Alden menarik nafasnya panjang lalu menghembuskannya seketika, tatapan Keina yang menatapnya dengan dalam membuat Alden sama sekali tidak bisa berpaling."Sebaiknya kau mundur sebelum kau menyesali semuanya."Alden terhenyak saat Keina mendekatkan wajahnya lalu mencium bibir Alden. Sejenak ia hanya terdiam merasakan lembutnya bibir Keina menyentuh bibirnya. Alden memejamkan matanya sejenak, ia merindukan sentuhan ini lebih dari apapun. Alden melumat bibir Keina, merasakan tiap cecapan bibir mereka beradu tiap detiknya. Alden merasa penuh, merasakan sentuhan mereka yang semakin intens tiap detiknya.Untuk kemudian Alden sadar. Ini salah! Keina Nayara sedang tidak sadarkan diri sekarang. Alden menghentikan pagutan mereka, ia menatap Keina dengan tatapan teduh, "Aku memang merindukanmu, tapi aku tidak mau menyentuhmu saat kau sama sekali tidak sadarkan diri, Keina Nayara. Aku tidak mau kau bangun lalu mengutukku saat kau bangun di pagi hari nanti. Sebaiknya kau beristirahat.""Kau mau me
"Jadi siapa yang akan menjelaskan situasi ini terlebih dulu?" tunjuk Adrian."Apa aku harus menjelaskan situasi kita pada kekasihmu ini, Keina?"Keina tersentak mendengar pertanyaan Alden seolah memberikan ancaman mengenai kejadian. Ia menelan ludahnya, memberikan tatapan tajam ke arah Alden, "Jangan coba-coba berbicara omong kosong, Alden.""Kenapa? Bukankah kita harus memberi tahu kebenarannya?" Alden mengalihkan tatapannya ke arah Adrian, "Kau benar-benar ingin tahu?"Keina terhenyak, jantungnya berdegup dengan cepat saat Alden menghampiri Adrian. Ia menghela nafasnya panjang, padahal ia sudah meminta Alden untuk menyimpan rahasia, tapi sepertinya pria itu tidak berpikir begitu. Keina memejamkan mata, sudah menyiapkan diri jika Alden hendak membongkar pertemuan mereka semalam."Kami hanya membeli makanan ringan untuk anak-anak-anak, kau bisa mengeceknya di bagasi mobilku."Keina membuka matanya dengan cepat saat mendengar balasan Alden. Apa ia tidak salah dengar? Jadi Alden menurut
"Siapa yang kau bawa itu, Alden? Bukankah kau ingin memperbaiki hubunganmu dengan Keina?" ujar Audrey sambil memijat kepalanya ketika Alden tiba di rumah mereka. Ia pikir Alden akan membawa Keina kembali ke rumah ini, namun apa yang puteranya lakukan sungguh di luar dugaan. Alden malah membawa seorang wanita muda yang entah darimana asalnya."Dia rekan kerja Alden, Ma, Papa juga kenal.""Dan kamu malah membawanya kemari?""Dia hanya ingin berkenalan dengan kalian,"Audrey berdecak, sungguh ia tidak mengerti kenapa puteranya malah melakukan suatu hal yang jauh daripada yang ia harapkan, "Mama hanya ingin mendapat kabar baik tentang hubunganmu dan Keina, tapi kenapa malah ada wanita lain lagi di hubungan kalian?" Geram Audrey dengan setengah berbisik."Keina memutuskan bertunangan dengan orang lain, jadi ya... Semua itu tiba-tiba terjadi.""Apa? Apa kamu yakin?""Ya, Mama bisa mengeceknya jika memang penasaran. Dia akan bertunangan dengan Adrian,""Adrian itu adalah dokter yang memeriks
"Kamu akan terus berdiam diri seperti ini?"Alden menghela nafasnya panjang mendengar teguran dari Audrey, "Lalu menurut Mama apa yang harus aku lakukan?""Kamu harus menahan Keina, Alden.""Aku sudah berusaha Ma, tapi Keina tidak memberikan jalan untukku. Semua usahaku sia-sia."Tepat saat ia merasa frustasi, bel pintu rumah Keluarga Syarakar berbunyi dengan nyaring. Alden kembali menjatuhkan dirinya ke arah kursi sofa saat Audrey berlalu untuk membuka pintu bagi tamu mereka. Siapa yang datang kemari, Alden sama sekali tidak perduli. Tubuh dan hatinya terasa lemas, ia sudah tidak memiliki jalan lagi untuk mendapatkan Keina kembali."Siang Alden,"Alden tersentak saat mendengar suara itu, ia segera bangkit dari rebahnya, matanya melebar sempurna saat melihat kedatangan Tiana ke rumah mereka."Mama Tiana?""Ya ini saya,""Kamu lihat seperti itulah kelakuan Alden setelah bercerai dengan Keina, Tiana."Alden menghela nafas mendengar keluhan Audrey, ia memilih mengabaikan keluhan Audrey l
Keina tidak menyangka jika rumah ini masih berdiri di tempat yang sama. Keadaannya tidak berubah, seluruh perabotannya masih utuh dan terlihat sangat terawat."Bukankah yang ku dengar kau menjual rumah ini, Alden? Tapi kenapa semuanya masih tetap sama?""Tadinya aku berniat begitu saat kita bercerai, tapi rasanya terlalu berat."Keina terhenyak saat Alden menarik tubuhnya lalu merapatkan tubuh mereka. Alden menatap Keina dengan dalam membuat jantung Keina kembali berdebar dengan cepat saat merasakan begitu intimnya posisi mereka saat ini."Kau tahu Keina? Bayanganmu terlalu lama terpatri di pikiranku sejak kau mengandung Nara. Aku tidak bisa menyingkirkan bayanganmu begitu saja yang berkeliaran di rumah ini, maka aku membiarkannya, berharap kau akan kembali ke rumah ini suatu hari nanti dan memaafkan segala kesalahanku. Aku sempat kecewa karena kau akan bertunangan dengan Adrian, mungkin aku akan menjual rumah ini ketika kau benar-benar menikah dengan pria lain."Perasaan Keina terasa
"Papa pasti sangat marah pada kita, apa kau siap menghadapi kemarahannya?" ujar Keina saat mereka berada di depan pagar rumahnya.Alden terlihat menghela nafas, ia mengulurkan tangannya ke arah Keina, "Bagaimanapun kita harus menghadapinya, bukan?"Tepat saat mereka hendak masuk ke dalam rumah terdengar perdebatan dari luar."Pokoknya Papa akan melaporkan Alden ke polisi, Ma.""Astaga Pa, Mama yakin mereka sebentar lagi pulang."Alden menelan ludahnya, perlahan ia mengetuk pintu rumah Keina yang sudah terbuka."Pa, Ma, tidak perlu melapor polisi, Alden sudah membawa Keina pulang."Raut wajah Handika seketika mengeras melihat kedatangan Alden, dengan wajah yang merah padam ia merangsek maju ke arah Alden lalu plaaak!"Papa!" Keina berteriak dengan kuat saat Handika mendaratkan tamparan yang begitu kuat ke pipi Alden.Alden terlihat meringis kecil, namun sama sekali tidak memberikan reaksi apapun mendapat tamparan seperti itu."Berani sekali kamu membawa lari anak saya!"Keina segera be
Setelah pulang dari rumah Keina, Alden kembali ke rumahnya. Ia kira, ia bisa beristirahat dan memikirkan langkah selanjutnya untuk membujuk ayah Keina dengan baik, namun ketika sampai di depan pintu, Alden dikejutkan dengan Clara yang berlari memeluknya dengan erat sesaat setelah ia tiba."Clara, kau?""Akhirnya kamu pulang Alden. Bagaimana dengan Keina?" ujar Audrey refleks, namun ia segera menutup mulutnya saat melihat Clara yang menatap ke arah Alden dengan tajam."Eh maksud Mama, Clara sudah menunggu kedatangan kamu sejak tadi, kalau begitu nanti kita bicara lagi masalah semalam," ralatnya dengan cepat lalu kemudian beranjak pergi.Sepeninggal Audrey, Alden segera melepas pelukan mereka dengan cepat. Clara yang merasakan perubahan sikap Alden dan tidak paham dengan perkataan Audrey segera mendekat ke arahnya dengan tatapan tajam yang masih mengikuti, "Apa maksudnya itu Alden? Kau pergi dengan Keina semalam?"Alden menghela nafas, saat ini perasaannya tengah lelah, tapi Clara mal
Hari terpenjara Keina pun dimulai, tanpa ponsel, tanpa apapun yang bisa membuatnya bisa menghubungi Alden, Keina merasa sangat tersiksa. Bukan hanya ponsel, bahkan Keina tidak diizinkan untuk keluar rumah selama beberapa hari. Saat ayahnya terlihat akan pergi menuju restoran, Keina merasa cukup bersemangat. Jika ayahnya tidak ada di sini, setidaknya ia bisa keluar sebentar jika hanya ibunya yang mengawasinya. Namun, apa yang ia harapkan jauh dari kenyataan, Handika tiba-tiba membawa seorang pria dewasa ke hadapannya."Namanya Amer, dia akan mengawasi kamu di rumah ini."Keina terhenyak mendengarnya, kegilaan ayahnya rupanya sudah melebar kemana-mana, Handika bahkan menempatkan seseorang untuk mengawasi dirinya agar tidak keluar rumah sembarangan."Apa Papa harus melakukan ini?" pekik Keina tidak percaya."Jangan membantah! Papa tahu kamu pasti mencari kesempatan menemui Alden saat Papa tidak ada di rumah, jadi Papa harus menempatkan orang lain untuk mengawasimu karena Mama pasti berpi