Share

Bab 2. Diusir

Byuur!

"Shiiit! Apaan ini?"

Guyuran air dingin mengenai wajah Elora, saat dia sedang duduk di depan kolam renang halaman belakang rumah keluarga Zein.

Seminggu sudah pernikahannya dengan Jonas, dan saat ini Jonas sudah kembali bekerja seperti biasa.

"Air untuk membersihkan tubuhmu yang kotor!" jawab suara dari belakang.

Dan seketika Elora melihat ke sumber suara, di belakangnya berdiri Rini dan Marisa sambil bersedekap dada menyunggingkan senyuman sinis.

Elora menghela nafas berat, rasanya ingin sekali dia mengobrak abrik kedua manusia itu dengan tanpa hati. Tapi, dia menahan dirinya. Dia ingin menjalani kehidupan normal tanpa tekanan. Itulah alasan dia memilih menerima pinangan Jonas, dia pikir hidupnya akan berubah menjadi lebih baik. Namun, ternyata masalah baru yang muncul.

"Kenapa? Mau protes? Harusnya itu air lumpur, tapi di rumah ini tidak ada lumpur jadi air es aja," ujar Marisa.

"Terima kasih, kalian benar-benar peduli," jawab Elora tersenyum miring.

"Dasar tidak tahu malu! Dia pikir kita senang melihatnya! Kau itu hanyalah sampah yang tidak berguna! Kau hanyalah beban bagi Jonas! Cuih!" kesal Rini.

"Sekarang kerjakan pekerjaan lain, disini bukan panti sosial yang menampung mu!" sambung Rini.

"Aku?" tanya Elora sambil membulatkan matanya.

Jelas saja Elora terkejut, dia adalah tuan putri yang terlahir dengan sendok emas di tangan. Dia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah, ada banyak pelayan di rumahnya. Apa yang dia inginkan tinggal berteriak, maka ada pelayan yang datang melayaninya.

Sekarang, tiba-tiba dia diminta mengerjakan pekerjaan rumah? Apa yang bisa dia lakukan? Jelas tidak ada.

"Siapa lagi? Kau pikir kau siapa? Kau bukan Nyonya di rumah ini! Tidak ada yang gratis disini, kasurmu yang empuk, makanan yang masuk ke perutmu, dan pakaian bersihmu, semuanya didapatkan dengan uang. Kau bukan Tuan Putri! Kerjakan sekarang!" jawab Rini.

"Dia merasa hebat, Mi. Kan dia selama ini tidak perlu bekerja seperti itu. Dia kan hanya perlu mengangkat kakinya, dan dapat uang banyak," sindir Marisa.

"Iya, dasar jalang! Dia hanya tahunya menjual tubuhnya! Entah apa yang ada dipikiran Jonas sehingga dapat wanita murahan seperti ini!" sambung Rini.

"Berarti anakmu yang mainnya di tempat wanita malam," jawab Elora pelan.

"Apa kau bilang?!"

Emosi Rini semakin meledak mendengar jawaban yang diberikan oleh Elora. Alih-alih melakukan apa yang Rini perintahkan, dia malah menjawab.

"Oh, gapapa." Elora kembali menjawab dengan santai.

"Kau berani?"

"Tidak. Ampun Nyonya," jawab Elora.

"Cepat kerjakan semuanya!" teriak Rini.

Tidak punya pilihan lain, Elora berjalan pelan sambil berpikir apakah dia bisa melakukan pekerjaan itu.

Namun, seketika terbersit niat di kepalanya untuk ngerjain Rini dan Marisa. Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan mertuanya itu saat melihat pekerjaannya berantakan.

"Siapa tahu nanti diusir dari rumahnya. Jonas bilang, tinggal disini karena ibunya tidak boleh pergi dari rumah. Kalau diusir kan beda ceritanya," gumam Elora tersenyum puas.

Tanpa bertanya kepada pembantu lainnya, Elora mengambil inisiatif sendiri untuk merawat tanaman hias. Meskipun dia sendiri tidak yakin bisa melakukannya.

"Sepertinya ini lebih mudah," ujarnya.

Sambil bernyanyi riang, Elora mulai membersihkan daun-daun yang menguning pada tanaman di dalam pot besar. Ternyata pekerjaan itu tidaklah sulit, Elora juga sering melihat tukang kebun di rumahnya melakukan itu.

"Ternyata ini cukup menyenangkan," kekehnya sambil terus memainkan gunting tanaman itu dengan lincah.

"Non..." Pak Ujang, tukang kebun di rumah itu mulai tampak panik melihat hasil kerja Elora.

"Tenang, Pak. Aku bisa kok," jawab Elora meyakinkan Pak Ujang yang mulai garuk-garuk kepala.

"Tapi, Non..."

"Jangan takut, Pak. Ini akan membuat bapak tanaman ini membutuhkan waktu yang lama untuk dibersihkan lagi. Jangan menghabiskan waktu setiap hari hanya untuk membersihkan tanaman ini," jawab Elora dengan percaya diri.

Elora bahkan merasa lebih tenang mengerjakan pekerjaan itu, dia seolah menemukan passionnya di tanaman. Sambil terus mengajak Pak Ujang bercerita mengenai berbagai hal, tangannya terus menari pada tanaman-tanaman itu.

"Hei pelacur! Apa yang kau lakukan?" teriak suara histeris mendekat ke arah Elora.

"Eh, Mami," jawab Elora tersenyum, dia bangga dengan pekerjaannya.

"Kau tahu, betapa mahalnya tanaman ini? Kau merusaknya!"

"Aku merawatnya, seperti yang Mami perintahkan tadi. Hasilnya bagus, kan?"

"Kau membunuhnya! Aku akan membunuhmu juga!"

"Tenang, Mi. Tanamannya senang kok," jawab Elora.

"Jangan panggil aku Mami. Aku bukan mucikarimu, jangan pernah panggil aku seperti itu, dan juga aku tidak sudi memiliki menantu sepertimu!"

Rini menangis melihat tanamannya yang kini sudah dengan model baru. Pak Ujang hanya menunduk ketakutan, karena semua tanaman di rumah ini tanggung jawabnya.

"Pergi kau dari sini!" teriak Rini setelah beberapa saat, tatapan matanya penuh dengan kemarahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status