Share

Bab 9 - Rival

"Zaki! Kau di mana?" racaunya serak memicu seringai licik di bibir pria yang memapahnya pergi dari sana.

Area basement, Zaki sudah tak sabar menunggu kedatangan istri kecilnya. Dia memilih pergi ke mobil setelah Cinta memergokinya sedang berpelukan dengan Farah.

"Bukankah tadi dia yang meminta pulang?" protesnya tidak sabar sambil memosisikan duduk di moncong mobil dengan kedua kaki saling bertaut.

Jemarinya tidak lepas dari mengutak-atik benda sejuta umat di tangan demi menghubungi istrinya. Namun, yang dihubungi tak kunjung mengangkat ponsel.

"Ke mana lagi dia?" desisnya di sela rasa kesal yang mulai membumbung.

Tak lama, muncul suara-suara mencurigakan dari belakang dan Zaki langsung menoleh ke sumbernya.

"P-ponsel. Ang-kat! Hhh ...." Suara celetukan gagap dibarengi tawa sumbang itu bermunculan membuat Zaki mulai menajamkan pendengaran.

"Kau minum terlalu banyak. Bagaimana bisa menyambut panggilan dalam kondisi begini?" ujar seorang pria saat tengah memapah wanitanya yang diduga mabuk berat.

"Zaki! Aku mau Zaki, s-suamiku."

"Apa dia suami ideal?" tanya pria itu lagi dengan nada sinis. "Kalau ya, mana mungkin dia meninggalkanmu sendirian begini.”

Umpanan tersebut berhasil memicu kobaran di dada Zaki yang tak jauh dari sana. Sedang Cinta yang sudah hilang kesadaran hanya mengangguk samar sambil terus meracau tidak jelas.

"Apa? Kau ingin pulang?"

Abi menyeringai.

"Baiklah. Asal kau tenang dulu, dan aku akan segera mengantarmu pulang. Kita ke rumahku dan kamarku, oke!" bujuknya lagi memaksa Zaki mau tak mau mendekat.

"Tidak perlu!" ujarnya datar. "Dia akan pulang bersamaku, ke rumahku, dan ke kamarku,” balasnya dan aura dingin menyelimuti sekitar.

"Woo … jadi kau di sini?!" Abimanyu yang masih menahan bobot badan Cinta, mulai mencari cela untuk bertepuk tangan secara elegan.

"Abimanyu!" Panggil Zaki tegas.

"Kau apakan istriku sampai sekarat begini? Kau bahkan tahu siapa diriku. Aku bisa saja menuntutmu dengan kasus pelecehan terhadap istri orang."

"Kau yang patut koreksi diri, Tuan Zaki Arsya yang terhormat!"

"Tanyakan hatimu, kenapa membiarkan istri sendirian di sepanjang acara? Apa karena dia berada di sini?"

"Jaga mulutmu!"

"Hhh! Jaga sikapmu, Zaki. Atau kau akan melihat betapa buruknya aku membalaskan dendamku di masa lalu. Tentunya kau belum lupa ingatan, bukan?" 

"Brengsek! Beraninya menantangku?!"

"Tenang, tenang! Jangan pakai urat. Sekarang sambut dulu istrimu." Abimanyu mengulurkan tubuh Cinta ke depan dan Zaki sigap menyambutnya.

"Jaga baik-baik. Sepertinya dia labil dan masih polos. Tapi jika kau abai, kurasa aku berhak memenangi hatinya seperti apa yang kau lakukan padaku di masa lampau."

Zaki dengan cepat membopong tubuh istrinya masuk di mobil lalu kembali lagi ke hadapan pria yang berwajah lembut.

"Jadi kau mengancamku?"

Tatapan Zaki berubah bengis. Tangannya mulai mengepalkan tinju.

"Kuperingatkan kau, Bajingan! Jangan pernah macam-macam denganku atau kau akan tahu akibatnya," tekannya lugas, lalu gegas memasuki mobil dan meluncur dari sana.

Abimanyu terkekeh sinis.

"Raut wajahmu menggambarkan isi hatimu, Tuan Zaki. Semoga dugaanku ini salah."

Abi tidak mengenal persis siapa Cinta. Pertama kali melihat saat wanita itu melewati red carpet bersama Zaki, musuh bebuyutannya. Seketika menguncangkan amarah di dada, lalu berniat membalas Zaki lewat istri kecilnya tersebut.

"Hhh! Zaki, Zaki! Kau pikir bisa selamanya tetap berada di atas angin? Sekarang kartu AS sudah di tanganku. Maka bersiaplah menerima kehancuran."

Tak berselang lama, ponsel Abi memberi notifikasi  panjang menandakan pesan masuk dari beberapa nomor. Abi meneliti isi chat yang masuk.

[Target.]

Beberapa orang dari kubu berbeda memintanya menangkap seorang gadis yang ditunjuk lewat foto. Bibirnya langsung menyinggung senyum.

"Cinta. Namanya Cinta. Sepertinya dia gadis baik-baik. Tapi, kenapa banyak sekali yang memusuhinya?" desis datar sambil berjalan menuju mobilnya.

Di kediaman Zaki, beberapa ART turut hadir di depan mobil Zaki. Berniat mengulurkan bantuan mengantar istri majikan mereka yang acak-acakan ke kamar. Namun, Zaki dengan tegas menolak.

"Biar aku yang melakukannya, Bi," tolaknya pada Bu Elvi yang buru-buru mendekat. "Siapkan saja air hangat untuk membersihkan tubuhnya," lanjut Zaki sambil membopong tubuh indah itu ala bridal.

"Baik, Pak."

Beberapa jam kemudian, Cinta terlihat mengerjap beberapa kali. Nertanya mendelik menyesuaikan pandangan. Kepala terasa berat, juga penglihatannya oleng.

"Ah, pusing."

Meski begitu, otaknya masih bekerja normal bahwa saat ini dirinya sudah berada di atas ranjang berukuran besar milik Zaki.

"Kenapa malah di sini? Enggak nyaman. Bukannya tadi aku di hotel?"

Dia berniat bangun dan pergi dari sana. Akan tetapi suara datar Zaki serentak menghadang pergerakannya.

"Tahan di sana." Cinta menoleh malas.

Zaki terlihat duduk melipat kaki di sofa sambil menikmati secangkir kopi hitam kesukaannya. Tubuh kekar yang biasa dibalut kemeja dan jas formal, kini berganti dengan piyama tidur yang tampak sangat menantang di bodi gagahnya.

"Sekarang waktunya tidur, bukan saatnya untuk berulah," tutur suara jantan itu lagi.

Mata Cinta terpana melihat pesona paripurna dari sisi lain Zaki. Lalu perlahan turun meneliti penampilan dirinya sendiri. Rupanya dia berpiyama seperti Zaki dan lebih membuatnya tercengang, motifnya serupa dengan yang dikenakan Zaki.

"Emm, Sejak kapan kita punya koleksi pakaian yang sama?" tanyanya bingung.

"Sejak saat ini," balas Zaki enteng.

Cinta melongo. Baginya ini terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin pria yang selama satu tahun ini tidak pernah terlihat memakai piyama, tiba-tiba hadir di depannya dengan pakaian tersebut?

"L-lalu untuk apa aku beristirahat di sini? A-aku tidak bisa tidur di kamar orang lain. Benar!"

Sejenak, Zaki menipiskan bibirnya lalu berkata, "Mulai detik ini, kamarku akan menjadi kamarmu."

Cinta terbelalak tidak percaya.

"Apa?" Dirinya seperti baru mendapat kejutan besar. "Kau bercanda, Zaki."

"Aku tak punya waktu untuk bercanda," balas Zaki

"Ayolah, Zaki. Tolong! Aku tidak bisa tidur sekamar dengan orang lain apalagi seorang pria," pintanya memelas.

"Tapi bisa mabuk-mabukan dengan seorang pria asing dan nyaris sekamar dengannya?" tuding Zaki penuh desakan.

"Begitu, kan, yang kamu mau, Cinta?" berondongnya lagi.

Cinta tertegun. Ingatan terakhirnya memulih. Beberapa jam lalu, dia sedang berpesta minum dengan seorang pria bernama Abimanyu.

"Masih mau menyangkal?" Zaki mendesak dan Cinta menggeleng lemah.

Dia baru teringat, pria bernama Abi menawarkan minuman mahal padanya. Dirinya yang terbelenggu sakit hati, lalu menerima tawaran tersebut tanpa berpikir panjang hingga berakhir seperti ini.

"Ya! Itu karena salahmu juga, Zaki."

"Tak ada bantahan, Cinta. Atau kau ingin mulut pembangkangmu itu membengkak di antara belahan bibirku ini?"

Cinta melengos. Dia tahu Zaki tidak main-main dengan ucapannya. Untuk itu, lebih baik memilih bungkam daripada menerima nasib buruk dijadikan objek mainan. Raganya dimanfaatkan untuk mendambakan bayangan dan hati orang lain, bullshit!

'Tidak akan kubiarkan dia bertindak semena-mena dengan tubuhku," pikirnya siaga.

Zaki mengangguk seolah mendengarnya, "Maka dari itu, cepat pejamkan matamu."

Kini posisinya sudah berpindah ke ranjang yang sama, lalu berbaring di samping Cinta.

"Biar kau tidak membangunkan singa yang sedang kelaparan," ucapnya lagi membuat istri kecilnya itu lagi-lagi memutar kedua bola mata.

Cinta melirik jam dinding, menunjukkan waktu sepertiga malam terakhir. Tidur pun tentu hanya akan membuatnya ketakutan.

'Omongan lelaki tua tidak bisa dipegang, bukan? Apalagi jablai’ desah hatinya gamang.

Cinta tidak sudi diapa-apakan oleh pria matang tersebut. Niat hati ingin mengusir, khawatir dia menghilang lagi. Otaknya kini berserabut memikirkan maksud dari tindakan Zaki yang tidak biasa.

'Huh! Rencana busuk apa lagi ini?’

Pena Ilusi

Jangan lupa like dan komen ^_^

| 1

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status