Bab 11Sementara Zaki sudah siap memasang kacamata hitam untuk menutupi kelopak matanya yang tampak tanpa ekspresi. Tidak ada senyum di bibir, juga tak ada seringai di wajah. Semuanya beku."Cinta!" Suara Zaki kembali menggelegar memaksa Cinta menghentikan langkah dan menoleh. Zaki duduk di kursi penumpang, menatapnya dari balik kaca mobil yang terbuka."Jangan berani kelayapan selama aku di luar kota! Juga jangan coba-coba berbohong karena aku bisa melihatmu dari sisi mana pun!" Zaki memberi peringatan sebelum benar-benar menutup kembali kaca mobilnya. Cinta mengangguk meski tahu bahwa Zaki tidak membutuhkan jawabannya."Baiklah!" balasnya bersamaan dengan menghilangnya wajah Zaki di balik kaca yang sengaja ditutup. Pun seiring hadirnya Helena dengan kostum casual dan sneakers sambil mencolek pinggangnya."Hai, Cantik."Pada detik itu, matanya menangkap pergerakan mobil Zaki mulai bertolak dari parkiran membuat dadanya kembali berdesir."Cie! Cie! Yang nyium pipi suami," goda Hele
"Bisa kita bicara sebentar?"Cinta masih tertegun dan Abi tak menunggu jawaban darinya, langsung mengambil posisi duduk berseberangan dengannya.*Balada Hotel, Zaki sudah melakukan pertemuan dengan klien sejak pagi. Membahas agenda proyek properti yang merupakan cikal bakal bisnis keluarga Arsyandi Buana."Dengan membangun gedung-gedung indah dan fungsional di lahan kosong ini, diharap dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat serta memberi kontribusi positif bagi lingkungan.""Untuk itu, mari tetap fokus pada tujuan dalam mengembangkan proyek ini. Kita perlu terus mempelajari pasar, beradaptasi dengan perubahan, dan bekerja sama sebagai tim yang solid demi menghasilkan kesuksesan yang luar biasa."Beberapa agenda dilewati dengan sangat mulus hingga kesepakatan jadwal seminggu terpangkas menjadi tiga hari dan ini merupakan pagi penutupan. Masih ada waktu yang cukup lama untuk menikmati matahari meninggi."Mau bertahan dulu atau pulang saja, Pak?" Alfian sudah siaga di depan meja b
Cinta mau tak mau harus meninggalkan obrolan langkanya bersama Abi dan lebih menyedihkan, dia harus pergi tanpa berpamitan pada sang ibu yang sedang tertidur pulas. Hanya sebuah kecupan manis mendarat di keningnya."Kamu pulang cepat, Zaki?" Cinta yang masih penasaran mengulangi pertanyaan dan ini membuat Zaki berkeruh hati dan langsung berpandangan miring.Zaki tidak menggubris dan tak ada obrolan selama perjalanan pulang. Bahkan bungkamnya benar-benar mencipta suasana mencekam seisi kediaman elit mereka saat baru menginjakkan kaki di pintu utama."Ya, karena kau suka membuatku kerepotan." Zaki mendorong keras tubuh Cinta hingga membentur dinding. "Jadi begini kelakuanmu saat aku tidak ada?" tuduhnya dengan tangan yang sudah mencekal kasar lengan mungil itu.Cinta menggeleng menahan sakit."Kau salah paham, Zaki. Aku kebetulan bertemu dengannya karena sama-sama membesuk keluarga," terangnya meronta."Dan kami hanya berbincang soal peluang pekerjaan buat aku," dalihnya lagi sambil te
Pergerakan tangan berotot itu cukup gesit. Tak terasa mulai bergerilya seenak jidat, lalu dengan tubuh jantannya menekan raga indah tersebut di kasur, membuatnya seketika tak berkutik."Hentikan, Zaki!" Meski raga sudah tidak sejalan dengan akal, tetapi mulut masih mengajak konfrontasi.Cinta menggeram kecewa dengan sikap Zaki yang seenaknya. Pulang-pulang langsung menyerangnya membabi buta.Zaki tidak seperti biasanya. Entah setan dari mana, kali ini dia seperti menutup pendengaran."Menurutlah gadis kecil," desahnya lirih di sela napas memburu dan keinginan mengungkung tanpa ampun. Memaksa Cinta tunduk pada perintah dan pasrah menerima setiap gerakan maut membobol dinding. Memberi sedikit jeda kala dia meringis kesakitan. Terus membawanya terbang ke gerbang puncak kenikmatan, lalu dengan brengsek melolongkan nama orang lain dalam pergulatan rasa."Farahdinaa!"Sesakit itu perasaan Cinta, bagai tersiram lahar panas mematikan. Harapan bisa memenangi hati lelaki yang selalu membuat ja
Debar penantian mendesir ramah menyapa dada saat Cinta menyalakan lilin terakhir di ujung meja dinner."Semoga ini bukan jebakan," gumam lirih hatinya.Tak berselang lama, Zaki datang dari arah pintu utama. Seluruh ruangan mendadak senyap. Hanya terdengar bunyi sepatu pantofel membentur lantai marmer, menimbulkan irama khas langkah lebar."Dekorasi yang bagus!" ucap Zaki sambil memandang setangkai mawar hidup yang menancap dalam vas di tengah meja. "Wow! Mawarnya sangat cantik," komentarnya lagi.Tangan jantan Zaki bergerak meraih mawar tersebut untuk dihidu.Cinta hanya mengangguk kecil. Dipastikan saat ini dandanan dan kecantikannya sudah melebihi kelopak mawar yang dimaksud Zaki. Namun, pujian terlontar dari mulut Zaki hanya seputar dekorasi juga mawar indah yang tertancap di dalam vas dan bukan dirinya."Ya, semua sudah tersedia di rumah ini dan aku tinggal menatanya saja." Cinta berterus terang.Dia lalu menyadari kalau di ruangan itu tidak hanya dirinya berdua dengan Zaki melain
Bab 16Cinta menoleh dan menelan saliva berat."K-kau?"Ya, Abimanyu. Pria rupawan yang mengajaknya berpesta minuman waktu itu. Dia juga pria ramah yang menjadi alasan Zaki menghukumnya."Hai! Wah, kau di sini juga?" tanya Abi dengan suara khas memikat.Pemilik mata bulat ini mengangguk pelan, memicu reaksi terkejut dari Helena."Cinta, Abi. Jadi kalian berdua sudah saling kenal?"Baik Cinta maupun Abi sama-sama mengangguk sungkan dengan alasan berbeda. Cinta canggung. Bukan tidak mungkin Abi akan membeberkan awal perkenalan mereka yang memalukan di depan Helena. "Ehm, ya. Kami memang belum lama berkenalan." Cinta menjawab hati-hati.Sedang Abi, merasa yakin kalau wanita itu pasti telah disakiti sang suami karena dirinya. 'Awal yang bagus,' pikirnya."Ya, itu benar. Kami memang baru berteman," lanjutnya mengungkap.Helena menghela napas lega."Oh, baguslah kalau begitu. Aku tidak perlu repot-repot mengenalkan teman masa kecilku padamu, bukan?" selorohnya sambil menepuk pundak Abi ya
Bayangan seperti truk putih meluncur dari arah depan. Cinta panik serentak menutup mata dan berteriak, "Z-zaki! Hentikan mobilnya!" Zaki menginjak rem dadakan menimbulkan bunyi decitan keras. Cinta mendadak melow. Sedikit lagi benturan keras akan terjadi dan harapan matinya selama ini akan segera terwujud."Inikah jalan maut bagiku?"Cinta tersenyum getir. 'Tapi, enggak asyik. Kenapa matinya harus bareng Zaki?'Dia rela mati, rela lenyap saat itu juga, tetapi dia tidak ingin pergi ke akhirat bergandengan dengan pria bajingan yang sudah mengkhianati pernikahannya.Cinta masih mengkhayal saat semua menjadi sepi, hening. Perlahan matanya mengerjap, Cinta mendongak pelan seiring menelan saliva getir. "Apa aku sudah mati?" tanyanya lirih. "Apa ini neraka?" Perlahan kepalanya menoleh dan Zaki sudah menatapnya sangar."Takut mati juga?"Seringai jahat dan sorot tajam itu berubah kejam seperti singa liar yang siap menerkam mangsa."J-jadi bayangan truk tadi cuma halusinasi?" gumamnya kecewa
Bab 18'Dia tidak mencintaiku, aku pun tidak boleh mencintainya.' Cinta merutuki diri. Rasa panas menjalar di wajahnya. Meski sudah dua kali Zaki melihat keindahan tubuhnya tanpa sekat, tetapi rasa sungkan itu tak kunjung mereda. 'Oh, hati. Tolong!' Bahkan Cinta gagal terlelap hingga pagi menjelang."Ini menyakitkan," keluhnya bingung saat mendapati pria tanpa perasaan itu tertidur pulas seolah tanpa beban.Perlahan dia bangkit ke kamar mandi, membersihkan diri. Berendam dengan air hangat yang membuatnya merasa sedikit nyaman. Otot kakunya meregang sebagai efek dari sensasi aroma terapi berasal dari sabun.Perlahan Cinta memejam rapat matanya.'Ah, bayangan itu lagi.' Walau sudah berupaya mengusir, tetap gagal."Zaki," desahnya pelan saat siluet pria itu berkelebat nakal menghiasi lamunan pagi ini. Semua tentang Zaki begitu unik. Umpatan, sentuhan, juga ekspresi jantan yang membuatnya merasa seperti ingin gila. Namun, itu tidak berlangsung lama sebab Cinta kembali mengumpat keras.