Share

Bab 4 - Aku Akan menuntutmu!

Bab 4

"Setelah itu, aku berjanji tidak akan mengganggumu lagi." Cinta memelas.

Kini dia menoleh dengan mengangkat dagu. Menatap kelopak mata tajam yang masih memadangnya lekat.

Sejenak, pria itu menyapu keningnya dan berkata, "Well! Itu tidak sulit. Tapi, sebelumnya aku kutawari beberapa pilihan yang wajib kau kerjakan dan semuanya akan menjadi mudah."

Cinta mendecak malas. Bagaimana mungkin ada pilihan yang wajib dikerjakan semuanya? Itu sama saja dengan menghukum atau memerintah.

"Apa itu?"

"Pertama, Ibumu masih dalam perawatan ICU, tinggal bilang padanya soal perceraian ini, lalu lihat hasilnya."

Dua tangan dialihkan ke saku celana yang dikenakan.

"Kedua, jangan lupa mengembalikan semua asetku yang selama ini melindungi perusahaan mendiang ayahmu. Aku berencana membuat perusahaan itu kembali ke posisi awal seperti waktu ayahmu datang memohon kepadaku."

Cinta tertegun. Sungguh pilihan sulit. Memilih salah satu di antaranya saja susah apalagi mengerjakan keduanya.

'Bagaimana aku bisa melakukan semua itu? Pasti terjadi apa-apa pada ibu begitu mendengar kata perceraian, begitupun perusahaan ayah akan segera jatuh ke tangan paman. Itu artinya perjuangan ayah selama masih hidup akan sia-sia.'

Lamunannya membuyar saat Zaki kembali bersuara.

"Yakin bisa melakukannya?" Ucapan itu terdengar kelakar di telinga dan tentu sangat meremehkan dirinya. Amarah Cinta kembali tersulut.

"Jadi kau pikir aku takut dengan ancaman?"

Sungguh dia sangat membenci tekanan apalagi melibatkan permasalahan ayah dan ibunya di masa lalu.

"Baik, aku terima tantanganmu. Aku akan bersujud di kaki ibu dan bekerja lebih keras lagi demi almarhum ayah."

Zaki lanjut berkata, "Dan yang terakhir."

Matanya melebar saat pria itu menarik salah satu tangannya dari saku celana dengan menyertakan ponsel di genggaman.

"Kau harus menyelesaikan tugas ini."

Dengan cepat dia mengutak-atik sesuatu di ponselnya. Tak lama, benda pipih itu sudah terbuka dan nyaris berpindah ke tangan Cinta kalau saja kehadiran tim medis tidak tepat waktu.

Zaki mengalah dan berucap sebelum meninggalkan ruangan dengan ekspresi tidak tertebak,

"Bersiaplah setelah ini akan ada kejutan besar."

Sementara Cinta nampak mengerling sinis.

Setelah menjalani pemeriksaan terakhir, Cinta diperbolehkan pulang oleh dokter. Dengan bantuan Zaki, kini dia berhasil mengekori punggung suaminya dengan lega.

Namun, tanpa diduga sesuatu terjadi.

Di halaman rumah sakit telah berkumpul sejumlah wartawan dari berbagai media tanah air yang menghebohkan rumor mengenai gunjang-ganjing rumah tangga pewaris tunggal PT. Arsyandi Buana, Zaki Arsya.

Melihat kemunculan mereka dari jauh, para pemburu berita tersebut mulai gegas menghampiri meski pergerakan mereka sempat dihalangi oleh sejumlah sekuriti yang sedang bertugas.

"Apa itu? Siapa mereka?" tanya Cinta tidak nyaman. Cinta memilih mundur dan berniat kembali ke area loket. Berbeda dengan Zaki yang terlihat tenang, lantas mencekal lengan Cinta untuk tetap bertahan.

"Kau ingin bercerai, kan? Maka ini tugas ke tiga yang wajib kau selesaikan sendiri," ucap Zaki datar tanpa menoleh sambil menyodorkan ponsel ke arahnya dengan layar terbuka.

"Apa ini?" Cinta memandang isi ponsel dengan mulut ternganga.

Matanya melotot dan lebih terperanjat lagi saat Zaki dengan santai berucap, "Aku akan menuntutmu atas tuduhan pencemaran nama baik."

"What??"

Bagaimana mungkin percobaan bunuh dirinya malam itu berubah menjadi topik terhangat dalam pemberitaan media tanah air? Selama tiga hari ini kasusnya viral dengan teks berita 'Diduga KDRT, Istri Pewaris PT. Arsyandi Buana Melakukan Percobaan Bunuh Diri di Ketinggian Jembatan Sungai Kalitua.'

'Berarti aku juga tak sadarkan diri selama tiga hari?' pikirnya, Cinta mendongak menatap tidak percaya.

Zaki mengangguk seolah paham akan diamnya.

"Dengan begitu, kau akan mendekam di penjara dan tentunya membayar ganti rugi atas perbuatanmu itu."

Cinta menelan saliva kasar. Tenggorokannya terasa pahit.

"Sembarangan saja kau!" tukasnya dengan wajah masam.

Zaki terkekeh lagi.

"Dengar Cinta! Di sini kau yang lebih banyak bergantung padaku. Jadi jika ingin memulai perceraian, lakukan! Asal kau mampu menjalani semua syaratnya."

'Jadi ini kejutan yang dimaksud Zaki tadi? Dasar suami gila!' umpat Cinta dalam hati.

"Ini tidak mungkin, Zaki! Aku —"

Tenggorokan Cinta tercekat. Wajahnya memberengut dan netra mulai berkaca-kaca. Ternyata selama dia tidak sadarkan diri, Zaki telah merencanakan semuanya. Pria matang itu telah memegang kartu AS untuk melawannya.

"Jadi menurutlah," balas Zaki enteng.

Mau tak mau, dia harus tunduk pada peraturan yang dibuat Zaki.

"Baik, tidak akan ada perceraian," Cinta meletak kasar ponsel ke telapak tangan Zaki yang sedia menyambut, 'melainkan pembalasan dendam!' batinnya dengan dada bergemuruh.

"Baiklah, kalau begitu mari kita hadapi bersama. Mari buktikan ke media kalau hubungan ini baik-baik saja," balas Zaki sinis.

Lagi, Cinta meneguk Saliva kasar. Perlahan tangannya naik menyambut uluran tangan Zaki yang sudah siap menggenggamnya erat. Sekali lagi dia merasa ingin pingsan.

Melihat kemunculan Zaki yang menggandeng istrinya, para pemburu berita terkini langsung menyerbu mereka dengan pola 5 W 1 H.

"Pak Zaki Arsya, apakah benar istri kecil Anda mengalami kekerasan lantaran perbedaan usia hingga harus melakukan percobaan bunuh diri di jembatan Kalitua?"

Seorang wartawan berkata dan diikuti suara riuh dari rekan-rekannya.

Berkat kepiawaian dalam menghadapi permasalahan media, Zaki berhasil membungkam para wartawan dalam waktu singkat.

Cinta hanya menunduk menyembunyikan wajahnya dari sorotan kamera dengan jaket yang dia kenakan sambil berjalan di samping Zaki yang terlihat sangat tenang.

"Masih mau bilang cerai?" Zaki dengan salah satu sudut bibir terangkatnya terlihat begitu mengejek sedang Cinta sudah melengos tidak suka.

Mau tak mau dia pun ikut pulang ke rumah besar milik suaminya.

"Mulai sekarang, kau harus perbiasakan untuk menjadi istri yang patuh." Lagi, wanita itu hanya mendengkus kasar.

Selanjutnya dia memilih bungkam selama perjalanan, tak ada pembicaraan apapun. Cinta benar-benar syok dengan kejadian yang baru saja dialaminya.

"Hai, Cinta! Senang bertemu denganmu lagi."

Kedatangannya bersama Zaki ke rumah langsung disambut oleh Farhan yang sudah lebih dulu menyapa.

'Tambah satu lagi pecundang,' umpat Cinta dalam hati.

"Syukurlah kau baik-baik saja," ucap Farhan lagi.

Respons Cinta terkesan datar sebab amarahnya sudah tersulut saat melihat keberadaan pria yang menjadi penyebab kekacauan hidupnya.

Mendadak isi perutnya bergejolak.

"Sepertinya asam lambungku meningkat. Aku ingin muntah," ucapnya datar dan langsung membuang muka.

Bisa dipastikan dirinya tak bisa menahan kobaran di dada. Ditandai dari kedua tinju perlahan mengepal dan rahang yang mengeras.

"Masuk ke kamarmu," ucap Zaki datar saat mendapati raut wajah Cinta menegang seolah ingin menghancurkan apa saja di hadapannya.

Wanita itu akhirnya memilih pergi dengan perasaan kacau.

"Menyebalkan!" rutuknya kesal.

Yah! Melawan Zaki, imbasnya berhadapan dengan media dan kepolisian. Itu sama saja mempersulit diri sebab selain membuang waktu, tenaga, tentunya juga menguras dompet. Maka lebih baik diam.

Kembali ke ruang tamu, dua lelaki itu kini saling berhadapan dengan ekspresi menegang. Kekakuan memicu seluruh udara di ruangan seketika menjadi panas.

"Bro!" Farhan memulai pembicaraan setelah keduanya cukup lama membungkam.

"Kau puas telah menyusahkanku?" tekan Zaki tajam, auranya dinginnya menusuk hingga ke tengkuk dan rusuk.

"A-aku memang salah. Sori, enggak maksud melukai hatinya."

"Dengar! Walaupun aku tidak menginginkannya, bukan berarti orang lain bisa seenaknya menyakiti dia."

"Aku tahu kau marah. Tapi kalau bukan karena ucapanmu di telepon waktu itu, mana mungkin aku berani bertindak."

"Tapi tidak harus berlakon menjadi banci! Kau nyaris membunuhnya! Brengsek!" Amarah menggelar seisi ruangan. Tak tahan untuk tidak mencengkeram leher kemeja yang dikenakan Farhan.

"Tenang, Bro!" Lelaki narsis itu perlahan menarik diri dari bahaya cengkeraman sambil merapikan diri.

"Yeah! Maafkan aku. Lagi pula kurasa, istrimu terlalu sensitif," tambahnya dengan mengedikkan bahu.

"Jaga mulutmu, sialan! Sekali lagi bertindak ceroboh, kupastikan kau akan lenyap!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status