"Jadi siapa yang akan menjelaskan situasi ini terlebih dulu?" tunjuk Adrian."Apa aku harus menjelaskan situasi kita pada kekasihmu ini, Keina?"Keina tersentak mendengar pertanyaan Alden seolah memberikan ancaman mengenai kejadian. Ia menelan ludahnya, memberikan tatapan tajam ke arah Alden, "Jangan coba-coba berbicara omong kosong, Alden.""Kenapa? Bukankah kita harus memberi tahu kebenarannya?" Alden mengalihkan tatapannya ke arah Adrian, "Kau benar-benar ingin tahu?"Keina terhenyak, jantungnya berdegup dengan cepat saat Alden menghampiri Adrian. Ia menghela nafasnya panjang, padahal ia sudah meminta Alden untuk menyimpan rahasia, tapi sepertinya pria itu tidak berpikir begitu. Keina memejamkan mata, sudah menyiapkan diri jika Alden hendak membongkar pertemuan mereka semalam."Kami hanya membeli makanan ringan untuk anak-anak-anak, kau bisa mengeceknya di bagasi mobilku."Keina membuka matanya dengan cepat saat mendengar balasan Alden. Apa ia tidak salah dengar? Jadi Alden menurut
"Siapa yang kau bawa itu, Alden? Bukankah kau ingin memperbaiki hubunganmu dengan Keina?" ujar Audrey sambil memijat kepalanya ketika Alden tiba di rumah mereka. Ia pikir Alden akan membawa Keina kembali ke rumah ini, namun apa yang puteranya lakukan sungguh di luar dugaan. Alden malah membawa seorang wanita muda yang entah darimana asalnya."Dia rekan kerja Alden, Ma, Papa juga kenal.""Dan kamu malah membawanya kemari?""Dia hanya ingin berkenalan dengan kalian,"Audrey berdecak, sungguh ia tidak mengerti kenapa puteranya malah melakukan suatu hal yang jauh daripada yang ia harapkan, "Mama hanya ingin mendapat kabar baik tentang hubunganmu dan Keina, tapi kenapa malah ada wanita lain lagi di hubungan kalian?" Geram Audrey dengan setengah berbisik."Keina memutuskan bertunangan dengan orang lain, jadi ya... Semua itu tiba-tiba terjadi.""Apa? Apa kamu yakin?""Ya, Mama bisa mengeceknya jika memang penasaran. Dia akan bertunangan dengan Adrian,""Adrian itu adalah dokter yang memeriks
"Kamu akan terus berdiam diri seperti ini?"Alden menghela nafasnya panjang mendengar teguran dari Audrey, "Lalu menurut Mama apa yang harus aku lakukan?""Kamu harus menahan Keina, Alden.""Aku sudah berusaha Ma, tapi Keina tidak memberikan jalan untukku. Semua usahaku sia-sia."Tepat saat ia merasa frustasi, bel pintu rumah Keluarga Syarakar berbunyi dengan nyaring. Alden kembali menjatuhkan dirinya ke arah kursi sofa saat Audrey berlalu untuk membuka pintu bagi tamu mereka. Siapa yang datang kemari, Alden sama sekali tidak perduli. Tubuh dan hatinya terasa lemas, ia sudah tidak memiliki jalan lagi untuk mendapatkan Keina kembali."Siang Alden,"Alden tersentak saat mendengar suara itu, ia segera bangkit dari rebahnya, matanya melebar sempurna saat melihat kedatangan Tiana ke rumah mereka."Mama Tiana?""Ya ini saya,""Kamu lihat seperti itulah kelakuan Alden setelah bercerai dengan Keina, Tiana."Alden menghela nafas mendengar keluhan Audrey, ia memilih mengabaikan keluhan Audrey l
Keina tidak menyangka jika rumah ini masih berdiri di tempat yang sama. Keadaannya tidak berubah, seluruh perabotannya masih utuh dan terlihat sangat terawat."Bukankah yang ku dengar kau menjual rumah ini, Alden? Tapi kenapa semuanya masih tetap sama?""Tadinya aku berniat begitu saat kita bercerai, tapi rasanya terlalu berat."Keina terhenyak saat Alden menarik tubuhnya lalu merapatkan tubuh mereka. Alden menatap Keina dengan dalam membuat jantung Keina kembali berdebar dengan cepat saat merasakan begitu intimnya posisi mereka saat ini."Kau tahu Keina? Bayanganmu terlalu lama terpatri di pikiranku sejak kau mengandung Nara. Aku tidak bisa menyingkirkan bayanganmu begitu saja yang berkeliaran di rumah ini, maka aku membiarkannya, berharap kau akan kembali ke rumah ini suatu hari nanti dan memaafkan segala kesalahanku. Aku sempat kecewa karena kau akan bertunangan dengan Adrian, mungkin aku akan menjual rumah ini ketika kau benar-benar menikah dengan pria lain."Perasaan Keina terasa
"Papa pasti sangat marah pada kita, apa kau siap menghadapi kemarahannya?" ujar Keina saat mereka berada di depan pagar rumahnya.Alden terlihat menghela nafas, ia mengulurkan tangannya ke arah Keina, "Bagaimanapun kita harus menghadapinya, bukan?"Tepat saat mereka hendak masuk ke dalam rumah terdengar perdebatan dari luar."Pokoknya Papa akan melaporkan Alden ke polisi, Ma.""Astaga Pa, Mama yakin mereka sebentar lagi pulang."Alden menelan ludahnya, perlahan ia mengetuk pintu rumah Keina yang sudah terbuka."Pa, Ma, tidak perlu melapor polisi, Alden sudah membawa Keina pulang."Raut wajah Handika seketika mengeras melihat kedatangan Alden, dengan wajah yang merah padam ia merangsek maju ke arah Alden lalu plaaak!"Papa!" Keina berteriak dengan kuat saat Handika mendaratkan tamparan yang begitu kuat ke pipi Alden.Alden terlihat meringis kecil, namun sama sekali tidak memberikan reaksi apapun mendapat tamparan seperti itu."Berani sekali kamu membawa lari anak saya!"Keina segera be
Setelah pulang dari rumah Keina, Alden kembali ke rumahnya. Ia kira, ia bisa beristirahat dan memikirkan langkah selanjutnya untuk membujuk ayah Keina dengan baik, namun ketika sampai di depan pintu, Alden dikejutkan dengan Clara yang berlari memeluknya dengan erat sesaat setelah ia tiba."Clara, kau?""Akhirnya kamu pulang Alden. Bagaimana dengan Keina?" ujar Audrey refleks, namun ia segera menutup mulutnya saat melihat Clara yang menatap ke arah Alden dengan tajam."Eh maksud Mama, Clara sudah menunggu kedatangan kamu sejak tadi, kalau begitu nanti kita bicara lagi masalah semalam," ralatnya dengan cepat lalu kemudian beranjak pergi.Sepeninggal Audrey, Alden segera melepas pelukan mereka dengan cepat. Clara yang merasakan perubahan sikap Alden dan tidak paham dengan perkataan Audrey segera mendekat ke arahnya dengan tatapan tajam yang masih mengikuti, "Apa maksudnya itu Alden? Kau pergi dengan Keina semalam?"Alden menghela nafas, saat ini perasaannya tengah lelah, tapi Clara mal
Hari terpenjara Keina pun dimulai, tanpa ponsel, tanpa apapun yang bisa membuatnya bisa menghubungi Alden, Keina merasa sangat tersiksa. Bukan hanya ponsel, bahkan Keina tidak diizinkan untuk keluar rumah selama beberapa hari. Saat ayahnya terlihat akan pergi menuju restoran, Keina merasa cukup bersemangat. Jika ayahnya tidak ada di sini, setidaknya ia bisa keluar sebentar jika hanya ibunya yang mengawasinya. Namun, apa yang ia harapkan jauh dari kenyataan, Handika tiba-tiba membawa seorang pria dewasa ke hadapannya."Namanya Amer, dia akan mengawasi kamu di rumah ini."Keina terhenyak mendengarnya, kegilaan ayahnya rupanya sudah melebar kemana-mana, Handika bahkan menempatkan seseorang untuk mengawasi dirinya agar tidak keluar rumah sembarangan."Apa Papa harus melakukan ini?" pekik Keina tidak percaya."Jangan membantah! Papa tahu kamu pasti mencari kesempatan menemui Alden saat Papa tidak ada di rumah, jadi Papa harus menempatkan orang lain untuk mengawasimu karena Mama pasti berpi
Keina terperangah mendengar ucapan Adrian, "Apa? Menikah denganmu? Apa kau tidak salah bicara, Adrian?" Tanyanya tidak percaya, saat ini ia sedang ingin menjalin hubungannya kembali dengan Alden, lalu kenapa Adrian malah mengajukan syarat seperti itu?"Apa yang salah? Aku memang ingin menikah denganmu sejak dulu.""Kau tahu aku sama sekali tidak bisa menikah denganmu, Adrian. Kau tahu bagaimana perasaanku pada Alden,""Ya, aku tahu. Lalu kenapa? Kau bisa menghapus perasaanmu untuk Alden dan mulai memunculkan perasaanmu untukku.""Apa kau pikir menghapus dan memunculkan sebuah perasaan itu semudah membalikkan telapak tangan, Adrian?" ujar Keina dengan ketus."Kau bisa memulainya dari sekarang, kau bisa jika berusaha.""Aku sudah memiliki perasaan kepada Alden selama seumur hidup, kau juga tahu beberapa bulan aku mencoba menghapus perasaanku ini, tapi selalu saja gagal.""Itu karena kau tidak berusaha lebih keras Keina." Adrian tiba-tiba menghentikan mobilnya lalu mendekatkan wajahnya k
"Kau benar-benar akan pergi sekarang? Tanpa melihat pernikahanku terlebih dulu?" rengek Keina kepada Adrian. Hari ini adalah hari dimana Adrian memutuskan untuk melanjutkan perjalanan seperti yang ia sudah ia rencanakan sedari awal. Karena keadaan Alden sudah stabil, ia merasa cukup tenang meninggalkan Keina sendirian sekarang."Bukankah sudah ku bilang, aku tidak akan mau menanggung resiko menangis di hari itu."Keina membrenggutkan wajahnya, ia segera merentangkan tangannya di depan Adrian, "Kalau begitu aku akan memelukmu saja."Adrian tersenyum kecil mendengar ucapan itu, ia segera memeluk Keina dengan erat."Apa aku patung di sini?" timpal Alden yang sedari tadi hanya mengawasi tingkah Adrian dan juga Keina. Matanya menatap tajam ke arah mereka yang malah asyik berpelukan. Sebal melihatnya, Alden segera menarik tubuh mungil Keina untuk menjauh dari jangkauan Adrian, "Sudah hentikan, jika kau terus memeluknya seperti itu, ia akan mengurungkan niatnya kembali untuk pergi.""Astaga
Saat mengetahui bahwa Alden yang datang menjenguk dirinya hari ini, raut wajah Clara seketika berubah cerah, ia segera merangsek maju dengan antusias saat sampai di ruang tunggu para tamu."Alden, akhirnya kau menemuiku, bagaimana keadaanmu? Aku sungguh minta maaf karena membuat dirimu celaka tempo hari. Itu karena Keina–""Kau sedang membicarakan aku, Clara?"Kata-kata Clara seketika tergantung begitu saja saat melihat Keina yang ternyata mengikuti langkah Alden dari belakang."Kenapa diam? Lanjutkan saja perkataanmu." ujar Keina dengan tatapan tajam."Dia yang sudah membuat kita seperti ini, Alden. Kau harus mengeluarkan aku dari sini, aku sama sekali tidak bersalah, dia mencoba memisahkan kita.""Astaga wanita ini benar-benar gila." dengus Keina tidak percaya. Setelah semua yang ia lakukan, Clara sama sekali tidak merasa bersalah."Alden katakan sesuatu!" Jerit Clara dengan kesal karena melihat Alden yang hanya terdiam."Kau ingin aku mengatakan sesuatu?"Clara mengangguk kecil, "K
"Tentu saja bodoh! Aku mengingat semuanya, semuanya termasuk rencana pernikahan kita sebelumnya."Keina membekap mulutnya, merasa sangat terharu dengan seluruh keajaiban ini, ia sungguh tidak menyangka akhirnya hari ini datang juga, hari dimana Alden akan kembali mengingat cinta mereka, "Astaga!""Tadi kau bilang apa? Kau mau menjauh dariku setelah ini? Dua kali aku hampir mati untukmu, tapi kau malah mau meninggalkan aku. Kau pikir siapa–"Alden tersentak saat tiba-tiba merasakan bibir Keina yang mengecupnya. Matanya mengerjap sempurna, merasa tidak percaya jika Keina akan melakukan ini.Setelah mengecup bibir Alden selama beberapa menit, Keina menjauhkan dirinya, "Aku senang kau selamat, aku senang kau mengingatku lagi, Alden." ujar Keina dengan berurai air mata. Penantiannya kali ini ternyata mendapat sambutan hangat, Alden akhirnya dapat mengingat dirinya.Alden tersenyum mendengar ucapan Keina, ia mengusap air mata Keina yang masih mengalir, "Aku minta maaf karena membuatmu kesuli
Puas menumpahkan semuanya di dalam bilik toilet, Keina segera bangkit. Perlahan Keina kembali ke ruangan Alden. Keina tersentak saat melihat Audrey dan juga Handika sudah ada di sana, raut wajah bersalah kembali memenuhi hatinya. Keina segera berlari ke arah Audrey hendak menjatuhkan diri untuk berlutut di hadapan kedua figur yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya sendiri."Maafkan Keina Ma, sungguh maafkan Keina.""Bangun Keina, apa yang kamu lakukan?"Keina hanya bisa tergugu, ia bangkit dengan air mata yang masih mengalir tiada henti."Keina selalu membuat Alden seperti ini, maafkan Keina.""Sudahlah Sayang, Dokter sudah menangani Alden, kita berdoa saja yang terbaik untuknya. Kamu juga terluka saat ini."Keina mengangkat wajahnya merasa tidak percaya jika Audrey tidak menyalahkan dirinya, Audrey bahkan terlihat lebih tegar dibandingkan dengan saat Alden mengalami kecelakaan saat itu."Mama tidak marah padaku?""Untuk Mama marah? Mama marah pun tidak akan membuat Alden sembuh le
"Hentikan!!"Keina yang hampir frustasi dengan keadaannya segera mengangkat wajah saat mendengar teriakan itu. Harapan segera terlihat di sudut matanya, akhirnya Tuhan menjawab do'anya, Alden ada di sana mendobrak pintu gudang dengan tatapan nyalang yang ia berikan.Clara terlihat terkejut, ia tidak menduga akan kehadiran Alden yang berada di sini. Padahal ia sudah melakukan rencana serapi mungkin, tapi kenapa Alden ada di sini?Alden terhenyak melihat keadaan Keina, amarahnya segera naik ke ubun-ubun melihat beberapa pria tengah melecehkan Keina di sana. Baju Keina terlihat sudah compang-camping, dengan amarah yang teramat besar Alden segera menerjang maju ke arah mereka. Pukulan demi pukulan Alden layangkan, merasa tidak terima melihat orang lain menyentuh Keina sesuka hati. Mendengar tangisan Keina yang begitu menyayat membuat bara api di dalam hatinya semakin menyala-nyala. Berani sekali! Berani sekali mereka menyentuh Keina!"Kurang ajar kalian! Kurang ajar! Berani sekali kalian m
Tepat saat Alden merasa sangat frustasi dengan keadaan yang menimpa Keina, ponselnya berdering dengan nyaring. Alden segera mengangkat panggilan itu ternyata itu dari Erik."Bagaimana Erik? Kau menemukan jejak Keina di lokasi terakhir yang aku kirimkan?""Ya Pak, saya juga menemukan mobil yang membawa Nona Keina. Saya akan segera mengirim lokasi terakhir mobil itu ditemukan dengan bantuan orang-orang profesional kita."Mendengar hal itu Alden kembali memantapkan pemikirannya, Alden segera menyalakan mesin mobilnya lalu melihat ke arah pesan Erik. Keningnya berkerut dalam melihat lokasi pesan itu, lokasinya mengarah kepada tempat dimana pabrik makanan yang sudah terbengkalai. Pasti Keina ada di sana. Mata Alden segera berubah dengan yakin, ia harus bisa menemukan Keina secepatnya.****Keina mengerjapkan matanya saat kesadarannya mulai kembali. Ia terhenyak saat matanya menangkap pemandangan di hadapannya. Ruangan tempat ia berada sepertinya merupakan bangunan tua. Rasa pengap dan deb
Keina mengulas senyumnya dengan lebar saat mendapati telepon dari Alden. Ia segera mengangkat panggilan itu lalu menempelkan ponselnya ke arah telinga.Keina berdeham sejenak, mencoba mengendalikan dirinya agar tidak terlalu terlihat antusias."Ya Alden?" Tanyanya dengan nada setenang mungkin."Kau ada di mana?""Aku ada di rumah, kenapa?" jawab Keina enteng."Mau bertemu?"Senyuman lebar kembali terukir di wajahnya saat mendengar pertanyaan yang diberikan oleh Alden, "Ya, boleh. Kapan?""Sekarang. Bisa?"Keina menundukkan wajahnya lalu melirik ke arah tubuhnya yang masih berantakan, "Ah bisa. Tapi, bisa kau beri aku waktu untuk bersiap dulu, tiga puluh menit?""Baiklah, tiga puluh menit, kita bertemu di rumah.""Rumah maksudmu–?""Rumah kita, Keina Nayara. Kita bertemu di sana. Aku rasa di sana tempat paling aman untuk kita bertemu.""Ah, baik."Setelah berkata seperti itu panggilan mereka seketika berhenti. Keina mengulas senyuman kembali lalu melesat ke arah kamar mandi, karena Ald
Meski merasa bingung dengan tindakan Alden, Keina hanya bisa membalas pelukan pria itu. Ia mengusap punggung Alden dengan perlahan, rasanya sudah lama sekali mereka tidak berpelukan seperti ini.Saat Alden melepaskan pelukan mereka, Keina segera bertanya, "Jadi, apa maksudnya?""Sebenarnya aku mengingatmu."Raut wajah Keina seketika berubah cerah mendengar ucapan Alden, ia mencondongkan tubuhnya ke arah pria itu, "Kau mengingatku? Jadi apa yang kau ingat?""Aku ingat dirimu dari masakan yang kau buat. Ku kira itu Clara yang membuatnya.""Astaga, jadi selama ini kau salah paham?""Begitulah,"Keina menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, ternyata ia terlalu menganggap remeh Clara Benedict. Bisa-bisanya Clara berbohong pada mereka selama ini."Bahkan dia menyombongkan diri padaku bahwa dia bisa mengambil hatimu, ternyata firasatku benar, dia menipumu." gumam Keina sambil memijat kepalanya.Alden yang mendengar hal itu segera mengambil tangan Keina, merasa sangat bersalah karena ia te
Tepat sebelum Keina membuka mulutnya, ponsel Alden berbunyi dengan nyaring. Keina segera menggeser tubuh pria itu lalu berkata, "Ponselmu, ponselmu berbunyi!" ujarnya dengan gugup.Alden segera mundur, ia mengambil ponsel yang berada di saku jasnya. Sejenak Alden terlihat termenung melihat siapa yang memanggilnya saat ini. Clara."Kau tidak mengangkatnya?" tanya Keina yang melihat Alden hanya terdiam dengan ponsel di tangan.Alden mengangkat wajah lalu mematikan ponselnya dengan cepat, "Sudahlah, tidak penting."Keina yang melihat hal itu mengerutkan dahinya, bukankah itu adalah telepon dari Clara? Kenapa Alden tidak mau mengangkatnya?"Kita lanjutkan saja perjalanan kita, bagaimana kalau kita ke rumah itu?""Maksudmu rumah kita terdahulu?""Ya, mungkin kau benar akan ada sesuatu yang tertinggal di sana. Mungkin aku harus berada di sana sedikit lebih lama."Meski merasa aneh dengan tingkah Alden, Keina mengangguk kecil. Saat ini adalah waktu bersama Alden, ia harus bisa memanfaatkan w