITU?"Apa yang terjadi pada gadis itu? Ternyata benar apa yang di katakan Rio, lelaki itu benar-benar memiliki insting yang tajam dengannya. Apakah aku harus ke sana? Apa alasanku pada semua orang di rumah?" batin Mulki dalam hati."Bah, Mulki pamit dulu ya. Mulki pinjam mobil boleh?" tanya Mulki sambil berpamitan."Mau ke mana, Le?" tanya Abah Furqon, hal yang sebenarnya biasa di tanyakan bapak pada anak namun mampu membuat Mulki bingung."Ah, ini Bah. Mulki mau ke rumah sakit," jawab Mulki."Loh siapa yang sakit? Temanmu?" cerca Abah Furqon yang penasaran karena tiba-tiba Mulki hendak pergi mendadak."Em, anu, Bah. Iya wes dia temen Mulki," jawab Mulki bingung.Abah Furqon hanya tersenyum geli melihat tingkah anaknya seperti itu. Anak lelaki nya seperti menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Abah Furqon mengira Mulki memang dekat dengan wanita namun belum siap mengenalkan pada keluarga, lalu wanita itu sedang sakit di rumah sakit. Itu sebab nya dari tadi Mulki tak
SALAH PAHAM"Keluarga Anak Kai?" tanya Dokter. "Ya, Dok." jawab Mulki."Apakah ini yang di sebut luka dan karma?" batin Gendhis dalam hati."Pak, Bu, kondisi Kai sangat kritis sekarang. Kami sudah memberinya anti bisa, kita akan melihat reaksinya beberapa jam ke depan. Tapi untuk perawatan lebih lanjut kami ingin anak Kai, di pindah ke perawatan ruang intensif. Kita tak tahu ular apa yang menggigit atau mematuk anak Ibu dan Bapak, tapi bisa kami pastikan itu lumayan berbahaya," jelas Dokter itu.Mulki menyimak semua pembicaraan sang dokter, tangan Gendhis tiba- tiba menyentuh tangan Mulki. Entah mengapa refleks Mulki menggenggamnya, seperti memberikan sumber kekuatan untuk Gendhis. Mendengar penyataan dokter tersebut air mata Gendhis menetes, memang apa yang di katakan dokter itu benar. Di Kawasan permukiman, ular terkadang muncul di rumah penduduk, hal itu terjadi karena habitat ular semakin berkurang, alhasil sebagian ular merambah pemukiman."Apakah sebagai Dokter, Dokter ini tak
ANAK PEREMPUANKU DAN SEJUTA MASA LALUNYA!"Kenapa? Kenapa aku yang harus bertanggung jawab atas kebahagiaan Kakak kandungku? Bukankah selama ini kau yang mengecewakan Kakak kandungku, Mas?" ledek Mulki."Mas Rio, Mas Rio. Kau ini aneh dan lucu sekali, kau itu jangan mencari kambing hitam atas rasa cemburumu. Kenapa? Kau masih tak terima kalah dariku? Dari tadi semua ucapan dan pembicaraanmu itu selalu berputar-putar arah! Pembicara kamu sungguh tak jelas seperti itu, kau di sini yang salah tapi kau tak mau mengakui kesalahan," ujar Mulki lirih. Dia tak enak juga jika mama Gendhis mendengarnya.Rio terdiam, dia hanya mengusap wajahnya dengan kasar. Tak lama kemudian Bu Ririn datang dari belakang, sudah tak mengenakan mukena lagi. Hanya mengenakan gamis panjang dan jilbabnya. Tak lama Gendhis menyusul di belakang sang Ibu sambil membawa nampan minuman dan meletakkannya di hadapan Rio."Maaf ya lama," kata Mama Gendis."Oh tidak apa apa, Tante. Kebetulan saya juga baru datang," sahut Mu
KENAPA HARUS AKU YANG BERTANGGUNG JAWAB?Mendengar ucapan Rio itu Gendis terdiam, dia tak mengira Rio akan menilainya seperti itu. Dia cukup kaget meskipun apa yang dikatakan Rio adalah kebenaran. Dia tak mengira serendah itu harga dirinya di hadapan Rio."Apakah sebegitu hina aku di hadapanmu, Mas?" Tanya Gendis dengan mata berkaca-kaca.Rio terdiam diam memandang ke arah wanita yang begitu dia cintai itu, kemudian dia menyadari kesalahannya. Mata cantik itu dulu pasti akan nyalang ketika dia melakukan kesalhan, langsung mendebat tanpa ampun namun sekarang semua sudah berbeda."Dia berubah," batin Rio dalam hati, justru berubahnya Gendhis membuat lelaki itu sedikit ketakutan.Rio meneguk ludahnya dengan kasar dan merutuki kebodohannya sendiri. Ya, karena emosinya tadi dan tak bisa menahannya, sampai dia mengucapkan sesuatu yang mungkin menyakiti hati Gendis. Rio pun melirik Gendhis lagi, wanita itu masih diam. Alih-alih marah justru Gendhis terlihat menyeka air matanya yang mulai
SEHINA ITUKAH AKU DI HADAPANMU, MAS?"Lalu kenapa kau menikah dengan Mulki?" cerca Rio."Aku tidak menikah dengan Mulki!" tegas Gendhis."Gendhis," panggil Mulki lirih, semua menoleh ke arah Mulki. Dengan cepat Gendhis memberikan kode pada lelaki itu, Mulki paham dan diam. Memang kalau di pikir lagi ucapan Gendhis benar, mereka belum menikah tak ada yang salah. "Halah omong kosong!" bentak Mulki."Demi Allah aku tidak menikah dengannya sekarang," sahut Gendhis dengan cepat"Tapi Mulki kan melamarmu," sanggah Rio. Gendhis menghela nafas panjang, sepersekian detik otaknya harus di paksa berpikir secepat mungkin agar dia bisa berkilah namun tak berbohong hanya dengan penyusunan kosakata."Tadinya memang begitu, tetapi aku telah membatalkannya," jawab Gendhis."Membatalkannya? Benarkah? Kau tak berbohong kan? Mengapa kau membatalkannya?" tanya Rio menatap ke arah Mulki dan Gendhis bergantian."Benar Mulki?" selidik Rio. Mulki diam tak menjawab namun dia menganggukkan kepalanya perl
AKU TIDAK MENIKAH DENGAN MULKI!"Allah itu maha pengampun, mungkin doa istrimu, doa mertuamu, atau doa orang tuamu yang dikabulkan Gusti Allah. Bersyukurlah atas itu, jangan sampai kau memiliki pemikiran POLIGAMI lagi!" bentaknya."Lantas kenapa kau berulah lagi? Kenapa kau datang ke sini marah-marah tak jelas seperti ini?" tanya Gendhis."Tak jelas katamu? Hah? Tak jelas? Hahaha!" teriak Rio dengan menatap nyala ke arah Gendis.Entah setan mana yang sedang menyambetnya, dia tiba-tiba maju dan mencengkram dagu Gendis dengan keras, sampai kuku itu sedikit menusuk ke pipi Gendhis. Wanita itu pun meringis kesakitan."Lepaskan!" perintah Mulki. "Tak usah ikut campur!" bentak Rio tanpa menoleh Gendis.Gendhis memberikan kode kedipan mata, membuat Mulki diam. Meski sangat ketakutan, Gendhis berusaha kuat. Jujur saja sekarang dadanya berdetak sangat kencang sekali, dia tak mengira Rio berani sekasar ini. Rio yang pendiam tiba-tiba berubah menjadi arogant bahkan kasar dan cenderung frontal
KETIKA KAU GAGAL JADI MADU KAU MEMBALAS INGIN MENJADI IPARKU!"Bagaimanapun juga dia anakku, Gendis! Tapi konyolnya aku tidak tahu! Aku berhak tahu!" sanggah Rio."Kata siapa? HAH?" bentak Gendhis."Apa maksudmu berkata seperti itu, Gendhis. Bagaimana pun juga aku adalah ayah Kai! Kau tahu itu kan? Sekarang kenapa kau berbicara seolah-olah aku orang asing bagimu dan Kai?" sahut Rio.Tangan Gendhis langsung mengepal, sungguh sakit hatinya sekarang. Marah dan tak terima bergolak menjadi satu dalam hatinya. Dia tak terima kepada sikap Rio, datang tak di undang melukai Mulki, dan sekarang mengatakan bahwa dia memiliki hak atas anaknya. Sedangkan dulu lelaki di hadapannya ini tak bisa memutuskan memberikan kejelasan akta pada putranya. Bahkan dia kembali pada Sifa, istrinya."Sepertinya kau lupa, Mas. Baiklah, aku akan jelaskan," kata Gendhis sambil tersenyum kecut, nada suaranya sudah bergetar menahan tangis dan amarah yang berkumpul menjadi satu."A...apa maksudmu?" tanya Rio dengan nad
DIA ANAKKU! DAN MENINGGAL AKU TAK TAHU!"Semi ustadz?" tanya Rio mengerutkan keningnya."BADJINGAN KAU!" Pekik Rio dalam hatinya.Semakin ke sini dia makin curiga bahwa lelaki itu adalah Mulki. Namun sekali lagi Rio tak ingin tergesa-gesa dulu menyimpulkan. Dia harus mengatur strategi dan taktik agar tak salah jalan. Meskipun dia tak bisa bersama Gendis tetapi jika gadis itu bersama Mulki pun hatinya juga tak rela, menurutnya lebih baik Gendis bersama orang yang tak dia kenal. Dia harus mengumpulkan bukti kuat sebelum mengatakan semua kebenaran ini pada sifa."Mohon maaf Bu Apakah lelaki itu sedikit tinggi mungkin lebih tinggi dari aku dia hobi sekali memakai baju semi Koko begitu kaos tapi bentuknya Koko sedikit putih tetapi tidak terlalu putih juga dan memiliki suara yang sangat kalem sekali benarkah seperti itu tanya Rio mulai menggambarkan ciri-ciri Mulki"Iyo, Mas.""Sik sebentar, Bu. Saya boleh memastikan tidak? Sepertinya yang lelaki itu temanku juga," kata Rio."Ah saya lamat
BADJINGAN KAU!"Apa kau bilang?" tanya Gendis pun mendengus kesal."Entah mengapa tiba-tiba perasaan tak suka mencuat begitu saja, dia tak menyangka jika orang-orang alim yang identik paham dengan agama justru akan melakukan poligami ya meskipun itu tidak disalahkan tapi naluriahnya sebagai seorang wanita tak ingin diduakan."Aku sudah memberikan kesempatan kepada Umi bahwa aku rela dijodohkan dengan siapapun selama wanita itu tahu latar belakangku dan tak ada kebohongan. Dia tahu penyakitku dan dia bisa menerimaku," jelas Mulki."Gendis, kau juga wanita kan? Kau mengerti maksudku. Kau pikir siapa yang mau menikah denganku saat kondisiku seperti ini?" sambungnya."Kau memanfaatkan itu?" tanya Gendhis."Hahaha, bahasamu terlalu jahat. Apalagi aku tidak memanfaatkannya, kau salah, Gendhis. Sebagai orang yang paham tentang agama, aku hanya ingin tak gagal dalam melakukan dan menjalani rumah tangga. Dalam membina sebuah hubungan keluarga aku menginginkan menikah itu langgeng, satu selaman
BERI AKU WAKTU TIGA BULAN!"Jangan pernah memaksa orang tuamu merestuinya. Kalau memang mereka tak ingin anaknya menikah denganku maka aku ikhlas, ini semua bukan salah mereka tapi salahku. Kebodohanku di masa lalu dan sisi egoku," jelas Gendhis."Aku tak masalah jika kau membatalkan. Membatalkan pinangan ini," ujarnya.Mulki terdiam, dia menatap Gendhis dengan tatapan tak percaya. Ya, wanita memanglah begitu, selalu mengedepankan egonya dari pada logikanya. Namun dia tak menduga Gendhis akan langsung menyerah seperti ini. Padahal saat bersama Rio sosok wanita di hadapannya bisa memperjuangkan cinta yang salah."Apa kau berpikir begitu?" tanya Mulki."Ya," jawab Gendhis dengan tegas."Jujur saja ini agak mengecewakan aku," kata Mulki. Gendhis menatap Mulki dengan tatapan bingung dan penuh tanya."Kenapa?" "Ya, bagaimana mungkin dengan mudah kau mengatakan membatalkan lamaran ini? Padahal ini bukan permainan. P
ASSALAMUALAIKUM MANISKU!"Assalamualaikum," sapa Mulki sambil menenteng dua kresek berisi martabak manis dan asin."Waalaikumsalam," sahut Gendhis,"Masuklah, Mulki," perintah Gendhis."Masya Allah manis," kata Mulki."Hah?" sahutnya."Kau manis sekali, manisku," puji Mulki yang otomatis langsung membuat wahag Gendhis merona."Halah aku bisa saja," cebiknya.Gendhis memakai gamis hitam, semenjak ke Tarim dan kondisi berduka Gendhis lebih senang memakai semua pakaian hitam. Termasuk cincin, permata hitam. Antara tanda duka atau tanda yang mencerminkan dirinya sekarang. Meski begitu itu tak mengurangi kecantikan dan aura elegan yang dia tampilkan."Kau sekarang menyukai warna hitam? Itu nampak sangat elegan sekali. Dari pada Gendhis yang biasanya," sambungnya."Kenapa memangnya? Bukankah artinya duka?" jawab Gendhis."Warna hitam memiliki makna simbol yang berbeda bagi setiap orang. Ket