"Zaki! Kau di mana?" racaunya serak memicu seringai licik di bibir pria yang memapahnya pergi dari sana.
Area basement, Zaki sudah tak sabar menunggu kedatangan istri kecilnya. Dia memilih pergi ke mobil setelah Cinta memergokinya sedang berpelukan dengan Farah.
"Bukankah tadi dia yang meminta pulang?" protesnya tidak sabar sambil memosisikan duduk di moncong mobil dengan kedua kaki saling bertaut.
Jemarinya tidak lepas dari mengutak-atik benda sejuta umat di tangan demi menghubungi istrinya. Namun, yang dihubungi tak kunjung mengangkat ponsel.
"Ke mana lagi dia?" desisnya di sela rasa kesal yang mulai membumbung.
Tak lama, muncul suara-suara mencurigakan dari belakang dan Zaki langsung menoleh ke sumbernya.
"P-ponsel. Ang-kat! Hhh ...." Suara celetukan gagap dibarengi tawa sumbang itu bermunculan membuat Zaki mulai menajamkan pendengaran.
"Kau minum terlalu banyak. Bagaimana bisa menyambut panggilan dalam kondisi begini?" ujar seorang pria saat tengah memapah wanitanya yang diduga mabuk berat.
"Zaki! Aku mau Zaki, s-suamiku."
"Apa dia suami ideal?" tanya pria itu lagi dengan nada sinis. "Kalau ya, mana mungkin dia meninggalkanmu sendirian begini.”
Umpanan tersebut berhasil memicu kobaran di dada Zaki yang tak jauh dari sana. Sedang Cinta yang sudah hilang kesadaran hanya mengangguk samar sambil terus meracau tidak jelas.
"Apa? Kau ingin pulang?"
Abi menyeringai.
"Baiklah. Asal kau tenang dulu, dan aku akan segera mengantarmu pulang. Kita ke rumahku dan kamarku, oke!" bujuknya lagi memaksa Zaki mau tak mau mendekat.
"Tidak perlu!" ujarnya datar. "Dia akan pulang bersamaku, ke rumahku, dan ke kamarku,” balasnya dan aura dingin menyelimuti sekitar.
"Woo … jadi kau di sini?!" Abimanyu yang masih menahan bobot badan Cinta, mulai mencari cela untuk bertepuk tangan secara elegan.
"Abimanyu!" Panggil Zaki tegas.
"Kau apakan istriku sampai sekarat begini? Kau bahkan tahu siapa diriku. Aku bisa saja menuntutmu dengan kasus pelecehan terhadap istri orang."
"Kau yang patut koreksi diri, Tuan Zaki Arsya yang terhormat!"
"Tanyakan hatimu, kenapa membiarkan istri sendirian di sepanjang acara? Apa karena dia berada di sini?"
"Jaga mulutmu!"
"Hhh! Jaga sikapmu, Zaki. Atau kau akan melihat betapa buruknya aku membalaskan dendamku di masa lalu. Tentunya kau belum lupa ingatan, bukan?"
"Brengsek! Beraninya menantangku?!"
"Tenang, tenang! Jangan pakai urat. Sekarang sambut dulu istrimu." Abimanyu mengulurkan tubuh Cinta ke depan dan Zaki sigap menyambutnya.
"Jaga baik-baik. Sepertinya dia labil dan masih polos. Tapi jika kau abai, kurasa aku berhak memenangi hatinya seperti apa yang kau lakukan padaku di masa lampau."
Zaki dengan cepat membopong tubuh istrinya masuk di mobil lalu kembali lagi ke hadapan pria yang berwajah lembut.
"Jadi kau mengancamku?"
Tatapan Zaki berubah bengis. Tangannya mulai mengepalkan tinju.
"Kuperingatkan kau, Bajingan! Jangan pernah macam-macam denganku atau kau akan tahu akibatnya," tekannya lugas, lalu gegas memasuki mobil dan meluncur dari sana.
Abimanyu terkekeh sinis.
"Raut wajahmu menggambarkan isi hatimu, Tuan Zaki. Semoga dugaanku ini salah."
Abi tidak mengenal persis siapa Cinta. Pertama kali melihat saat wanita itu melewati red carpet bersama Zaki, musuh bebuyutannya. Seketika menguncangkan amarah di dada, lalu berniat membalas Zaki lewat istri kecilnya tersebut.
"Hhh! Zaki, Zaki! Kau pikir bisa selamanya tetap berada di atas angin? Sekarang kartu AS sudah di tanganku. Maka bersiaplah menerima kehancuran."
Tak berselang lama, ponsel Abi memberi notifikasi panjang menandakan pesan masuk dari beberapa nomor. Abi meneliti isi chat yang masuk.
[Target.]
Beberapa orang dari kubu berbeda memintanya menangkap seorang gadis yang ditunjuk lewat foto. Bibirnya langsung menyinggung senyum.
"Cinta. Namanya Cinta. Sepertinya dia gadis baik-baik. Tapi, kenapa banyak sekali yang memusuhinya?" desis datar sambil berjalan menuju mobilnya.
Di kediaman Zaki, beberapa ART turut hadir di depan mobil Zaki. Berniat mengulurkan bantuan mengantar istri majikan mereka yang acak-acakan ke kamar. Namun, Zaki dengan tegas menolak.
"Biar aku yang melakukannya, Bi," tolaknya pada Bu Elvi yang buru-buru mendekat. "Siapkan saja air hangat untuk membersihkan tubuhnya," lanjut Zaki sambil membopong tubuh indah itu ala bridal.
"Baik, Pak."
Beberapa jam kemudian, Cinta terlihat mengerjap beberapa kali. Nertanya mendelik menyesuaikan pandangan. Kepala terasa berat, juga penglihatannya oleng.
"Ah, pusing."
Meski begitu, otaknya masih bekerja normal bahwa saat ini dirinya sudah berada di atas ranjang berukuran besar milik Zaki.
"Kenapa malah di sini? Enggak nyaman. Bukannya tadi aku di hotel?"
Dia berniat bangun dan pergi dari sana. Akan tetapi suara datar Zaki serentak menghadang pergerakannya.
"Tahan di sana." Cinta menoleh malas.
Zaki terlihat duduk melipat kaki di sofa sambil menikmati secangkir kopi hitam kesukaannya. Tubuh kekar yang biasa dibalut kemeja dan jas formal, kini berganti dengan piyama tidur yang tampak sangat menantang di bodi gagahnya.
"Sekarang waktunya tidur, bukan saatnya untuk berulah," tutur suara jantan itu lagi.
Mata Cinta terpana melihat pesona paripurna dari sisi lain Zaki. Lalu perlahan turun meneliti penampilan dirinya sendiri. Rupanya dia berpiyama seperti Zaki dan lebih membuatnya tercengang, motifnya serupa dengan yang dikenakan Zaki.
"Emm, Sejak kapan kita punya koleksi pakaian yang sama?" tanyanya bingung.
"Sejak saat ini," balas Zaki enteng.
Cinta melongo. Baginya ini terlalu berlebihan. Bagaimana mungkin pria yang selama satu tahun ini tidak pernah terlihat memakai piyama, tiba-tiba hadir di depannya dengan pakaian tersebut?
"L-lalu untuk apa aku beristirahat di sini? A-aku tidak bisa tidur di kamar orang lain. Benar!"
Sejenak, Zaki menipiskan bibirnya lalu berkata, "Mulai detik ini, kamarku akan menjadi kamarmu."
Cinta terbelalak tidak percaya.
"Apa?" Dirinya seperti baru mendapat kejutan besar. "Kau bercanda, Zaki."
"Aku tak punya waktu untuk bercanda," balas Zaki
"Ayolah, Zaki. Tolong! Aku tidak bisa tidur sekamar dengan orang lain apalagi seorang pria," pintanya memelas.
"Tapi bisa mabuk-mabukan dengan seorang pria asing dan nyaris sekamar dengannya?" tuding Zaki penuh desakan.
"Begitu, kan, yang kamu mau, Cinta?" berondongnya lagi.
Cinta tertegun. Ingatan terakhirnya memulih. Beberapa jam lalu, dia sedang berpesta minum dengan seorang pria bernama Abimanyu.
"Masih mau menyangkal?" Zaki mendesak dan Cinta menggeleng lemah.
Dia baru teringat, pria bernama Abi menawarkan minuman mahal padanya. Dirinya yang terbelenggu sakit hati, lalu menerima tawaran tersebut tanpa berpikir panjang hingga berakhir seperti ini.
"Ya! Itu karena salahmu juga, Zaki."
"Tak ada bantahan, Cinta. Atau kau ingin mulut pembangkangmu itu membengkak di antara belahan bibirku ini?"
Cinta melengos. Dia tahu Zaki tidak main-main dengan ucapannya. Untuk itu, lebih baik memilih bungkam daripada menerima nasib buruk dijadikan objek mainan. Raganya dimanfaatkan untuk mendambakan bayangan dan hati orang lain, bullshit!
'Tidak akan kubiarkan dia bertindak semena-mena dengan tubuhku," pikirnya siaga.
Zaki mengangguk seolah mendengarnya, "Maka dari itu, cepat pejamkan matamu."
Kini posisinya sudah berpindah ke ranjang yang sama, lalu berbaring di samping Cinta.
"Biar kau tidak membangunkan singa yang sedang kelaparan," ucapnya lagi membuat istri kecilnya itu lagi-lagi memutar kedua bola mata.
Cinta melirik jam dinding, menunjukkan waktu sepertiga malam terakhir. Tidur pun tentu hanya akan membuatnya ketakutan.
'Omongan lelaki tua tidak bisa dipegang, bukan? Apalagi jablai’ desah hatinya gamang.
Cinta tidak sudi diapa-apakan oleh pria matang tersebut. Niat hati ingin mengusir, khawatir dia menghilang lagi. Otaknya kini berserabut memikirkan maksud dari tindakan Zaki yang tidak biasa.
'Huh! Rencana busuk apa lagi ini?’
Jangan lupa like dan komen ^_^
"Huh! Rencana busuk apa lagi ini?"Alhasil, Cinta tidak bisa terlelap di sisa malam. Rasa kantuk menjalar. Akan tetapi, dia memilih untuk terus mengganjal mata hingga tak menyadari kapan dirinya terlelap, lalu kembali terjaga saat merasa ada beban besar menimpanya."Segitu nyamankah ragaku ini hingga jam segini pun kau masih betah memeluknya?"Cinta membeliak. Benda yang dipeluk berkali-kali, dikira bantal guling. Ternyata bodi menantang milik suami matangnya."Akh!" Cinta mendorong keras tubuh itu, tetapi kungkungan Zaki lebih kuat hingga dia tak mampu melepaskan diri.Cinta tertegun sejenak sebelum tangannya kembali bergerak menolak."Zaki, tolong. Jangan bercanda," pintanya memelas.Dengan gaya serupa, Zaki membalas, "Cinta, please! Ini, kan, yang kamu mau?" Dan bagi Cinta itu sindiran yang membuatnya jengah."Kau salah paham, Zaki. Aku tidak menginginkan apa-apa darimu selain membayar hutang keluargaku." Kali ini giliran Zaki yang mendorongnya kasar. Cinta langsung menghindar leg
Bab 11Sementara Zaki sudah siap memasang kacamata hitam untuk menutupi kelopak matanya yang tampak tanpa ekspresi. Tidak ada senyum di bibir, juga tak ada seringai di wajah. Semuanya beku."Cinta!" Suara Zaki kembali menggelegar memaksa Cinta menghentikan langkah dan menoleh. Zaki duduk di kursi penumpang, menatapnya dari balik kaca mobil yang terbuka."Jangan berani kelayapan selama aku di luar kota! Juga jangan coba-coba berbohong karena aku bisa melihatmu dari sisi mana pun!" Zaki memberi peringatan sebelum benar-benar menutup kembali kaca mobilnya. Cinta mengangguk meski tahu bahwa Zaki tidak membutuhkan jawabannya."Baiklah!" balasnya bersamaan dengan menghilangnya wajah Zaki di balik kaca yang sengaja ditutup. Pun seiring hadirnya Helena dengan kostum casual dan sneakers sambil mencolek pinggangnya."Hai, Cantik."Pada detik itu, matanya menangkap pergerakan mobil Zaki mulai bertolak dari parkiran membuat dadanya kembali berdesir."Cie! Cie! Yang nyium pipi suami," goda Hele
"Bisa kita bicara sebentar?"Cinta masih tertegun dan Abi tak menunggu jawaban darinya, langsung mengambil posisi duduk berseberangan dengannya.*Balada Hotel, Zaki sudah melakukan pertemuan dengan klien sejak pagi. Membahas agenda proyek properti yang merupakan cikal bakal bisnis keluarga Arsyandi Buana."Dengan membangun gedung-gedung indah dan fungsional di lahan kosong ini, diharap dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta memberi kontribusi positif bagi lingkungan.""Untuk itu, mari tetap fokus pada tujuan dalam mengembangkan proyek ini. Kita perlu terus mempelajari pasar, beradaptasi dengan perubahan, dan bekerja sama sebagai tim yang solid demi menghasilkan kesuksesan yang luar biasa."Beberapa agenda dilewati dengan sangat mulus hingga kesepakatan jadwal seminggu terpangkas menjadi tiga hari dan ini merupakan pagi penutupan. Masih ada waktu yang cukup lama untuk menikmati matahari meninggi."Mau bertahan dulu atau pulang saja, Pak?" Alfian sudah siaga di depan meja b
Cinta mau tak mau harus meninggalkan obrolan langkanya bersama Abi dan lebih menyedihkan, dia harus pergi tanpa berpamitan pada sang ibu yang sedang tertidur pulas. Hanya sebuah kecupan manis mendarat di keningnya."Kamu pulang cepat, Zaki?" Cinta yang masih penasaran mengulangi pertanyaan dan ini membuat Zaki berkeruh hati dan langsung berpandangan miring.Zaki tidak menggubris dan tak ada obrolan selama perjalanan pulang. Bahkan bungkamnya benar-benar mencipta suasana mencekam seisi kediaman elit mereka saat baru menginjakkan kaki di pintu utama."Ya, karena kau suka membuatku kerepotan." Zaki mendorong keras tubuh Cinta hingga membentur dinding. "Jadi begini kelakuanmu saat aku tidak ada?" tuduhnya dengan tangan yang sudah mencekal kasar lengan mungil itu.Cinta menggeleng menahan sakit."Kau salah paham, Zaki. Aku kebetulan bertemu dengannya karena sama-sama membesuk keluarga," terangnya meronta."Dan kami hanya berbincang soal peluang pekerjaan buat aku," dalihnya lagi sambil te
Pergerakan tangan berotot itu cukup gesit. Tak terasa mulai bergerilya seenak jidat, lalu dengan tubuh jantannya menekan raga indah tersebut di kasur, membuatnya seketika tak berkutik."Hentikan, Zaki!" Meski raga sudah tidak sejalan dengan akal, tetapi mulut masih mengajak konfrontasi.Cinta menggeram kecewa dengan sikap Zaki yang seenaknya. Pulang-pulang langsung menyerangnya membabi buta.Zaki tidak seperti biasanya. Entah setan dari mana, kali ini dia seperti menutup pendengaran."Menurutlah gadis kecil," desahnya lirih di sela napas memburu dan keinginan mengungkung tanpa ampun. Memaksa Cinta tunduk pada perintah dan pasrah menerima setiap gerakan maut membobol dinding. Memberi sedikit jeda kala dia meringis kesakitan. Terus membawanya terbang ke gerbang puncak kenikmatan, lalu dengan brengsek melolongkan nama orang lain dalam pergulatan rasa."Farahdinaa!"Sesakit itu perasaan Cinta, bagai tersiram lahar panas mematikan. Harapan bisa memenangi hati lelaki yang selalu membuat ja
Debar penantian mendesir ramah menyapa dada saat Cinta menyalakan lilin terakhir di ujung meja dinner."Semoga ini bukan jebakan," gumam lirih hatinya.Tak berselang lama, Zaki datang dari arah pintu utama. Seluruh ruangan mendadak senyap. Hanya terdengar bunyi sepatu pantofel membentur lantai marmer, menimbulkan irama khas langkah lebar."Dekorasi yang bagus!" ucap Zaki sambil memandang setangkai mawar hidup yang menancap dalam vas di tengah meja. "Wow! Mawarnya sangat cantik," komentarnya lagi.Tangan jantan Zaki bergerak meraih mawar tersebut untuk dihidu.Cinta hanya mengangguk kecil. Dipastikan saat ini dandanan dan kecantikannya sudah melebihi kelopak mawar yang dimaksud Zaki. Namun, pujian terlontar dari mulut Zaki hanya seputar dekorasi juga mawar indah yang tertancap di dalam vas dan bukan dirinya."Ya, semua sudah tersedia di rumah ini dan aku tinggal menatanya saja." Cinta berterus terang.Dia lalu menyadari kalau di ruangan itu tidak hanya dirinya berdua dengan Zaki melain
Bab 16Cinta menoleh dan menelan saliva berat."K-kau?"Ya, Abimanyu. Pria rupawan yang mengajaknya berpesta minuman waktu itu. Dia juga pria ramah yang menjadi alasan Zaki menghukumnya."Hai! Wah, kau di sini juga?" tanya Abi dengan suara khas memikat.Pemilik mata bulat ini mengangguk pelan, memicu reaksi terkejut dari Helena."Cinta, Abi. Jadi kalian berdua sudah saling kenal?"Baik Cinta maupun Abi sama-sama mengangguk sungkan dengan alasan berbeda. Cinta canggung. Bukan tidak mungkin Abi akan membeberkan awal perkenalan mereka yang memalukan di depan Helena. "Ehm, ya. Kami memang belum lama berkenalan." Cinta menjawab hati-hati.Sedang Abi, merasa yakin kalau wanita itu pasti telah disakiti sang suami karena dirinya. 'Awal yang bagus,' pikirnya."Ya, itu benar. Kami memang baru berteman," lanjutnya mengungkap.Helena menghela napas lega."Oh, baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu repot-repot mengenalkan teman masa kecilku padamu, bukan?" selorohnya sambil menepuk pundak Abi ya
Bayangan seperti truk putih meluncur dari arah depan. Cinta panik serentak menutup mata dan berteriak, "Z-zaki! Hentikan mobilnya!" Zaki menginjak rem dadakan menimbulkan bunyi decitan keras. Cinta mendadak melow. Sedikit lagi benturan keras akan terjadi dan harapan matinya selama ini akan segera terwujud."Inikah jalan maut bagiku?"Cinta tersenyum getir. 'Tapi, enggak asyik. Kenapa matinya harus bareng Zaki?'Dia rela mati, rela lenyap saat itu juga, tetapi dia tidak ingin pergi ke akhirat bergandengan dengan pria bajingan yang sudah mengkhianati pernikahannya.Cinta masih mengkhayal saat semua menjadi sepi, hening. Perlahan matanya mengerjap, Cinta mendongak pelan seiring menelan saliva getir. "Apa aku sudah mati?" tanyanya lirih. "Apa ini neraka?" Perlahan kepalanya menoleh dan Zaki sudah menatapnya sangar."Takut mati juga?"Seringai jahat dan sorot tajam itu berubah kejam seperti singa liar yang siap menerkam mangsa."J-jadi bayangan truk tadi cuma halusinasi?" gumamnya kecewa