BISMILLAH TA'ARUF!
"Ah iya sama kan seperti di Tarim sini. Semua juga ingin begitu, hanya saja kalau kami dalam satu rumah akan ditingkat berundak dan dibuat untuk anak cucunya tanpa kami harus berada dalam satu dapur sama. Meski jika dipikir lagi masih dalam satu rumah juga," ucap Umi Nisa sambil tertawa renyah. Gendhis menganggukkan kepalanya. Ya memang begitulah di Tarim, mereka memang hidup dalam satu rumah bersama keluarga besar namun setiap lantai memiliki dapur pribadi masing-masing sehingga tidak saling mencampuri urusan satu sama lain. Sedangkan di Indonesia terkadang mereka memang tinggal dalam rumah yang berbeda namun masih acap kali campur tangan rumah tangga satu dengan rumah tangga lainnya, antar ipar, sehingga seringkali menimbulkan konflik. "Alhamdulillah, Nak. Sepertinya Allah memang menyayangimu. Dia memang berniat untuk berdakwah di Indonesia namun rasa cintanya di kota Tarim ini begitu besar, sehingga dia kembali lagi ke sini unDARI SAMBUSA SAMPAI BOLU RAWANI"Apa maksudnya, Bah?" tanya Gendhis."Kau bisa menanyakan sendiri nanti kepadanya nanti, Nak. Tapi sebaik-baiknya kau bertanya Jangan pernah menanyakan tentang masa lalunya, Nak. Masa lalu itu biarlah menjadi rahasianya sendiri. Karena itu adalah aib nya. Yang penting kan hubungan kalian akan mendatang. Bagaimana kalian menghadapi semua ini bersama," ujar Abah Usman. Gendis pun menganggukkan kepalanya paham. "Nah jika kau sudah bersedia dan kau mau, maka Abah akan mempertemukan kalian di puasa hari ketiga. Bagaimana menurutmu?" tanya Abah Usman."Umi ikut saja bagaimana baiknya untuk Gendis. Apakah kau keberatan jika kita bertemu di hari ketiga puasa, Nak? Itu artinya kau masih ada waktu tiga hari untukmu istikharah, Nak," perintah Umi Nisa."Iya Mi, Gendhis semenjak setelah mendapatkan restu dari ibu di Indonesia apalagi Umi dan Abah yang mencarikannya maka Gendhis tidak keberatan. Gendhis pasrah dan minta tolong dengan sangat arahan Abah dan Umi," uc
ASTAGFIRULLOH! LELAKI ITU?"Gendis nak turunlah!" perintah Umi Nisa saat adzan magrib hendak berkumandang.Gendis pun turun dari kamarnya yang memang sengaja berada di lantai dua. Pasti lelaki itu sudah datang dan sekarang sedang berbincang dengan Abah Usman di depan. Jantung Gendhis berdetak tak karuan."Apakah begini jika semua di lakukan karena Gusti Allah? Begitu indah, mendebarkan," batin Gendhis."Gendhis, nanti kau hidangkan makanan dalam nampan itu ya. Umi sudah sengaja membuatkan dua nampan makanan. Lelaki itu sangat pemberani sekali, bahkan dia datang sendiri tak di temani siapapun," puji Umi Nisa. Lagi ucapan Umi Nisa itu membuat Gendhis tersipu malu. Dia sangat penasaran seperti apa lelaki yang akan menjadi calon suaminya itu."Iya, Mi," jawab Gendhis."Nah satu nampan teh hangat dan air itu untuk Abah Usman dan lelaki itu, satu untuk kita berdua makan. Meskipun kita nanti akan makan berpisah, jika memang kau tidak nyaman," kata Umi Nisa. Gendhis menganggukkan kepalanya.
TANGIS GENDHIS"Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu mereka kerjakan. Bukankah begitu, Abah?" tanya Mulki."Tafsir wajiz nya memang barang siapa mengerjakan kebajikan sekecil apa pun, baik dia laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman dan dilandasi keikhlasan, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik di dunia dan akan Kami beri dia balasan di akhirat atas kebajikannya dengan pahala yang lebih baik dan berlipat ganda dari apa yang telah mereka kerjakan," jawab Abah Usman."Sedangkan tafsir tahlili, Kemudian Allah swt dalam ayat ini berjanji bahwa Allah swt benar-benar akan memberikan kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia kepada hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan, yang mengerjakan amal saleh yaitu segala amal yang sesuai petunjuk Al-Qur'an dan
La Tahzan!"Tidak Abah. Tidak begitu, justru Gendhis ini merasa terharu, senang, sedih, bercampur menjadi satu," ujar Gendis sambil mengusap air matanya, nada suara gadis sudah bergetar berusaha sebisa mungkin menahan semua tangisnya."Lalu, mengapa kau menangis, Nak? Apa yang membuatmu sedih seperti itu? Kalau kau memang bahagia harusnya kau tersenyum. La tahzan, jangan lah engkau bersedih, Nak," ujar Abah Usman. Maryam anak Abah Usman pun berjalan mendekati Gendis."Ya Mama Gendis, kenapa engkau menangis? Apa ada yang membuat Mama Gendis sedih?" tanya gadis itu dengan polosnya.Ya selama ini anak Abah Usman memanggil Gendis dengan sebutan Mama. Gendhis lah yang memintanya sebagai pengobat rasa rindunya kepada almarhum anaknya, Kai."Apakah Paman itu yang membuat Mama Indonesia ku ini sedih? Apakah Paman itu yang membuat Mama Gendis menangis? Kalau iya maka aku akan menjewernya untuk Mama Gendis dan sedikit menasehatinya," kata Maryam dengan bersungguh-sungguh.
Kau dandelion dan aku anginnya"Apa yang ingin kau tanyakan padaku, Gendhis. Tanyakanlah, aku akan menjawab semuanya," perintah Mulki."Kenapa kau pergi begitu saja? Seolah mempermainkan aku! Mulki kau tahu kan? Kau mengerti kan aku adalah wanita yang sangat mudah tersentuh dan terbawa perasaanku sendiri. Kau datang bagaikan pahlawan di tengah aku sedang kesusahan karena Kai. Kau meyakinkan tak hanya aku saja, namun Ibuku juga. Kau dengan baiknya memperlakukan ku seperti orang yang begitu spesial bagimu, di hadapanmu. Tapi mengapa tiba-tiba setelah itu juga kau pergi tanpa berpamitan? Bukankah itu terlalu kejam?" tanya Gendhis sambil mendongakkan kepalanya. Dia baru berani menatap Mulki."Gendis kau salah paham. Sungguh sebnarnya semua tidak seperti yang kau pikirkan. Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku akan menjawab kenapa aku pergi begitu saja setelah kepulangan dari sana. Jawabannya karena setelah pulangnya aku dari rumahmu, aku tak sadarkan diri hampir seharian dan sa
RESTU!"Saat bunganya luruh satu demi satu terhempas angin, saat itu pula dia tidak bisa berharap dia akan kembali ke tempatnya dulu. Sama seperti aku sekarang ini Mulki. Tak ingin terjebak dalam kisah masa lalu," sahut Gendhis."Tapi kau lupa bahwa aku adalah angin itu, Gendhis. Aku adalah angin yang pernah kau tantang dan membawamu terbang tinggi menjelajah angkasa. Sekarang angin itu datang untuk menjemputmu kembali pulang. Semua di awali dari Assalamualaikum di Tarim dan di akhiri ucapan Sah di Indonesia. Terimalah aku, Gendhis," pinta Mulki."Tidak semudah itu Mulki, aku tidak bisa menerimamu begitu saja. Banyak hal yang harus dipertimbangkan apalagi untuk ke tahap hubungan menikah. Mulki, menikah itu menyatukan dua keluarga bukan kau dan hanya aku saja," jelas Gendhis."Kita bisa memperjuangkannya sama-sama kan, Gendhis?" usul Mulki. Gendhis menggelengkan kepalanya sambil menangis. Maryam memeluk dengan kuat tubuh Gendhis. Abah Usman menghela napasnya deng
LUKA ITU PERLU WAKTU UNTUK SEMBUH!"Ketika kita memang bisa menikah nanti, maka aku berjanji akan membuatmu nyaman, itu yang pertama. Kau tahu sendiri kan bagaimana aku memperlakukanmu selama ini? Kita hanya perlu mendapatkan restu orang tuaku saja. Ketika nanti kita sudah mendapatkan restu dengan Abah Umi dan Kak Sifa, maka kita bisa menikah dan jika memang kau tidak nyaman dengan keberadaan Kak Sifa nanti dan suaminya maka aku akan mengusulkan kepadamu untuk tidak bertemu dulu. Tapi tidak ada niatku untuk membuatmu seatap dengan kedua orang tuaku, Gendhis. AKU JANJI! Kita tetap akan tinggal terpisah," bujuk Mulki."Tapi apakah kau bisa menerimaku, Gendis? Secara kau tahu sendiri bagaimana keadaanku. Kau tahu sendiri kan dari segi ekonomi tentu aku tidak bisa menyamai mu. Bahkan kau lebih unggul," jelas Mulki."Percayalah wanita itu tak butuh harta ketika dia sudah jatuh cinta. Apalagi aku, tidak pernah memandang lelaki dari segi ekonominya. Tapi aku takut terluka ya, aku takut terlu
INDAHNYA ROMANSA CINTA MASA MUDA"Bah, bolehkan Mulki meminta tolong pada Abah?" tanya Mulki."Apa itu, Nak?" jawab Abah Usman."Tolong bantu Mulki mengatakan niatan baik Mulki menikahi Gendhis pada orang tua Mulki di Indonesia ya, Bah. Jujur saja sebenarnya Mulki percaya dan yakin kedua orang tua Mulki akan memberikan restu itu meskipun tanpa keikhlasan. Setidaknya jika Abah Usman membantu mengatakan pada Abah dan Umi ku, maka mereka akan yakin Gendhis sudah berubah. Dan bagaimana baiknya hubungan ini? Bagaimana cara Mulki agar tak menyakiti hati Mbak Sifa dan tak mengalah juga karena Mulki sungguh menginginkan Gendhis, Bah," jelas Mulki.Mulki sadar jika pernikahan merupakan ikatan sakral yang menyatukan dua insan manusia yang saling mencintai untuk menjalani hidup bersama. Namun perjalanan menuju pernikahan terkadang bisa terhalang oleh tak adanya restu dari orang tua. Dalam Islam, seorang laki-laki dilarang untuk menikahi perempuan tanpa adanya restu orang tua atau wali dari pihak