Cinta menyeringai saat wanita bernama Farahdina itu berjalan mendekat. Keduanya saling beradu tatap membuat udara di ruangan seketika memanas.
"Ya, kau benar! Aku ini wanita berkualitas dan mana mungkin berselera pada barang bekas apalagi suami dari orang rendahan," cibirnya.
Jika di pertemuan awal mereka Farah memamerkan keanggunan dan kelembutan hatinya, maka pada detik ini semua kelembutan itu berbalik seratus delapan puluh derajat.
Cinta ikut menarik sudut bibirnya.
"Maka dari itu, biarkan orang rendahan ini membawa pulang suaminya tanpa harus bertungkus lumus menjemputnya kemari," balasnya tak mau kalah.
Farah terbahak elegan di sela pancaran wajah angkuh.
"Ah, baiklah. Kurasa sebaiknya kita bicara," ujarnya sambil bertepuk tangan ala pebisnis handal dan itu mencerminkan jati dirinya sebagai pemilik Farah Beauty Salon yang sudah melanglang buana.
"Apa yang ingin kau bicarakan, Nona Farah. Katakan saja, aku tidak punya banyak waktu," tukas Cinta tidak sabar.
"Kudengar kau menikah dengan Zaki hanya karena uang. Itu artinya sampai kapan pun dia tidak akan pernah menganggapmu sebagai istri."
Farah masuk ke inti permasalahan. Sepertinya dia begitu paham akan situasi.
"Jadi kurasa sebaiknya kau bercerai saja dengannya," pungkasnya lagi dan dia merasa menang.
Cinta mengerling tajam.
"Sepertinya kau salah mengira, Nona. Kami memang menikah karena perjanjian hutang, tetapi pernikahan tersebut terjadi tidak main-main dan itu legal di mata hukum maupun agama," terangnya tanpa perlu ditutupi.
"Sejauh ini hubungan kami harmonis. Terlepas dari masa lalu, kami punya hak untuk memperbaiki hubungan ini menjadi lebih berarti," sambungnya lagi.
Ucapannya kedengaran acuh tak acuh membuat wanita itu marah besar.
"Baiklah, rupanya tak hanya usiamu saja yang kecil, tetapi otakmu juga picik."
"Apa maksudmu meremehkanku, Nona Farah? Anda hanya masa lalu yang tidak berhak mencampuri urusan masa depan Zaki."
Farah langsung tersulut.
"Aku lebih tahu siapa Zaki sesungguhnya. Sekali dia tidak menganggapmu sebagai istri, maka selamanya dia akan membuatmu menderita."
Farah menyindir sambil terus menghantam kata-kata penuh ironi.
"Lalu kapan kau akan punya anak darinya kalau organ reproduksimu saja sama sekali tidak difungsikan olehnya?"
Cinta tertegun. Ucapan Farah ada benarnya.
'Sejauh itukah dia mengenal Zaki hingga hubungan suami-istri yang tidak pernah terjadi di antara kami saja bisa diketahui olehnya?'
'Sebesar itukah rasa percaya Zaki kepada wanita ini sampai dia berani membeberkan semua rahasia tentang hidupnya?'
Farah menyeringai jahat.
"Kenapa? Kaget kalau aku bisa melihat kekuranganmu dengan sangat baik?" desisnya sinis.
Tatapan tajam menggambarkan keangkuhan mendominasi. Sedangkan sifat elegan dan anggun pada dirinya hanyalah sisi kecil dari kedok yang digunakan untuk memikat Zaki.
"Sungguh, kau akan sangat menyesal jika tidak mendengar perkataanku," tutupnya sambil berlalu.
"Eh! Dengar, ya! Walau penuh kekurangan begini, aku tidak pernah menangis meminta untuk dikasihani oleh suamiku sendiri. Berbeda dengan kau yang pulang-pulang sudah bilang cemburu sama Zaki soal pernikahan kami!" pekik Cinta lantang. Dia sangat yakin kalau Farah mendengar teriakannya tersebut.
Cinta tak ingin menunda waktu dan langsung pergi setelah sosok wanita itu menghilang di balik dinding pemisah. Hatinya bergesek menimbulkan percikan api, memicu kobaran besar di dada.
Dia bahkan nyaris tidak bisa menjernihkan pikiran sendiri. Pun kepalanya tak tahan untuk tidak menggeleng.
"Jadi begini tipe wanita yang dicintai Zaki?" Hatinya cukup tergores mengingat kembali momen di mana Zaki kerap mengasarinya sambil menyebut nama keramat milik Farahdina.
Seketika pandangannya berkaca-kaca. Lidahnya ikut berdecak kesal, "Pantas saja, wanita itu benar-benar cerminan dirinya."
Cinta keluar dari sana dengan perasaan kacau. Akan tetapi, dia juga harus kembali menerobos keramaian pesta dansa demi mencari keberadaan Zaki yang pergi tanpa diketahui arahnya.
"Ke mana dia?"
Bayangan Zaki memeluk Farahdina dan juga ungkapan sinis dari wanita itu membuat dadanya penuh sesak.
"Awas saja kau, Zaki!" ancamnya dengan gigi gemelutuk.
Di sela kebingungan dan rasa dongkol yang mendera, seseorang bersuara khas menyapa dari belakang.
"Mau berdansa denganku?"
Tidak salah lagi itu suara seorang pria. Kedengaran cukup mengesankan dan memaksa Cinta untuk menoleh.
"Anda siapa?" tanyanya spontan. Cinta tidak punya waktu meladeni orang asing.
Orang tersebut tersenyum. Senyumannya tampak terlalu menawan bagi ukuran pria berjakun hingga sedikit memengaruhi motorik Cinta. Wanita itu melongo.
'Memangnya ada pria secantik ini?' pikirnya tak percaya. Untuk sejenak, dia melupakan tujuan mencari keberadaan sang suami.
Pria jangkung berpenampilan rapi, wangi dan cukup narsis di pengamatan Cinta ini tiada sungkan menampilkan gaya santun. Senyum teduhnya serentak memberi keindahan di hati Cinta seperti riak warna-warni pelangi yang terbit setelah hujan.
"Santai. Mari berkenalan. Aku Abimanyu," ucap ramah suara itu.
Sebelah tangannya sudah menggenggam jus orange dan yang lainnya menguasai segelas minuman berbintang. Lalu jus-nya disodorkan kepada Cinta. Namun, dia menolak.
"Panggil saja Abi. Mari merayakan bersama, pesta ini milik kita." Abi kembali menyodorkan minuman tersebut dan sekali lagi dia menolak.
"Aku Cinta."
Matanya menatap lekat minuman mahal di tangan Abi. Bayangan suram kembali membuat otak keruhnya berjalan.
'Perlu dicoba. Ini tidak buruk.' Bibir dan tangannya menolak jus, tetapi hati kecilnya berkata lain.
Perlu diingat, Cinta bukan tipe gadis yang menanggapi masalah dengan kepala dingin. Dia bahkan pernah nyaris bunuh diri karena masalah, bukan?
"Baiklah, mari merayakan."
Pikiran yang gagal menjernih tiba-tiba saja memaksa tangannya melesak tanpa ragu. Merebut gelas lain yang berisi minuman termahal di dunia, lalu menegaknya hingga tandas.
"Ya, ini sangat membantu." Cinta memutuskan untuk mencari pelampiasnya sendiri.
Seperti saat ini, dia pun tentu tidak tinggal diam dengan apa yang sudah dialaminya sejak seminggu belakangan.
"Gadis pintar."
Alis Abi terangkat simetris. Perlahan jus orange yang ditawarnya tadi dia kembalikan ke meja semula. Lalu perlahan mendekati wanita asing di depannya.
"Apa kau terbiasa melakukan ini?"
Entah berapa kali pria itu membiarkan Cinta merampas gelas dan mereguk kembali minuman panas yang sedia membakar tenggorokan. Abi menyeringai.
"Masih mampu?"
Cinta terkekeh.
"Sangat mampu. Berikan saja padaku. Ini hanya sedikit dan tidak akan membuat mabuk!" racaunya lagi di sela rasa oleng yang kian bergejolak.
“Baiklah, apapun untukmu!”
Pria itu seperti mendapat hiburan tersendiri lewat tingkah konyol Cinta.
“Ya! Dengan berpesta, semuanya menjadi mudah!” seru Cinta lantang.
Pada detik ini, dia benar-benar melupakan tujuannya mencari keberadaan Zaki. Lantas berbalik menyambut tangan pria bernama Abi yang mengajaknya berdansa.
“Keren.”
Pria itu menyeringai puas.
Cinta sudah berada di batas kesadaran. Hangover membuat penampilannya berubah tak karuan. Beberapa kali dia memuntahkan isi perut yang mengeluarkan bau menyengat. Tungkainya tak lagi sanggup berjalan. Mau tak mau dibantu oleh Abi yang memapahnya menuju sebuah kamar asing.
“Zaki! Di mana kau?” racau Cinta dalam serak. Serentak menimbulkan seringai licik di bibir pria yang tengah memapahnya.
Jangan lupa like and sub jika berkenan 💕
"Zaki! Kau di mana?" racaunya serak memicu seringai licik di bibir pria yang memapahnya pergi dari sana. Area basement, Zaki sudah tak sabar menunggu kedatangan istri kecilnya. Dia memilih pergi ke mobil setelah Cinta memergokinya sedang berpelukan dengan Farah. "Bukankah tadi dia yang meminta pulang?" protesnya tidak sabar sambil memosisikan duduk di moncong mobil dengan kedua kaki saling bertaut. Jemarinya tidak lepas dari mengutak-atik benda sejuta umat di tangan demi menghubungi istrinya. Namun, yang dihubungi tak kunjung mengangkat ponsel. "Ke mana lagi dia?" desisnya di sela rasa kesal yang mulai membumbung. Tak lama, muncul suara-suara mencurigakan dari belakang dan Zaki langsung menoleh ke sumbernya. "P-ponsel. Ang-kat! Hhh ...." Suara celetukan gagap dibarengi tawa sumbang itu bermunculan membuat Zaki mulai menajamkan pendengaran. "Kau minum terlalu banyak. Bagaimana bisa menyambut panggilan dalam kondisi begini?" ujar seorang pria saat tengah memapah wanitanya yang did
"Huh! Rencana busuk apa lagi ini?"Alhasil, Cinta tidak bisa terlelap di sisa malam. Rasa kantuk menjalar. Akan tetapi, dia memilih untuk terus mengganjal mata hingga tak menyadari kapan dirinya terlelap, lalu kembali terjaga saat merasa ada beban besar menimpanya."Segitu nyamankah ragaku ini hingga jam segini pun kau masih betah memeluknya?"Cinta membeliak. Benda yang dipeluk berkali-kali, dikira bantal guling. Ternyata bodi menantang milik suami matangnya."Akh!" Cinta mendorong keras tubuh itu, tetapi kungkungan Zaki lebih kuat hingga dia tak mampu melepaskan diri.Cinta tertegun sejenak sebelum tangannya kembali bergerak menolak."Zaki, tolong. Jangan bercanda," pintanya memelas.Dengan gaya serupa, Zaki membalas, "Cinta, please! Ini, kan, yang kamu mau?" Dan bagi Cinta itu sindiran yang membuatnya jengah."Kau salah paham, Zaki. Aku tidak menginginkan apa-apa darimu selain membayar hutang keluargaku." Kali ini giliran Zaki yang mendorongnya kasar. Cinta langsung menghindar leg
Bab 11Sementara Zaki sudah siap memasang kacamata hitam untuk menutupi kelopak matanya yang tampak tanpa ekspresi. Tidak ada senyum di bibir, juga tak ada seringai di wajah. Semuanya beku."Cinta!" Suara Zaki kembali menggelegar memaksa Cinta menghentikan langkah dan menoleh. Zaki duduk di kursi penumpang, menatapnya dari balik kaca mobil yang terbuka."Jangan berani kelayapan selama aku di luar kota! Juga jangan coba-coba berbohong karena aku bisa melihatmu dari sisi mana pun!" Zaki memberi peringatan sebelum benar-benar menutup kembali kaca mobilnya. Cinta mengangguk meski tahu bahwa Zaki tidak membutuhkan jawabannya."Baiklah!" balasnya bersamaan dengan menghilangnya wajah Zaki di balik kaca yang sengaja ditutup. Pun seiring hadirnya Helena dengan kostum casual dan sneakers sambil mencolek pinggangnya."Hai, Cantik."Pada detik itu, matanya menangkap pergerakan mobil Zaki mulai bertolak dari parkiran membuat dadanya kembali berdesir."Cie! Cie! Yang nyium pipi suami," goda Hele
"Bisa kita bicara sebentar?"Cinta masih tertegun dan Abi tak menunggu jawaban darinya, langsung mengambil posisi duduk berseberangan dengannya.*Balada Hotel, Zaki sudah melakukan pertemuan dengan klien sejak pagi. Membahas agenda proyek properti yang merupakan cikal bakal bisnis keluarga Arsyandi Buana."Dengan membangun gedung-gedung indah dan fungsional di lahan kosong ini, diharap dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta memberi kontribusi positif bagi lingkungan.""Untuk itu, mari tetap fokus pada tujuan dalam mengembangkan proyek ini. Kita perlu terus mempelajari pasar, beradaptasi dengan perubahan, dan bekerja sama sebagai tim yang solid demi menghasilkan kesuksesan yang luar biasa."Beberapa agenda dilewati dengan sangat mulus hingga kesepakatan jadwal seminggu terpangkas menjadi tiga hari dan ini merupakan pagi penutupan. Masih ada waktu yang cukup lama untuk menikmati matahari meninggi."Mau bertahan dulu atau pulang saja, Pak?" Alfian sudah siaga di depan meja b
Cinta mau tak mau harus meninggalkan obrolan langkanya bersama Abi dan lebih menyedihkan, dia harus pergi tanpa berpamitan pada sang ibu yang sedang tertidur pulas. Hanya sebuah kecupan manis mendarat di keningnya."Kamu pulang cepat, Zaki?" Cinta yang masih penasaran mengulangi pertanyaan dan ini membuat Zaki berkeruh hati dan langsung berpandangan miring.Zaki tidak menggubris dan tak ada obrolan selama perjalanan pulang. Bahkan bungkamnya benar-benar mencipta suasana mencekam seisi kediaman elit mereka saat baru menginjakkan kaki di pintu utama."Ya, karena kau suka membuatku kerepotan." Zaki mendorong keras tubuh Cinta hingga membentur dinding. "Jadi begini kelakuanmu saat aku tidak ada?" tuduhnya dengan tangan yang sudah mencekal kasar lengan mungil itu.Cinta menggeleng menahan sakit."Kau salah paham, Zaki. Aku kebetulan bertemu dengannya karena sama-sama membesuk keluarga," terangnya meronta."Dan kami hanya berbincang soal peluang pekerjaan buat aku," dalihnya lagi sambil te
Pergerakan tangan berotot itu cukup gesit. Tak terasa mulai bergerilya seenak jidat, lalu dengan tubuh jantannya menekan raga indah tersebut di kasur, membuatnya seketika tak berkutik."Hentikan, Zaki!" Meski raga sudah tidak sejalan dengan akal, tetapi mulut masih mengajak konfrontasi.Cinta menggeram kecewa dengan sikap Zaki yang seenaknya. Pulang-pulang langsung menyerangnya membabi buta.Zaki tidak seperti biasanya. Entah setan dari mana, kali ini dia seperti menutup pendengaran."Menurutlah gadis kecil," desahnya lirih di sela napas memburu dan keinginan mengungkung tanpa ampun. Memaksa Cinta tunduk pada perintah dan pasrah menerima setiap gerakan maut membobol dinding. Memberi sedikit jeda kala dia meringis kesakitan. Terus membawanya terbang ke gerbang puncak kenikmatan, lalu dengan brengsek melolongkan nama orang lain dalam pergulatan rasa."Farahdinaa!"Sesakit itu perasaan Cinta, bagai tersiram lahar panas mematikan. Harapan bisa memenangi hati lelaki yang selalu membuat ja
Debar penantian mendesir ramah menyapa dada saat Cinta menyalakan lilin terakhir di ujung meja dinner."Semoga ini bukan jebakan," gumam lirih hatinya.Tak berselang lama, Zaki datang dari arah pintu utama. Seluruh ruangan mendadak senyap. Hanya terdengar bunyi sepatu pantofel membentur lantai marmer, menimbulkan irama khas langkah lebar."Dekorasi yang bagus!" ucap Zaki sambil memandang setangkai mawar hidup yang menancap dalam vas di tengah meja. "Wow! Mawarnya sangat cantik," komentarnya lagi.Tangan jantan Zaki bergerak meraih mawar tersebut untuk dihidu.Cinta hanya mengangguk kecil. Dipastikan saat ini dandanan dan kecantikannya sudah melebihi kelopak mawar yang dimaksud Zaki. Namun, pujian terlontar dari mulut Zaki hanya seputar dekorasi juga mawar indah yang tertancap di dalam vas dan bukan dirinya."Ya, semua sudah tersedia di rumah ini dan aku tinggal menatanya saja." Cinta berterus terang.Dia lalu menyadari kalau di ruangan itu tidak hanya dirinya berdua dengan Zaki melain
Bab 16Cinta menoleh dan menelan saliva berat."K-kau?"Ya, Abimanyu. Pria rupawan yang mengajaknya berpesta minuman waktu itu. Dia juga pria ramah yang menjadi alasan Zaki menghukumnya."Hai! Wah, kau di sini juga?" tanya Abi dengan suara khas memikat.Pemilik mata bulat ini mengangguk pelan, memicu reaksi terkejut dari Helena."Cinta, Abi. Jadi kalian berdua sudah saling kenal?"Baik Cinta maupun Abi sama-sama mengangguk sungkan dengan alasan berbeda. Cinta canggung. Bukan tidak mungkin Abi akan membeberkan awal perkenalan mereka yang memalukan di depan Helena. "Ehm, ya. Kami memang belum lama berkenalan." Cinta menjawab hati-hati.Sedang Abi, merasa yakin kalau wanita itu pasti telah disakiti sang suami karena dirinya. 'Awal yang bagus,' pikirnya."Ya, itu benar. Kami memang baru berteman," lanjutnya mengungkap.Helena menghela napas lega."Oh, baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu repot-repot mengenalkan teman masa kecilku padamu, bukan?" selorohnya sambil menepuk pundak Abi ya