Bab 3
Cinta terdiam. Zaki lanjut berkata, "Ketahuilah, Cinta! Apa yang kau lihat tidak seperti yang kau bayangkan!" Tangannya liar menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukan.
Napas lelah pria itu membawa tiupan angin nakal menyentuh telinga menyertai aroma mint ke indra penciuman, Cinta berupaya menarik diri.
"Aku benci kalian!" Namun, raganya cukup letih dan tak sanggup lagi bergeser. Sedang Zaki dengan ringisan lelah mencoba beringsut, menggeserkan diri, lalu bangkit di sela napas tersengal.
"Apa kau perlu bukti untuk merasakan seberapa perkasa diriku?" desak Zaki lagi seolah menghendaki Cinta percaya kepadanya.
Wanita itu mendecak. Tungkainya sudah tidak bisa digerakkan. Juga tubuh indahnya menggigil parah, tetapi mulutnya masih mampu berkonfrontasi meski terdengar seperti meracau dan sangat lirih. Nyaris tidak terdengar.
"K-kudengar F-farhan memintamu memanggilnya Farah. B-bukankah nama itu mirip dengan ma —"
"Hentikan pikiran konyolmu!" potong Zaki cepat.
Di balik remang, Zaki bisa melihat istrinya menarik bibir paksa dan setelahnya tak ada lagi bantahan, tidak juga terlihat ekspresi apapun termasuk suara-suara racauan dari bibir pemilik mata sendu yang sudah terpejam.
"Cinta?!"
Tidak peduli wanita itu mendengar penjelasannya atau tidak, saat ini Zaki sudah menggendongnya ala bridal menuju mobil.
*
Cinta berjuang menyesuaikan pandangan saat kelopak matanya terasa berat untuk dibuka sebab kepalanya berdenyut, sangat nyeri.
"Argh!" Sekujur badannya ikut lemas dan remuk.
Cinta masih mengedar pandangan demi memastikan keberadaannya.
Cairan lakrima mulai menggenang di pelupuk mata saat bau obat-obatan di sekeliling memberi jawaban kalau sekarang ini dirinya berada di rumah sakit.
"Oh, demi apapun."
Sekarang pemilik tubuh indah ini sudah bisa mengingat semuanya dengan jelas. Seharusnya beberapa jam lalu, dia sudah berhasil melompat ke sungai Kalitua. Kalau saja tidak dihalangi oleh suaminya yang sok pahlawan, bukan begitu?
'Lalu di mana lelaki tua itu sekarang?' pikirnya sinis.
Perlahan Cinta berupaya menyapu wajahnya yang letih meski tangannya masih gemetar. Rasa malu tiba-tiba menggerogoti benak mengingat kebodohan yang baru saja dia lakukan hanya karena mengetahui sisi buruk seorang Zaki.
"Padahal kan enggak cinta?" rutuknya kesal. Sungguh dia tidak paham dengan perasaannya sendiri.
Belakangan ini dirinya terlihat seperti anak remaja yang sedang kasmaran. Menuntut sesuatu yang tidak seharusnya.
Toh, dia bisa menggunakan cara lain untuk menjauh dari Zaki yang jahat tanpa harus bertungkus lumus melakukan percobaan bunuh diri. Atau memang dia benar-benar telah jatuh cinta kepadanya?
"Akh! Sial. Kenapa jadi seperti ini?" Cinta tak habis pikir.
Bahkan malam itu, dia juga memohon-mohon agar Zaki sudi memperlakukan dirinya sebagai istri yang seharusnya.
'Bukankah itu memalukan?' cernanya dengan rasa yang menggidik. Namun, seketika itu juga dia menggeleng keras.
Barangkali karena terintimidasi oleh euforia anniversary pernikahan hingga Cinta tanpa sadar mengharapkan sesuatu darinya, entahlah.
Dia seperti baru terjaga dari mimpi buruk dan memutuskan untuk mengklarifikasi ucapannya di depan Zaki.
"Ya, Zaki harus tahu kalau ini hanya salah paham."
Apalagi pria tersebut mengatakan kalau tindakan penyelamatan di malam itu hanya untuk memenuhi permintaan gilanya, diperlakukan sebagai istri.
"Tidak! Aku tidak boleh mengulang kesalahan itu lagi." Cinta tahu Zaki melakukannya bukan atas dasar ketulusan. Dia menyesal telah meminta hal aneh yang mustahil terpenuhi oleh Zaki.
Bahkan dirinya ingat betul sewaktu Zaki menyinggung nama yang telah menjadi teror tersendiri baginya di malam pertama pernikahan mereka dan itu membuat Cinta bertekad untuk tidak lagi menaruh harapan kepada suaminya.
"Dasar suami tua menyebalkan! Sudah enggak laku, tapi masih juga belagu." Cinta masih saja mengumpat.
Dia begitu membenci Zaki yang tidak pernah menerimanya di hati.
"Syukurlah, kau sudah sadar." Cinta menoleh lalu mendecak malas. Rasanya cukup sebal karena yang terpikirkan tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar mandi, Zaki.
"Bagaimana, sudah enakan?" Suara khas datar itu kini terdengar sedikit peduli dan selebihnya seperti mengejek.
Cinta tidak menggubris. Tak ingin menoleh apalagi sampai terperangkap ke pancaran mata elang yang membahayakan jantungnya.
Jujur, dia sangat benci dengan perasaannya sendiri yang suka melewati batas inginnya.
Zaki kembali bersuara.
"Dokter memastikan kau akan segera sembuh dalam beberapa hari." Seperti biasa, nadanya sudah kembali ke mood bawaan, dingin dan datar.
Cinta tercenung. Bibirnya masih terkatup rapat.
"Hari ini, kita sudah boleh pulang ke ru—"
"Stop!" bentak Cinta tiba-tiba. "Aku tak ingin pulang ke rumah itu lagi!" Mata bulatnya bergerak liar menembus netra elang yang sedia menantangnya dengan aura intimidasi.
"Kenapa?" Bisa dipastikan bayangan mata itu menjadi semakin gelap dan mengancam, memicu debar dada yang tidak biasa.
Cinta menguatkan hati.
"Karena aku ingin kita pisah," ujarnya menekan di ujung kalimat.
Zaki terlihat santai. Jemarinya naik mengelus cambangnya yang melebat.
"Aku kan sudah bilang, tidak akan ada perpisahan. Fix, no debat."
Cinta melongo. Lihatlah bahkan saat ini pun Zaki masih saja menahan dan menghalanginya. Apa tujuan pria matang ini sebenarnya?
'Apa dia mencintaiku?' Netranya tak lepas dari mengawasi gelagat Zaki, lalu menggeleng kecil mematahkan prediksi.
'Otomatis tidak.' Dia yakin benar suami matangnya itu tidak pernah memandangnya dengan cinta sejak awal pernikahan.
'Bagaimana kalau dendam? Apa dia punya dendam terhadapku?' Cinta tercenung. Ya, ini lebih masuk akal. Menurutnya, Zaki pasti diam-diam menyimpan dendam yang sangat ingin dibalas.
"Tapi kenapa?" Tanpa diduga pertanyaan itu meluncur keras.
Zaki melangkah maju sembari terkekeh pelan, memancarkan aura horor membuat sebelah tangan Cinta langsung memeluk tubuhnya sendiri.
"Kau ingin tahu?" Pria itu berdiri di samping brankar lalu turun mendekatkan wajah berhadapan langsung dengan pemilik mata yang melebar.
"Karena kau adalah istri kecil yang suka membuatku kerepotan," terangnya dengan menarik sudut bibir,
"Kau telah membuang banyak waktuku yang sangat berharga. Dan sesuatu yang telah menggangguku, tidak akan kubiarkan lepas begitu saja." Perlahan, Zaki menekan setiap kata.
Membuat rahang indah itu seketika mengeras.
"Dasar bajingan tua!"
Zaki kembali terkekeh meski tertangkap kemurkaan di wajahnya yang menolak dijuluki tua. "Katakan semaumu," ujarnya datar.
Tangannya perlahan naik mengelus kepala dengan rambut panjang terurai itu, lalu menyelipkan sulur poni yang membingkai kedua pipi ke belakang telinga sang pemilik.
Cinta mulai terisak.
"Jangan menyentuhku lagi," tekannya galak.
Netranya kini tak lagi menantang sorot predator di depannya, tetapi hati mendorong lidah untuk terus saja berdebat.
"Aku memang lancang menuntut perhatianmu." Sekarang demi menyelesaikan kekacauan ini, dia harus segera menempuh cara lain.
Dengan gemetar dia kembali berkata, "Karena itu aku minta maaf."
Zaki mendengar dengan serius tanpa ada keinginan memotong pembicaraan. Dari tatapannya, pria itu terlihat sangat menyeramkan. Namun, pesona yang terpancar dari balik wajah matangnya benar-benar tak terbantahkan.
"Memang, itu berlebihan dan a-aku bersedia menerima hukuman asal kau mau menceraikanku."
Kini dia menoleh dengan mengangkat dagu.
"Setelah itu, aku berjanji tak akan mengganggu lagi, juga tidak merepotkan sampai menyita waktumu yang sangat berharga."
Bab 4"Setelah itu, aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi." Cinta memelas.Kini dia menoleh dengan mengangkat dagu. Menatap kelopak mata tajam yang masih memadangnya lekat.Sejenak, pria itu menyapu keningnya dan berkata, "Well! Itu tidak sulit. Tapi, sebelumnya aku kutawari beberapa pilihan yang wajib kau kerjakan dan semuanya akan menjadi mudah."Cinta mendecak malas. Bagaimana mungkin ada pilihan yang wajib dikerjakan semuanya? Itu sama saja dengan menghukum atau memerintah."Apa itu?""Pertama, Ibumu masih dalam perawatan ICU, tinggal bilang padanya soal perceraian ini, lalu lihat hasilnya."Dua tangan dialihkan ke saku celana yang dikenakan."Kedua, jangan lupa mengembalikan semua asetku yang selama ini melindungi perusahaan mendiang ayahmu. Aku berencana membuat perusahaan itu kembali ke posisi awal seperti waktu ayahmu datang memohon kepadaku."Cinta tertegun. Sungguh pilihan sulit. Memilih salah satu di antaranya saja susah apalagi mengerjakan keduanya.'Bagaimana aku bisa
Bab 5 Satu bogem berhasil mendarat ke wajah Farhan hingga sudut bibirnya berdarah. Lelaki itu meringis. "Kau melukai aset berhargaku, Bro?" Farhan menyapu pelan bagian bibirnya yang terluka. "Jika begini, para wanitaku akan menjauh!" protesnya tidak terima, memicu amukan dari Zaki. Zaki menyeringai, gelegarnya merambat hingga menusuk pori-pori. "Bahkan menjauhnya seribu wanitamu tidak akan sama dengan nyawa istriku, bodoh!" hardiknya bertambah berang. Berulang kali Zaki menyerang. Pemuda itu meringis pasrah saat dirinya ditinju keras oleh tangan amarah tersebut, tanpa ingin membalasnya. "Argh!" Akhirnya Zaki sendiri yang menyudahi perbuatannya lalu memilih pergi dari sana dengan sisa gemuruh di dada yang belum tuntas. "Awas, kalau sampai berbuat onar lagi!" Zaki tidak main-main dengan ancamannya dan Farhan tahu itu. Pria lima tahun di bawahnya itu mulai terbahak getir. "Ya! Aku mengerti sekarang!" pekiknya lantang mengikuti arah punggung Zaki. Dengan kelakar dia kembali
Bab 6"Tunggu! Ini mencurigakan.""Kau menyamakanku dengan asisten pribadimu, menempatkanku di belakang demi memuluskan tujuan? Zaki mengedikkan bahu. "Selama itu membuatku tenang, kenapa tidak?""Jadi kau membawaku malam ini bukan sebagai istri melainkan ingin menghukumku di sana?"Lagi, Zaki melempar ekspresi serupa. Penuh kelakar."Mungkin." Balasan acuh tak acuh itu membuat Cinta mendengkus kasar. Batinnya terus saja berperang.'Sebenarnya apa rencana ini orang?'Pikirannya kacau, antara rasa dongkol ditinggal sendirian dan bayang-bayang tangan kekar Zaki yang menyentuh titik vital tubuhnya seminggu lalu, sangat lihai bermain di kepala membuatnya hampir gila.'Oh! Shit.'Membuncahkan rasa kesal di dada bagai terpaan gelombang pasang dan siap menghantam jiwa yang membatu."Kalau aku menolak masuk ke acara itu, gimana?"Padahal Alfian, asisten Zaki telah memberi bocoran kalau di acara peresmian channel TV terbaru milik mitra bisnis PT. Arsyandi Buana itu bakal dihadiri oleh banya
"Bagaimana jika aku tidak mengizinkanmu?" tekan Cinta pelan demi membuat orang-orang sekitarnya tidak curiga.Kini dia menyadari sesuatu dan mata indahnya seketika membulat penuh, lalu turun menelisik penampilannya sendiri. Pakaian juga riasan yang dia kenakan saat ini benar-benar jauh dari seleranya.Cinta seperti melihat orang lain dalam dirinya sendiri."Kenapa? Apa kau berpikir bakal mendapat hak sebesar itu dariku?" Pertanyaan Zaki memberondong, tetapi tidak langsung dibalas olehnya.Ya, karena Cinta lebih fokus pada busana apa yang dikenakannya sekarang. Sore tadi, Alfian sang asisten datang ke rumah bersama seorang penata rias yang membawa setelan busana. Lalu memintanya berdandan menurut keinginan Zaki.Parahnya, dia baru menyadari kalau penampilan tersebut sangat mirip dengan wanita yang baru dilihatnya tadi, Farahdina. Kini Cinta mulai menangkap celah."Bisa dijelaskan kenapa aku harus berdandan seperti ini?" desaknya dengan tatapan tajam meminta penjelasan.Zaki berdehem, m
Cinta menyeringai saat wanita bernama Farahdina itu berjalan mendekat. Keduanya saling beradu tatap membuat udara di ruangan seketika memanas. "Ya, kau benar! Aku ini wanita berkualitas dan mana mungkin berselera pada barang bekas apalagi suami dari orang rendahan," cibirnya. Jika di pertemuan awal mereka Farah memamerkan keanggunan dan kelembutan hatinya, maka pada detik ini semua kelembutan itu berbalik seratus delapan puluh derajat. Cinta ikut menarik sudut bibirnya. "Maka dari itu, biarkan orang rendahan ini membawa pulang suaminya tanpa harus bertungkus lumus menjemputnya kemari," balasnya tak mau kalah. Farah terbahak elegan di sela pancaran wajah angkuh. "Ah, baiklah. Kurasa sebaiknya kita bicara," ujarnya sambil bertepuk tangan ala pebisnis handal dan itu mencerminkan jati dirinya sebagai pemilik Farah Beauty Salon yang sudah melanglang buana. "Apa yang ingin kau bicarakan, Nona Farah. Katakan saja, aku tidak punya banyak waktu," tukas Cinta tidak sabar. "Kudengar kau
"Zaki! Kau di mana?" racaunya serak memicu seringai licik di bibir pria yang memapahnya pergi dari sana. Area basement, Zaki sudah tak sabar menunggu kedatangan istri kecilnya. Dia memilih pergi ke mobil setelah Cinta memergokinya sedang berpelukan dengan Farah. "Bukankah tadi dia yang meminta pulang?" protesnya tidak sabar sambil memosisikan duduk di moncong mobil dengan kedua kaki saling bertaut. Jemarinya tidak lepas dari mengutak-atik benda sejuta umat di tangan demi menghubungi istrinya. Namun, yang dihubungi tak kunjung mengangkat ponsel. "Ke mana lagi dia?" desisnya di sela rasa kesal yang mulai membumbung. Tak lama, muncul suara-suara mencurigakan dari belakang dan Zaki langsung menoleh ke sumbernya. "P-ponsel. Ang-kat! Hhh ...." Suara celetukan gagap dibarengi tawa sumbang itu bermunculan membuat Zaki mulai menajamkan pendengaran. "Kau minum terlalu banyak. Bagaimana bisa menyambut panggilan dalam kondisi begini?" ujar seorang pria saat tengah memapah wanitanya yang did
"Huh! Rencana busuk apa lagi ini?"Alhasil, Cinta tidak bisa terlelap di sisa malam. Rasa kantuk menjalar. Akan tetapi, dia memilih untuk terus mengganjal mata hingga tak menyadari kapan dirinya terlelap, lalu kembali terjaga saat merasa ada beban besar menimpanya."Segitu nyamankah ragaku ini hingga jam segini pun kau masih betah memeluknya?"Cinta membeliak. Benda yang dipeluk berkali-kali, dikira bantal guling. Ternyata bodi menantang milik suami matangnya."Akh!" Cinta mendorong keras tubuh itu, tetapi kungkungan Zaki lebih kuat hingga dia tak mampu melepaskan diri.Cinta tertegun sejenak sebelum tangannya kembali bergerak menolak."Zaki, tolong. Jangan bercanda," pintanya memelas.Dengan gaya serupa, Zaki membalas, "Cinta, please! Ini, kan, yang kamu mau?" Dan bagi Cinta itu sindiran yang membuatnya jengah."Kau salah paham, Zaki. Aku tidak menginginkan apa-apa darimu selain membayar hutang keluargaku." Kali ini giliran Zaki yang mendorongnya kasar. Cinta langsung menghindar leg
Bab 11Sementara Zaki sudah siap memasang kacamata hitam untuk menutupi kelopak matanya yang tampak tanpa ekspresi. Tidak ada senyum di bibir, juga tak ada seringai di wajah. Semuanya beku."Cinta!" Suara Zaki kembali menggelegar memaksa Cinta menghentikan langkah dan menoleh. Zaki duduk di kursi penumpang, menatapnya dari balik kaca mobil yang terbuka."Jangan berani kelayapan selama aku di luar kota! Juga jangan coba-coba berbohong karena aku bisa melihatmu dari sisi mana pun!" Zaki memberi peringatan sebelum benar-benar menutup kembali kaca mobilnya. Cinta mengangguk meski tahu bahwa Zaki tidak membutuhkan jawabannya."Baiklah!" balasnya bersamaan dengan menghilangnya wajah Zaki di balik kaca yang sengaja ditutup. Pun seiring hadirnya Helena dengan kostum casual dan sneakers sambil mencolek pinggangnya."Hai, Cantik."Pada detik itu, matanya menangkap pergerakan mobil Zaki mulai bertolak dari parkiran membuat dadanya kembali berdesir."Cie! Cie! Yang nyium pipi suami," goda Hele