"Kau, berbaliklah!" Stella menunjuk ke arah Leo dan menyuruhnya membalikkan badan, alias memunggunginya.Leo membalikkan badannya memunggungi Stella, namun dia baru menyadari jika tepat di depannya ternyata ada sebuah cermin besar dan tinggi."Astaga, jangan berdiri! Jangan berdiri!" seru Leo dalam hati, namun matanya justru menatap kaca di depannya tanpa berkedip.Stella yang tak menyadari keberadaan si cermin jahanam pun segera saja bangkit, dan tampaklah sebuah pemandangan yang membuat jantung Leo berdetak tak karuan."Ya ampun, besar juga." Pikiran Leo tiba-tiba saja oleng, karena melihat hamparan bukit kembar yang indah berkat kaca di hadapannya.Stella menunjuk ke arah gantungan handuk di dekat Leo dan berkata, "Berikan handuk itu padaku!"Dan seketika matanya membola, sampai hendak mencuat keluar saat dia menyadati keberadaan cermin besar di hadapan Leo."Aaaaa! Tutup matamu, jangan mengintip! Jangan lihat cermin di depanmu!" Stella menutupi ke 2 bagian intinya, atas bawah deng
Stella masuk ke kamar mandi dan kali ini dia tak lupa untuk mengunci pintu, agar tak ada lagi kejadian spot jantung seperti kemarin. Setelah itu, Stella pun membangunkan Leo."Leo." Stella mengguncang-guncangkan pelan tubuh Leo.Leo menggeliat sambkl menggosok-gosok matanya lalu menatap pada stella,."Ada apa?" tanya Leo yang terlihat jelas masih sangat mengantuk."Aku lapar, tapi tak ada makanan." Stella mengusap-usap perutnya dan mukanya terlihat malu untuk mengatakan, bahwa dia lapar.Mesi masih mengantuk, Leo akhirnya beranjak malas dari ranjangnya, dan dengan langkah gontai berjalan menuju kamar mandi.Sebelum menutup pintu Leo sempat berkata, "Aku mandi dulu, setelah itu kita cari makan sekalian beli baju ganti untukmu."Stella menatap kagum kearah Leo yang sudah masuk ke dalam kamar mandi, "Astaga muka bangun tidur yang masuh bau jigong pun setampan itu?"Sembari menunggu Leo selesai dengan aktifitas paginya, Stella menyibukkan diri dengan merapikan tempat tidur.Sampai akhirnya
Belle pun hendak segera memalingkan wajahnya dan memisahkan bibir mereka yang sudah bersentuhan itu, namun Bryan justru menahan tengkuk Belle dan memperdalam ciumannya."Emmphh!" Belle mecoba melepaskan pagutan Bryan yang mencoba menerobos masuk ke dalam rongga mulutnya.Namun Bryan menggigit pelan bibir bawah Belle, membuat Belle membuka mulut dan memudahkan Bryan mengeksplor seluruh rongga mulutnya.Hingga pada akhirnya, Belle terbawa suasana dan perlahan mulai membalas pagutan Bryan padanya. Tidak munafik, sejujurnya dia juga merindukan sentuhan-sentuhan Bryan yang pernah dirasakannya itu.Entah kenapa, Belle merasa nyaman bersama pria ini. Mungkinkah tanpa sadar benih-benih cinta mulai tumbuh di antara mereka? Who knows.Pagutan Bryan semakin lama semakin mendalam dan menuntut, mereka saling menghisap, melumat, dan bertukar saliva. Hingga mereka kehabisan nafas dan melepaskan ciuman panas itu.Belle segera berdiri dari posisi duduknya karena canggung, dan tanpa sengaja puncak kepa
"Stella, apa kau yakin akan ikut pulang denganku? Kau yakin tak akan menyesalinya?" Leo membuka percakapan untuk mencairkan suasana.Stella mengangguk yakin, "Lagi pula apa yang bisa membuatku menyesal disini? Nothing! Orang tuaku? Sejak ibuku meninggal, aku sudah mengganggap bahwa aku sebatang kara. Aku tak pernah menganggap orang itu ayahku. Dia hanyalah seorang pembunuh, yang menghancurkan hidupku."Curhatan Stella itu, membuat Leo yang mendengarnya merasa iba. Seolah hatimya tersayat-sayat, melihat seorang gadis kecil sepolos Stella mengalami penderitaan seberat itu."Kalau memang itu keputusanmu, aku akan menjadi walimu. Kau bisa meneruskan kuliahmu disana nanti."Jawaban Leo membuat sebuah senyum manis terbit di bibir Stella, meskipun matanya masih berkaca-kaca."Senyuman yang benar-benar manis," batin Leo. "Lain kali jangan tersenyum seperti itu di depan pria lain." Ucap Leo dengan spontan yang tentu saja mendapatkan protes keras dari Stella.Stella labgsung memanyunkan bibirny
Cklek!Bryan membuka pintu kamar hotelnya dan segera masuk ke dalam kamar, dimana dia melihat teman-temannya ternyata sedang asyik bermain."Kukira kalian akan terus menguntit dan mengintipku," ucap Bryan sambil berjalan masuk dan menghampiri teman-temannya.Mendengar ucapan Bryan tentu saja membuat Lucas langsung berkilah, "Hei, jangan asal menuduh. Siapa juga yang mengintipmu?""Jangan kira aku tidak tahu, kalian mengintipku di balik pintu ini tadi." Jawab Bryan seraya duduk di samping Rey.Lucas mencebikkan bibirnya dan berkata, "Oh ayolah... Kami hanya melihat sedikit. Dan kau bilang kami menguntit?"Tak ingin terus berdebat, Bryan bertanya apakah teman-temannya itu sudah makan. Dan ketiganya pun, langsung menggelengkan kepala mereka secara serempak.Bryan pun menghela napas dan menyodorkan kantong plastik yang tadi di bawanya pada teman-temannya itu."Wah... kukira kau lupa pada teman-temanmu karena kau sudah memiliki teman ranjang," goda Rey dengan melirik Bryan yang duduk di sa
Di kamar Leo, pria yang saat ini tengah patah hati itu tampak sedang melamun sambil menyenderkan kepalanya di sandaran ranjang.Bahkan suara langkah kaki Stella yang masuk ke dalam kamarnya pun, tak Leo dengar sama sekali. Itu semua karena dia sedang tenggelam dalam alam khayalnya.Hingga saat Stella menghampirinya dan duduk di atas ranjang tepat di sebelahnya, "Hei!" Stella melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Leo, yang sedang melamun."Stella, menapa kau ada disini?" tanya Leo yang terkejut saat melihat Stella sudah duduk manis di sampingnya.Stella memandang Leo dengan serius, "Sky menyuruhku menyusulmu, sepertinya kau sedang sedih. Ceritakan saja padaku, mungkin itu bisa meringankan kesedihanmu walaupun mungkin juga aku tak bisa membantu.""Aku hanya merasa kecewa karena tak bisa memilikinya." Leo pun akhirnya mau sedikit membagi beban pikirannya pada Stella.Entah kenapa, Leo merasa dia bisa terbuka di hadapan Stella. Meskipun gadis itu sedikit istimewa dalam hal tulalit d
"Astaga bocah ini! Apa dia mau menguji kesabaranku dengan memperlihatkan harta karunnya?" batin Leo merutuki Stella yang selalu saja menguji ketahanan adik kecilnya.Stella perlahan membuka matanya dan dia tampak memgerutkan dahinya saat melihat Leo, yang memalingkan wajahnya dengan pipi yang memerah."Aku ingin ke kamar mandi, tapi kakiku pegal sekali."Dia menatap Leo yang kini sudah berdiri di samping ranjang, lalu beralih mengurut-urut kakinya yang terasa pegal dan kebas plus kesemutan.Leo yang melihat hal itu pun merasa bersalah, karena kaki Stella kebas karena ulahnya yang malah tertidur di pangkuan Stella.Dengan sigap, dia menggendong Stella ala bridal style dan membawanya ke kamar mandi."Eh eh eh, apa yang kau lakukan? Turunkan aku!" Stella spontan saja mengalungkan kedua tangan mungilnya ke leher Leo, karena takut terjatuh.Namun tentu saja Leo tak perduli, paa Stella yang meminta untuk diturunkan dari gendongannya.Dia bahkan mengatakan satu kalimat yang tak busa dibantah
Mendengar ucapan Leo, Stella pun segera bangkit dan mengambil pakaiannya lalu membawanya mausuk ke kamar mandi.Di depan cermin, Stella tampak menyentuh bibirnya, "Tadi dia menciumku? Dia benar-benat menciumku? Tapi kenapa rasanya manis?"Pikiran Stella melayang, membayangkan adegan ciumannya tadi bersama Leo, yang entah kenapa membuat jantungnya berdetak lebih cepat.Setelah beberapa menit bersiap, mereka berdua pun keluar dan menghampiri teman-teman lain yang sudah berkumpul di parkiran bawah.Leo menggandeng tangan Stella menuju lift untuk turun ke lantai bawah. Sedangjan Stella hanya menundukkan wajahnya malu, karena kejadian tadi.Deg!Deg!Deg!Jantung Stella terus saja berpacu dengan tidak beraturan, dan begitu juga yang Leo rasakan. Namun dia berusaha menetralkan ekspresinya, agar tidak terlihat gugup.Hingga tanpa terasa, mereka sampai di parkiran bawah hotel, dimana mereka memarkirkan mobilnya. Dan teman-teman yang lain tampak sudah standby disana.Sky menatap Leo sambil men