La Tahzan!
"Tidak Abah. Tidak begitu, justru Gendhis ini merasa terharu, senang, sedih, bercampur menjadi satu," ujar Gendis sambil mengusap air matanya, nada suara gadis sudah bergetar berusaha sebisa mungkin menahan semua tangisnya."Lalu, mengapa kau menangis, Nak? Apa yang membuatmu sedih seperti itu? Kalau kau memang bahagia harusnya kau tersenyum. La tahzan, jangan lah engkau bersedih, Nak," ujar Abah Usman. Maryam anak Abah Usman pun berjalan mendekati Gendis."Ya Mama Gendis, kenapa engkau menangis? Apa ada yang membuat Mama Gendis sedih?" tanya gadis itu dengan polosnya.Ya selama ini anak Abah Usman memanggil Gendis dengan sebutan Mama. Gendhis lah yang memintanya sebagai pengobat rasa rindunya kepada almarhum anaknya, Kai."Apakah Paman itu yang membuat Mama Indonesia ku ini sedih? Apakah Paman itu yang membuat Mama Gendis menangis? Kalau iya maka aku akan menjewernya untuk Mama Gendis dan sedikit menasehatinya," kata Maryam dengan bersungguh-sungguh.Kau dandelion dan aku anginnya"Apa yang ingin kau tanyakan padaku, Gendhis. Tanyakanlah, aku akan menjawab semuanya," perintah Mulki."Kenapa kau pergi begitu saja? Seolah mempermainkan aku! Mulki kau tahu kan? Kau mengerti kan aku adalah wanita yang sangat mudah tersentuh dan terbawa perasaanku sendiri. Kau datang bagaikan pahlawan di tengah aku sedang kesusahan karena Kai. Kau meyakinkan tak hanya aku saja, namun Ibuku juga. Kau dengan baiknya memperlakukan ku seperti orang yang begitu spesial bagimu, di hadapanmu. Tapi mengapa tiba-tiba setelah itu juga kau pergi tanpa berpamitan? Bukankah itu terlalu kejam?" tanya Gendhis sambil mendongakkan kepalanya. Dia baru berani menatap Mulki."Gendis kau salah paham. Sungguh sebnarnya semua tidak seperti yang kau pikirkan. Aku bisa menjelaskan semuanya. Aku akan menjawab kenapa aku pergi begitu saja setelah kepulangan dari sana. Jawabannya karena setelah pulangnya aku dari rumahmu, aku tak sadarkan diri hampir seharian dan sa
RESTU!"Saat bunganya luruh satu demi satu terhempas angin, saat itu pula dia tidak bisa berharap dia akan kembali ke tempatnya dulu. Sama seperti aku sekarang ini Mulki. Tak ingin terjebak dalam kisah masa lalu," sahut Gendhis."Tapi kau lupa bahwa aku adalah angin itu, Gendhis. Aku adalah angin yang pernah kau tantang dan membawamu terbang tinggi menjelajah angkasa. Sekarang angin itu datang untuk menjemputmu kembali pulang. Semua di awali dari Assalamualaikum di Tarim dan di akhiri ucapan Sah di Indonesia. Terimalah aku, Gendhis," pinta Mulki."Tidak semudah itu Mulki, aku tidak bisa menerimamu begitu saja. Banyak hal yang harus dipertimbangkan apalagi untuk ke tahap hubungan menikah. Mulki, menikah itu menyatukan dua keluarga bukan kau dan hanya aku saja," jelas Gendhis."Kita bisa memperjuangkannya sama-sama kan, Gendhis?" usul Mulki. Gendhis menggelengkan kepalanya sambil menangis. Maryam memeluk dengan kuat tubuh Gendhis. Abah Usman menghela napasnya deng
LUKA ITU PERLU WAKTU UNTUK SEMBUH!"Ketika kita memang bisa menikah nanti, maka aku berjanji akan membuatmu nyaman, itu yang pertama. Kau tahu sendiri kan bagaimana aku memperlakukanmu selama ini? Kita hanya perlu mendapatkan restu orang tuaku saja. Ketika nanti kita sudah mendapatkan restu dengan Abah Umi dan Kak Sifa, maka kita bisa menikah dan jika memang kau tidak nyaman dengan keberadaan Kak Sifa nanti dan suaminya maka aku akan mengusulkan kepadamu untuk tidak bertemu dulu. Tapi tidak ada niatku untuk membuatmu seatap dengan kedua orang tuaku, Gendhis. AKU JANJI! Kita tetap akan tinggal terpisah," bujuk Mulki."Tapi apakah kau bisa menerimaku, Gendis? Secara kau tahu sendiri bagaimana keadaanku. Kau tahu sendiri kan dari segi ekonomi tentu aku tidak bisa menyamai mu. Bahkan kau lebih unggul," jelas Mulki."Percayalah wanita itu tak butuh harta ketika dia sudah jatuh cinta. Apalagi aku, tidak pernah memandang lelaki dari segi ekonominya. Tapi aku takut terluka ya, aku takut terlu
INDAHNYA ROMANSA CINTA MASA MUDA"Bah, bolehkan Mulki meminta tolong pada Abah?" tanya Mulki."Apa itu, Nak?" jawab Abah Usman."Tolong bantu Mulki mengatakan niatan baik Mulki menikahi Gendhis pada orang tua Mulki di Indonesia ya, Bah. Jujur saja sebenarnya Mulki percaya dan yakin kedua orang tua Mulki akan memberikan restu itu meskipun tanpa keikhlasan. Setidaknya jika Abah Usman membantu mengatakan pada Abah dan Umi ku, maka mereka akan yakin Gendhis sudah berubah. Dan bagaimana baiknya hubungan ini? Bagaimana cara Mulki agar tak menyakiti hati Mbak Sifa dan tak mengalah juga karena Mulki sungguh menginginkan Gendhis, Bah," jelas Mulki.Mulki sadar jika pernikahan merupakan ikatan sakral yang menyatukan dua insan manusia yang saling mencintai untuk menjalani hidup bersama. Namun perjalanan menuju pernikahan terkadang bisa terhalang oleh tak adanya restu dari orang tua. Dalam Islam, seorang laki-laki dilarang untuk menikahi perempuan tanpa adanya restu orang tua atau wali dari pihak
IDE MENIKAH SIRI!Gendis yang tak tahu apa-apa dan masih bingung pun saling berpandangan memandang Umi Nisa. Umi Nisa pun tersenyum juga. Sungguh indah romansa cinta muda."Apa maksudnya Umi?" tanya Gendis."Mengapa kok bisa mengambil minuman dingin tanpa Mulki minta, Nak?" sahut Umi Nisa."Karena saya tahu dulu memang Mulki menyukai minuman dingin, Umi. Kenapa memangnya, Umi? Benar kan Mulki?" tanya Gendhis."Bahkan saat menjaga almarhum anak saya kayak dulu di rumah sakit, dia juga lebih suka meminum minuman dingin saat selesai makan. Jadi itu sebabnya saya menyimpulkan bahwa Mulki memang lebih suka minum-minuman dingin dan kopi. Tapi kan tak baik minum kopi saat seperti ini apalagi lambung masih kosong hanya makan saat berbuka tadi. Takut asam lambung," ujar Gendis."Dan tanpa sadar melarang Mulki meminum susu jahe hangat karena takut tersedak? Karena jahe pedas? Bukankah itu tanda khawatir?" tanya Umi Nisa. Wajah Gendhis memerah malu."Astagfirullah, Mi. Padahal tadi Gendhis hanya
BUKAN SEKEDAR TENTANG ZINA! "Baiklah kalau begitu, misal ini hanya misal dulu Abah Usman memiliki usul. Bagaimana kau menikah dengan Mulki dalam beberapa hari ini? Bagaimana menurut kalian? Karena jujur saja Abah ini khawatir sekali dengan kalian. Khawatir karena kalian ini sebelumnya kan saling mencintai, bagaimanapun juga kalian ada rasa satu sama lain. Abah khawatir Itu justru akan menggiring sekalian ke tindakan zina, bukan zina secara fisik saja tetapi zina hati karena kalian saling mencintai," terang Abah Usman. "Mulki dan Gendhis serta kau juga Umi, dengarkan lah Abah. Islam adalah agama rahmatan lil’alamin, Allah SWT selalu memberi pengetahuan tentang zina baik dalam Al Quran maupun hadits. Perbuatan zina adalah sebagai perbuatan bersenggama antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahramnya atau bukan pasangan halal. Selain zina besar, ada pula yang disebut dengan dengan zina kecil. Hal itu diartikan sebagai perbuatan yang dapat menghantarkan seseorang
WETON BEDA CINTA PUN BISA KANDAS BEGITU SAJA! "Astagfirullah, memangnya kenap? Apakah kalau dengan adat jawa itu tak boleh menikah? Meski di perbolehkan secara agama?" tanya Umi Nisa. "Kalau di Jawa memangnya bagaimana, Nak?" tanya Umi Nisa yang juga penasaran. Umi Nisa ini memang haus sekali akan ilmu pengetahuan. Dia mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan budaya. Tidak hanya apa yang dianut oleh masyarakat Tarim atau Arab saja, namun dia sering belajar dengan budaya-budaya Asia. Masyarakat Jawa dikenal masih menjaga budaya dan tradisi yang diturunkan oleh para leluhur, termasuk dalam pelaksanaan pernikahan. Salah satu hal dalam sebuah pernikahan adat Jawa adalah tahapan memilih pasangan yang sesuai dengan filosofi bibit, bebet, dan bobot. "Biasanya pihak keluarga terutama orang tua akan membuat patokan ideal mengenai kriteria bibit, bebet, dan bobot pasangan bagi anak-anaknya, Umi. "Apa itu?" tanya Abah Usman juga mulai tertar
AKU PERNAH MENJADI PERUSAK RUMAH TANGGA! "Untuk apa, Gendhis? Masalah harta?" tanya Mulki. "Ini bukan tentang harta, Mulki. Tetapi lebih kepada tentang kesetiaan," jelas Gendhis. "Kenapa? Apakah kau meragukan ku?" tanya Mulki sedikit tersinggung. "Bukan begitu, aku melakukan ini demi kebaikan kita nanti. Aku pernah menjadi perusak rumah tangga, kau tahu sendiri kan? Jadi aku takut jika hukum tabur tuai itu ada dan mengenai ku nanti. Mulki, aku memang ingin egois sekarang karena aku hanya ingin menyelamatkan apa yang menjadi hak anak-anakku nanti. Mendapatkan kasih sayang utuh antara Bapak dan Ibunya, aku tidak pernah menuntut apapun dari suamiku apalagi masalah tentang harta. Aku akan menerima berapapun nafkah yang kau berikan nantinya, tetapi aku hanya meminta kepada suamiku nanti tentang kesetiaan. Karena aku sangat menghargai yang namanya kesetiaan," jawab Gendhis. "Aku pernah menjadi orang ketiga dan aku tidak mau jika ada orang